31.7 C
Jakarta

Kenapa Orang Indonesia Gampang “Mengharamkan” Minuman Keras?

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanKenapa Orang Indonesia Gampang “Mengharamkan" Minuman Keras?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Persoalan agama memang menjadi sesuatu yang paling urgen di Indonesia. Hampir masyarakat memandang pentingnya peran agama dalam mengatur urusan negara. Padahal, Indonesia sendiri bukan negara Islam (daulah Islamiyyah), tapi negara bangsa (nation state).

Negara bangsa tentunya tidak dapat disamakan dengan negara Islam. Meski, pada beberapa tahun yang lalu Indonesia dikagetkan dengan munuculnya isu penggantian negara bangsa menjadi negara Islam. Intinya, negara bangsa lebih terbuka (inklusif) dalam melihat perbedaan yang terbentang luas di negeri ini.

Berbeda, negera Islam hanyalah menghidangkan hukum-hukum agama dan tentunya tertutup (eksklusif) dalam melihat perbedaan, mulai perbedaan budaya hingga perbedaan agama. Tapi, bagaimana pun efek isu terbentuknya negara Islam banyak mengubah cara pandang (mindset) masyarakat Indonesia.

Buktinya, masyarakat Indonesia gampang mengharamkan rencana pemerintah melegalkan investasi minuman keras (miras). Meskipun, kemarin Presiden Jokowi sudah mencabutnya setelah menerima masukan dari beberapa pihak, baik organisasi masyarakat maupun individu tertentu.

Presiden Jokowi menyampaikan: “Setelah menerima masukan-masukan dari ulama MUI, NU, Muhammadiyyah, dan ormas lainnya serta tokoh agama yang lain dan juga masukan dari provinsi dan daerah, saya putuskan pembukaan investasi baru dalam industri minuman keras yang mengandung alkohol dicabut.

Mendengar pencabutan miras dari Pak Jokowi, tidak sedikit masyarakat yang senang dan membenarkan. Sekalipun, tidak dapat dipungkiri timbul cuitan bernada sinis: Halah, itu kan akal-akalannya Jokowi. Atau, menuduh Pak Jokowi begini: Dasar antek PKI. Perbuatan haram malah didukung. Istighfar, Pak.

Serangan, baik secara langsung ataupun dalam bentuk tulisan, tiada henti menghujam hati Presiden Jokowi. Tentu, yang menghujat presiden itu adalah haters atau pembencinya, jika mengingat kisruh pada pemilihan Pilpres kemarin, mereka adalah kampret (sebutan bagi para pendukung Prabowo-Sandi).

BACA JUGA  Membangun Jakarta ala Anies Baswedan

Biasanya juga yang begitu keras mengharamkan miras adalah kelompok radikal. Kelompok radikal ini hanya gemar menyalahkan pemerintah, tapi tidak pernah memberikan solusi untuk mengatasi kesalahan itu. Keangkuhan mereka, karena tidak direspons oleh pemerintah, biasanya diekspresikan dalam bentuk aksi-aksi kekerasan.

Aksi-aksi kekerasan diletupkan dimulai dari yang paling kecil sampai yang paling tragis. Yang paling kecil adalah demonstrasi atau ceramah yang disampaikan dengan nada provokatif. Sementara, tindakan yang tragis diekspresikan dengan aksi-aksi terorisme yang merusak dan merugikan orang lain.

Perilaku bejat mereka dikecam dalam Al-Qur’an: Ingatlah sesungguhnya mereka (orang kafir—mungkin juga terorisme) termasuk orang yang melakukan kerusakan (di muka bumi), sekalipun mereka tidak merasa. (QS. al-Baqarah: 12). Para teroris ini disebutkan dalam ayat berikut: Mereka itulah yang menjual kesesatan dengan petunjuk. (QS. al-Baqarah: 16).

Melalui uraian tersebut, penting untuk diperhatikan bahwa tidak selamanya agama mengurusi negara. Karena, Indonesia bukan negara Islam, tapi negara bangsa. Negara bangsa lebih terbuka terhadap semua agama yang ada di dalam negara tersebut, mulai agama Islam sampai agama Konghuchu.

Gus Dur termasuk salah seorang tokoh yang menolak penghadiran agama dalam urusan negara. Tapi, tidak dapat dipahami, bahwa Indonesia itu anti-Islam. Indonesia dengan Pancasila sudah menghadirkan nilai-nilai agama Islam yang dapat diterima oleh agama yang lain. Nilai-nilai ini meliputi perdamaian, kemanusiaan, keadilan, dan persatuan.

Sebagai penutup, tidak perlu mempersoalkan terlalu rumit terkait rencana investasi miras, apalagi Presiden Jokowi sudah mencabutnya. Semakin mempersoalkan akan menghadirkan masalah baru yang tak berkesudahan. Setiap masalah pasti ada solusinya. Maka, carilah solusinya, bukan menghadirkan masalah yang lain. Ingat pesan Pegadaian: Mengatasi masalah, tanpa masalah.[] Shallallah ala Muhammad.

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru