28.6 C
Jakarta

Kenapa Haji Selalu Identik dengan Arafah? Baca Tulisan Ini

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanKenapa Haji Selalu Identik dengan Arafah? Baca Tulisan Ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Membahas Idul Adha sebagaimana disinggung pada tulisan sebelumnya dengan judul Kita Semua Adalah Ibrahim, Lalu Siapa Ismail Kita? tidak pernah lepas dari pembahasan ibadah haji. Menariknya, mengkaji ibadah haji bukan hanya sebatas bagian dari rukun Islam yang pamungkas, tetapi di sana ada makna filosofis yang dapat kita renungkan sehingga dapat mengantarkan kita menjadi hamba yang mulia di sisi Tuhan.

Membahas haji secara tidak langsung membahas tentang Arafah. Arafah adalah hari kesembilan dalam bulan Zulhijah dan merupakan hari kedua dalam ritual ibadah haji. Dalam ajaran Islam, Hari Arafah merupakan hari yang istimewa karena pada hari itu Allah Swt. membanggakan hamba-Nya yang berkumpul di Arafah kepada para malaikat. Pada hari itu seluruh manusia (yang menunaikan haji) setara. Warna pakaian mereka sama. Cara pemakaiannya senada. Bahkan, mereka punya harapan yang sama: sama-sama berdoa dan meminta kepada Allah.

Haji dengan rangkaian ibadahnya tersebut memperlihatkan bahwa semua manusia di hadapan Allah itu sama. Pangkat, kekayaan, jabatan, dan seterusnya hanyalah hiasan semata yang tampak menakjubkan antar sesama manusia saja, tetapi bagi Allah itu semua tidak berarti sedikit pun. Sedangkan, sesuatu yang bernilai di hadapan Allah adalah kualitas ketakwaan yang dicurahkan kepada-Nya. Bukankah pada surah al-Hujurat ayat 13 Allah menegaskan: “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu.”

Maka, manusia hendaknya menyadari bahwa mereka kecil di hadapan Allah Yang Maha Besar (Akbar). Manusia tidak pantas meletakkan kesombongan sekecil apa pun di hatinya, karena sejatinya mereka lemah. Sungguh sangat tidak masuk akal jika ada manusia yang berjalan di muka bumi ini dengan sikap yang angkuh dan sombong. Mereka tidak bakal selamat sebab memperlihatkan kesombongannya.

BACA JUGA  Mengapa Kelompok Radikal dan Wahabi Susah Menerima Kritik?

Banyak kisah-kisah masa lalu yang didokumentasikan di dalam kitab Al-Qur’an tentang hancurnya orang-orang yang sombong. Masih ingat kisah Fir’aun yang menyombongkan dirinya sebab menjadi raja yang kuat dan gagah di Mesir. Dia dikelilingi tentara yang cukup kuat. Kesombongan membuat Fir’aun mengaku dirinya sebagai Tuhan yang berkuasa. Bahkan, dia tidak segan-segan bermaksud membunuh Nabi Musa.

Malangnya, Fir’aun yang terbunuh sebab kesombongannya. Dia ditenggelamkan ke dasar laut ketika bersikeras mengejar untuk membunuh Nabi Musa. Lalu, jasad Fir’aun dimumikan sehingga sampai sekarang masih dapat disaksikan tentang sosok penguasa sombong yang musnah sebab kesombongannya. Mumi Fir’aun ini juga mengingatkan bahwa kesombongan itu akan membunuh pelakunya sendiri.

Selain itu, ada seorang yang kaya bernama Qarun. Dia sombong sebab kekayaannya. Dia pikir harta yang dimilikinya akan menjadi kekuatan yang dapat menyelamatkan dirinya. Tapi, harta Qarun tidak mampu mencegah azab Allah yang menenggelamkan Qarun ke dasar bumi beserta harta kekayaannya. Ini bukti bahwa harta bukan hal yang istimewa di hadapan Allah. Sebagaimana disinggung tadi bahwa sesuatu yang istimewa di hadapan Allah adalah ketakwaan.

Kembali kepada ibadah haji tadi, penting diingat bahwa ibadah haji terutama ibadah di Arafah hendaknya dijadikan momentum untuk refleksi agar kita menjadi hamba yang diperlakukan istimewa di hadapan Allah. Sehingga, kita menyadari bahwa kita semua adalah sama di hadapan Allah dan tidak boleh menghadirkan sikap sombong sebab pangkat, jabatan dan harta yang dimiliki. Semua itu hanyalah hiasan semata.[] Shallallahu ala Muhammad.

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru