26.3 C
Jakarta

Kemerdekaan Negara Pancasila, dan Pencegahan Wacana NKRI Bersyariah

Artikel Trending

KhazanahPerspektifKemerdekaan Negara Pancasila, dan Pencegahan Wacana NKRI Bersyariah
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Pada usia ke 47 tahun, negara Indonesia diperkuat dengan spirit kepahlawanan, dan kemerdekaan. Kemerdekaan negara terbukti ketika Pancasila telah kita jadikan ideologi, dan dasar negara. Legitimasi itu merupakan pembelaan atas dasar jiwa nasionalisme, dan agama yang tinggi tanpa meresahkan lagi harmoni bangsa ini.

Di tengah memperingati kemerdekaan negara Pancasila, wacana pergantian dari nilai kemurnian menjadi NKRI Bersyariah kembali meledak. Ihwal yang datang langsung tanpa diundang ini. Yaitu, Ormas Islam Hizbut Tahrir Indonesia, dan FPI. Sesungguhnya, wacana negara syariah tersebut akan menimbulkan diskursus baru dari ijtihad para ulama NU, Muhammadiyah, SI, dan the founding fathers kita.

Pancasila, NKRI, UUD 1945, dan Bhineka Tunggal Ika adalah semboyan kehidupan bangsa, dan negara. Di mana empat pilar kebangsaan itu. Pancasila ada dalam rentetan pertama. Artinya, dengan Pancasila dijadikan sumber hukum tertinggi ideologi negara, hal itu merupakan suatu keniscayaan bagi seluruh agama, bangsa, dan negara.

Dengan meletakkan Pancasila sebagai ideologi, dan dasar yang final merupakan bentuk dari hasil ijtihad dalam meningkatkkan pemahaman kita kepada nasionalisme dan agama. Dengan hal itu, negara Indonesia yang didasarkan Pancasila kita harus mengakui bersama (Islam, Budha, Hindu, Kristen, Katolik, Konguchu).

Dalam perbandingan ini, Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin telah merespon final adanya negara Pancasila. Oleh sebab itu, dalam kitab sucinya tegas bahwa. Tak ada paksaan dalam agama “la iqraaha fiddin”. Sebaliknya tak ada pula daulat kuasa upaya HTI, dan FPI dalam mewacanakan berdirinya NKRI Bersyariah.

Pancasila Vs Wacana NKRI Syariah

Penulis bertanya, lantas bukankah wacana NKRI Bersyariah pelan-pelan menghancurkan empat pilar kebangsaan. Yaitu, Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika? Jawabannya, jelas merusak bangunan kebangsaan, dan cerminan toleransi pluralitas agama, sehingga “Ketuhanan yang Maha Esa” adalah hidayah yang tak terbantahkan untuk kita yakini bersama atas dasar keyakinan masing-masing.

Hal yang tak rasional ketika ada ormas Islam mewacanakan NKRI Bersyariah dengan hanya melihat kelompok mayoritas, sehingga memandang minoritas sebelah mata. Dalam konteks ini, ideologi Pancasila dipersepsikan tak selaras dengan doktrin agama (thaghut). Faktor kontradiksi ini potensial memicu kerusuhan.

Padahal, Pancasila, dan demokrasi merupakan esensi penting dalam membangun pilar negara kebangsaan tanpa setengah dipaksakan dengan wacana provokatif itu. Oleh demikian, pluralitas agama tentu bukan suatu alasan untuk mengganti sebuah ideologi negara yang telah final disepakati oleh bangsa yang majemuk ini.

Peran HTI, dan FPI dalam upaya membentuk ide NKRI Bersyariah merupakan problem, dan ancaman kepada bangunan kebangsaan (Pancasila). Dan itu sebagai rumah kita bersama dalam membangun bangsa yang harmonis, ramah, dan kondusif. Walaupun, persepsi kelompok ekstrem didasarkan atas faktor ketidakadilan, dan kedzaliman.

Hal itu hanya sebuah tafsir subjektif yang dikobar-kobarkan dengan menampilkan wajah radikalisasi agama mengatasnamakan Islam sebagai suatu legitimasi. Lebih dari itu, kelompok ekstrem seperti HTI, dan FPI dengan mudah memanfaatkan situasi ini untuk mengganti negara Pancasila dengan NKRI Bersyariah.

BACA JUGA  Golput Bukan Solusi untuk Demokrasi NKRI, Hindari!

Wacana NKRI Bersyariah, adalah keadaan yang terus menerus melunturkan negara Pancasila dari nilai-nilai toleransi perbedaan, pluralitas agama, kebersamaan, persatuan, dan bahkan manjadi masalah yang mereduksi kesadaran sosial kepada bangunan kemasyarakatan, keislaman, kebangsaan, dan keindonesiaan.

Label syariah menampilkan motif bahwa akan ada negara yang menjadi penindas agama, merusak pengamalan etika sosial dan moralitas masyarakat yang bersumber dari agama. Di satu sisi, NKRI Bersyariah secara berlangsung menyudutkan agama di luar Islam dengan putusan sepihak menjadi tembok pembatas antara Islam dengan agama lain.

Wacana NKRI Bersyariah yang diupayakan Ormas Islam radikal itu, tampaknya membuat perasaan kita semakin resah, risau, dan galau-gundah. Maka dari itu, langkah preventif yang paling positif dengan cara mengupayakan deradikalisasi gagasan anti-Pancasila, sehingga negara menjadi tentram, kondusif, aman, dan bisa hidup bahagia.

Peran Sinergis

Selama Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, BNPT, dan BPIP yang diinisiatori Presiden Joko Widodo tentu wacana NKRI syariah akan berhenti di tengah jalan. Sebab kebijakan politik penjagaan ideologi sangat berperan penting dalam banyak melahirkan ulama-ulama penjaga Pancasila, dan generasi yang Pancasilais.

Bahkan NU, dan Muhammadiyah sebagai lokomotif Islam yang merespon positif akan tegaknya Pancasila sebagai ideologi negara. Tampaknya keduanya telah memiliki komitmen bersama-sama dengan negara, dan pemerintah untuk tidak lagi mempersoalkan atau bahkan mempertentangkan status ideologi Pancasila ini.

Dalil Muhammadiyah terkait negara Pancasila merupakan hasil konsensus nasional (dar al ‘ahdi) dan tempat pembuktian atau kesaksian (dar al syahadah) untuk menjadi negeri yang aman dan damai (dar al salam) menuju kehidupan yang maju, adil, makmur, bermartabat, dan berdaulat. Artinya, label syariah telah terwakili dari substansi tersebut.

Sedangkan dalil NU dalam merespon ideologi Pancasila adalah “waliyul amri daruri bis syaukah”, dimana pemberian gelar ini kepada Soekarno telah membuktikan komitmen kebangsaan yang ditandai oleh politik jalan tengah untuk kerja sama seluruh bangsa dengan mempertahankan Pancasila sebagai ideologi, dan dasar negara.

Sikap politik, dan komitmen semua elemen itu tampak membawa angin segar dalam rumah kebangsaan. Dan hikmah dari eksistensi Pancasila dapat kita jadikan pelindung kita semua dari bahaya laten radikslime agama, dan juga melindungi negara dari wacana NKRI Bersyariah yang telah digagas oleh HTI, dan FPI.

Penulis sepakat dengan pernyataan Presiden Joko Widodo yang mengatakan “apabila ada ormas yang anti Pancasila maka tidak akan diperpanjang perizinannya”. Artinya, jalan yang harus kita tempuh dengan cara meminta peran negara, ketegasan, dan keberanian pemerintah agar mencabut izin dari gerakan atau ormas yang anti Pancasila, terutama yang mewacanakan NKRI Bersyariah.

Hasin Abdullah
Hasin Abdullahhttp://www.gagasahukum.hasinabdullah.com
Peneliti UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru