24.9 C
Jakarta

Keluar dari Jebakan Cuci Otak NII

Artikel Trending

Milenial IslamKeluar dari Jebakan Cuci Otak NII
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Di dalam bulan suci Ramadan ini, masih sering kita jumpai perdebatan yang mengarah kepada radikalisme-terorisme. Bahkan dalam hari-hari lalu, masih banyak orang yang tertangkap akibat perbuatan terorisme. Salah satunya dari kombatan NII.

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) merespons adanya pengungkapan ribuan orang terkait jaringan teroris Negara Islam Indonesia (NII) di Sumatra Barat. Direktur Deradikalisasi BNPT, Irfan Idris, menerangkan BNPT akan melakukan pencegahan sesuai dengan UU Nomor 5 Tahun 2018 soal Pencegahan Terorisme.

Kekuatan dan Kelicikan NII

Respons itu mencuat sebab memang sudah sedemikian kuat NII di Indonesia ini. Kekuatan NII bukan tanpa alasan. Mereka punya aliansi dan jam terbang yang tak tertandingi perihal operasi dan aktivitas terorisme di dunia. Sebagian dari mereka malah menjadi ketua dalam faksi-faksi teroris di Filipina dan Thailand, termasuk di Afghanistan.

Ketua-ketua NII kini adalah jebolan Afghanistan yang memiliki perangkat pengetahuan yang dahsyat. Mereka bisa mengoprasikan pelbagai hal terkait gerakan terorisme. Dan bisa dikatakan, jebolan NII adalah teroris yang paling pintar, sekaligus paling ganas di Indonesia, dari masa ke masa.

Teroris NII bahkan yang paling handal dalam merekrut anggota. Termasuk juga dalam mencari celah daripada pertahanan pemerintah. NII juga memiliki modal besar. Dari semua kompleksitas yang dimilikinya itu, mereka mudah untuk memetakan aksi-aksi ganasnya, dan juga dalam mengelabuhi-merekrut personel baru untuk dijadikan teroris paling ampuh.

Cuci Otak Anak di Bawah Umur

Dan benar saja, ada sekitar 77 anak di bawah 12 tahun sudah dicuci otak dan dibaiat kelompok jaringan Negara Islam Indonesia. Kelompok NII sudah masuk dalam kehidupan anak-anak usia dini. Dalam keadaan demikian, DPR dan KPAI merespons aktivitas NII untuk diusut sampai ke akar-akarnya.

Anak-anak yang direkrut sebagian besar memiliki latar belakang dari keluarga kurang berada. Termasuk mereka yang yatim piatu. Sehingga dalam teori, mereka lebih mudah direkrut daripada anak yang lahir dari keluarga yang ekonominya cukup dan keluarga yang masih ada, karena lebih dan mudah terkontrol.

Ada banyak jalan supaya bisa anak-anak itu dengan mudah dikontrol. Salah satunya adalah menjanjikan kekayaan dan kehidupan yang wah. Dengan cara ini saja, bisa jadi anak-anak yang usianya dan mentalnya masih labil, sangat mudah dibujuk dan jatuh hati.

Apalagi, bila kekayaan dan segala rayuan itu, dipompa oleh jurus jitu milik para aktivis teroris. Yaitu dengan memakai ayat-ayat suci Al-Qur’an dan nash-nash pendukung lainnya. Sudah jadilah anak ini. Anak-anak ini pasti dengan suka rela ingin masuk ke dalam kelompok NII.

BACA JUGA  Idul Fitri, Memperkuat Kohesi Sosial dan Penyucian Diri

Proses perekrutan anggota NII sudah canggih. Mereka memiliki strategi dan keanggotaan secara terstruktur. Menurut BNPT, bahkan perekrutan NII tanpa memandang jenis kelamin dan batas usia. Dan itu masih dilakukan di berbagai kota, seperti di Jakarta, Tangerang, Jawa Barat, Bali, Sulawesi, Maluku, dan Sumatera Barat. Maka itu pula, teroris jebolan NII juga banyak yang ditangkap di kota-kota tersebut, seperti di Tangerang Selatan pada Minggu (3/4/2022). Kemudian pada Jumat (25/3/2022) Densus 88 kembali menangkap 16 tersangka terorisme di wilayah Sumatera Barat (Sumbar) yang merupakan kelompok jaringan NII.

Mewaspadai Gerakan NII

Yang lebih kejam, semua anak-anak itu dicuci otaknya untuk kepentingan dan melakukan pemberontakan. Target cuci otak untuk melawan negara sendiri. Dan menurut beberapa laporan, sudah semua 77 anak sudah menjadi semua dan siap melakukan aksi. Waduh.

Bayangkan, jika 77 anak itu benar-benar melakukan aksinya. Mereka jadi barang murah yang mudah mematikan manusia lainnya, termasuk ibu-bapaknya dan saudara kandungnya. Mungkin termasuk kita yang hancur lantak! Bayangkan pula jika 77 anak itu nantinya menjadi orang berpengaruh dalam aksi terorisme. Betapa mengerikannya kehidupan kita ini. Mudah dibayangkan Afghanistan pindah ke Indonesia. Gedung-gedung hancur, dan mayat-mayat tak berdosa bergelimpangan di persimpangan-persimpangan jalan.

Bisa pula, malah keluarga kita yang terbujuk oleh rayuan ekstrem mereka. Oleh sebab itu, fenomena ditemukannya anak-anak ekstrem sudah berhasil dicuci otak oleh NII, menjadi cambuk dalam kita. Bahwa kita tidak boleh enteng dalam gerakannya. Kita perlu waspada terhadap tumbuh kembang anak. Karena, keselamatan anak sesungguhnya sepenuhnya adalah di tangan kita: keluarga.

Selain pemerintah pusat, daerah, dan desa harus cermat mendeteksi gerakan jaringan teroris NII, keluarga harus jeli juga dalam melihat fenomena apa yang terjadi di lingkungan kita, utamanya mengenai terorisme. Jika ditemukan, segeralah melaporkan. Jangan sampai lengah dan menganggap receh gerakan terorisme. Lihatlah, apa yang terjadi di Afghanistan salah satunya karena kelalaian dan menganggap terorisme tidak ada dan tak berbahaya. Mau saudara kita jadi tumbal teroris?

Agus Wedi
Agus Wedi
Peminat Kajian Sosial dan Keislaman

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru