Harakatuna.com. Jakarta-Akademisi Sejarah Universitas Jember Tri Chandra Aprianto mengatakan cara kerja kelompok radikal dan intoleran sangat sistematis. Mereka menganggap pihak di luar kelompoknya adalah pihak yang harus diperangi.
“Pemahaman mereka dari awal mengatakan NKRI adalah negara thaghut, yaitu menuhankan sesuatu di luar Allah” kata Tri di Hotel Gran Melia, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis, 1 Agustus 2019.
Mereka seolah membuat jurang besar. Jurang tersebut memisahkan kelompok radikal dan kelompok yang dianggap berbeda dengan mereka.
“Ada pemisah antara satu dengan yang lain. Pihak yang lain bukan kita, artinya boleh disingkirkan, artinya boleh diperangi, bahkan artinya dibunuh,” tutur Tri.
Kelompok radikal sangat ingin membuat Indonesia menjadi wilayah perang. Mereka menolak paham Indonesia sebagai negara yang darussalam.
Tri menjelaskan negara darussalam adalah negara yang damai dan terbentuk atas hasil kesepakatan pendiri bangsa. Padahal, dalam proses terbentuknya Indonesia, banyak kalangan terlibat seperti umat Katolik, masyarakat adat, hingga kerajaan.
Itu kemudian memunculkan istilah negara kafir atau tidak bersyariah. “Jadi sekarang yang digemborkan negara bersyariah dan muncul isu NKRI bersyariah,” ujar Tri.