25.4 C
Jakarta

Kegagalan HTI dalam Menegakkan Sistem Khilafah

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanKegagalan HTI dalam Menegakkan Sistem Khilafah
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Hadirnya sistem khilafah yang ditawarkan oleh orang-orang Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) memicu perdebatan panjang dan tak berkesudahan. Felix Siauw beserta pengikut-pengikutnya termasuk bagian orang terdepan yang ikut mengampanyekan khilafah. Sementara, pemerintah sendiri menolak habis-habisan sistem khilafah, karena sistem ini sangat membahayakan keberlangsungan NKRI.

Seringkali orang-orang HTI mencari pembenaran khilafah dengan sistem dinasti yang biasanya diterjemahkan dengan khilafah pada masa sahabat Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali. Keempat sahabat ini pernah menjadi pemimpin negara sehingga mereka mendapat sebutan khulafa’ ar-rasyidin. Ada beberapa kegagalan HTI dalam memahami istilah khilafah ala manhaj an-nubuwwah, sistem khilafah yang didasarkan atas cara berpikir Nabi.

Kegagalan pertama, HTI salah memahami istilah khilafah pada masa sahabat dan tabi’in. Prof. Azyumardi Azra, cendekiawan Muslim dan pengamat sejarah, menyebutkan bahwa sistem yang berlaku pada masa sahabat dan tabi’in itu bukan khilafah, tetapi dinasti atau kerajaan. Prof. Azyumardi secara tidak langsung mengkritik habis-habisan pandangan HTI yang menyebutkan itu adalah syariah Islam yang harus ditegakkan sebagai sistem negara.

Kegagalan paham ini mengakibatkan orang HTI melakukan tindakan-tindakan radikal yang membahayakan nyawa manusia. Tindakan yang dilakukan orang HTI adalah aksi-aksi terorisme. Terorisme sesungguhnya radikalisme dalam bentuk fisik yang diawali dengan pemikiran-pemikiran tertutup dan ujaran-ujaran kebencian dengan mengkafirkan dan menyesatkan orang yang tidak sepemikiran dengannya. Aksi-aksi kekerasan ini sebenarnya sudah terjadi pada masa kepemerintahan Ustman Ibn Affah dengan terbunuhnya beliau. Sejarawan menyebutkan, pembunuhnya adalah penyamun atau, kalau sekarang disebut dengan, “teroris”.

Kegagalan kedua, HTI keliru memahami khilafah sebagai konsep tunggal yang memiliki satu imam atau pemimpin sedunia. Prof. Dr. KH. Ahmad Syafii Mufid, ketua Komisi Pengkajian dan Penelitian Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi DKI Jakarta, membantah pandangan HTI tersebut dengan menegaskan bahwa khilafah tidak melahirkan konsep tunggal dan paten. Pasalnya dari segi pemilihan khalifahnya saja berbeda-beda.

BACA JUGA  Membangun Jakarta ala Anies Baswedan

Prof. Syafii Mufid melanjutkan, proses pemilihan Abu Bakar sebagai khalifah dilakukan secara aklamasi di Tsaqifah Bani Sai’dah Madinah. Proses pemilihan Umar Ibn Khattab sebagai khalifah melalui dekrit yang dikeluarkan oleh Abu Bakar. Sistem yang berbeda lagi terlihat ketika pemilihan Utsman Ibn Affan sebagai khalifah yang menggunakan sistem permusyawaratan perwakilan dari kelompok umat Muslim. Sedangkan, pemilihan Ali Ibn Abi Thalib menggunakan sistem baiat oleh umat Islam.

Kesalahan ketiga, HTI meyakini khilafah adalah sistem yang given dari Tuhan dan bukan hasil produk manusia. Kegagalan ketiga ini jelas HTI melupakan sejarah para sahabat yang, kata mereka, menggunakan sistem khilafah. Keempat khulafa’ ar-rasyidin masih melakukan ijtihad dalam mengatur sebuah negara. Terbukti ketika Sayyidina Umar memberikan dispensasi hukum bagi orang miskin yang tertangkap basah mencuri. Umar tidak memberikan hukum potong tangan, karena pencuri ini melakukannya bukan sebagai profesi tetapi karena kondisi yang mendorongnya mencuri: kelaparan.

Khilafah yang dipahami orang HTI dari redaksi hadis Nabi tidak selamanya dapat diterima. Karena, mereka gagal memahami pesan hadis yang seharusnya dipahami sebagai informasi bukan perintah. Hadis yang hanya memberikan informasi bukan perintah hendaknya ditunggu informasi itu tiba, bukan dibuat informasi itu terjadi dengan di-blow up ke media. Mengangkat tegaknya sistem khilafah di media akan mengakibatkan timbulnya dampak negatif berupa perpecahan.

Sebagai penutup, khilafah yang diidam-idamkan oleh orang HTI itu bullshit, omong kosong. HTI bersikeras menegakkannya sebagai sistem negara karena tujuan politik praktis. Persis seperti namanya Hizbu at-Tahrir yang berarti Partai Kebebasan. Partai semacam ini kalau sekarang dikenal dengan pihak oposisi. Khilafah tidak bakal tegak, kendati HTI bersikeras mengampanyekan sistem itu di Indonesia. Indonesia sudah bilang bodo amat pada sistem khilafah.[] Shallallah ala Muhammad.

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru