26.7 C
Jakarta

Kampanye Body Positifity dalam Persperktif Islam, Bolehkah?

Artikel Trending

Asas-asas IslamFikih IslamKampanye Body Positifity dalam Persperktif Islam, Bolehkah?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Beberapa waktu lalu, publik dikejutkan dengan foto semi bugil artis yang mengkampanyekan ‘body positivity’, yaitu menghargai dan bangga atas tubuhnya sendiri. Kampanye tersebut dalam rangka merespon maraknya body shaming. Menkominfo pun langsung mengatakan foto tersebut memenuhi unsur pornografi dalam UU ITE. Namun setelah foto tersebut menghilang dari akun medsos artis tersebut (Rabu 4/3), Menkominfo mengatakan bahwa foto tersebut adalah seni dan tidak melanggar UU ITE.

Setali tiga uang pembelaan pun datang dari Mariana Amiruddin (Komnas Perempuan), mengatakan apa yang dilakukan Tara Basro sebagai “membangkitkan kepercayaan diri perempuan”.
“Tidak ada tujuan untuk membangkitkan hasrat seksual, tapi tujuannya lebih ke bagaimana perempuan percaya diri terhadap tubuhnya sendiri,” ujar Mariana. (Kamis, 05/03). (BBC News Indonesia).
Akar masalah body shaming

Menurut survei yang melibatkan 2.000 orang dewasa, sekitar 56 persen mengatakan pernah menjadi korban body shaming dalam setahun terakhir. Lalu, ada satu dari 10 partisipan yang pernah menjadi korban body shaming dalam satu minggu terakhir. (Liputan 6.com).

Body shaming adalah tindakan mengomentari atau mengolok-olok bentuk fisik seseorang misal bentuk tubuh, warna kulit, dan lain-lain. Hal ini terjadi karena propaganda barat sekuler liberal yang masif di media, bahwa cantik itu ketika perempuan memiliki kulit putih, mulus, tinggi, langsing. Sehingga berbondong-bondong para perempuan untuk memenuhi standar baku itu. Jika tidak memiliki standar tersebut akan menjadi korban body shaming.

Lantas apakah jadi pembenaran melawan body shaming dengan melakukan pornoaksi atau pornografi? Ini alasan yang kontradiktif tentunya.
Apakah niat sebenarnya ingin mengkampanyekan kebebasan perempuan atas tubuhnya? Karena selama ini mereka masif mengkampanyekan kebebasan perempuan.

Mitos barat terhadap tubuh perempuan

” My body my otority “, jargon itu yang sering digaungkan oleh kaum liberal. Bahwa perempuan berhak penuh atas tubuhnya, tidak boleh ada seseorang ataupun aturan agama yang menghalanginya dalam berpakaian dan berekspresi. Dengan dalih seni mereka berbondong-bondong terikut arus liberal. Sejatinya itu bentuk pelecehan terhadap perempuan tanpa mereka sadari.

Mereka menuduh bahwa budaya patriarki ( baca agama) yang mengekang kebebasan perempuan selama ini. Apalagi Indonesia adalah mayoritas penduduknya beragama Islam. Gagasan liberal kerap memposisikan perempuan sebagai objek eksploitasi yang menghasilkan pundi-pundi kekayaan bagi para kapitalis. Mereka diiming-imingi pekerjaan yang menampilkan sisi sensual perempuan, sejatinya penghinaan terhadap perempuan itu sendiri, serta membuka peluang terjadinya pelecehan terhadap dirinya atau orang lain.

BACA JUGA  Baru Sadar Dari Pingsan, Wajibkah Mengganti Shalat Yang Tertinggal?

Sadarlah wahai perempuan, jangan mau diperdaya ide-ide liberal yang justru menempatkan perempuan tidak sesuai pada fitrahnya dan tidak memuliakannya. Ide kebebasan yang dipropagandakan sejatinya bukan benar-benar membela kaum perempuan, ibarat racun berbalut madu, seolah-olah gagasan yang mereka tawarkan logis namun sebenarnya menyerang ajaran Islam dan berupaya menjauhkannya dari kehidupan.

Islam memuliakan perempuan

Islam memandang tubuh tidak sepenuhnya miliknya, akan tetapi tubuh adalah milik Allah, yang kelak nanti akan dimintai pertanggungjawaban atas pemanfaatannya. Setiap perbuatan terikat dengan hukum syara’. Peradaban Islam hadir menghilangkan segala hal yang dapat merendahkan perempuan. Karena perempuan adalah sosok yang mulia, darinya lah lahir generasi-generasi Islam. Sehingga Islam mempunyai seperangkat aturan khusus untuk perempuan yaitu:
Pertama, perempuan wajib untuk menutup aurat ketika keluar rumah dengan kerudung dan jilbab, sesuai dengan firman Allah SWT:
“Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada (dan leher) mereka.” (QS. An Nur: 31)
“Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Ahzab: 59).
Islam tidak melarang perempuan untuk berkiprah di area publik, mengembangkan potensi dan berkontribusi untuk umat, namun ada ketentuan yang berlaku tidak boleh menonjolkan sisi sensual dan kecantikannya, tidak boleh ikhtilath dan berkhalwat.

Kedua, adanya peran masyarakat yang senantiasa melakukan amar makruf nahi mungkar. Islam melarang kita melakukan perbuatan menghina atau body shaming, sebagaimana Allah SWT berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok)”. (QS. Al Hujurat: 11).

Ketiga, negara wajib menutup media-media yang menjadi corong ide-ide liberal dan mengedukasi masyarakat dengan pemahaman Islam yang telah terbukti selama 13 abad melahirkan perempuan-perempuan hebat yang berkontribusi untuk umat diberbagai bidang tanpa menonjolkan sisi sensualnya sebagaimana cara pandang barat. Kehormatan perempuan wajib dijaga oleh negara. Negara juga melarang konten-konten porno dan menindak tegas jika ada melakukan pornoaksi dan pornografi. SejatinyaSejatinya mengumbar kepornoan maupun body shaming adalah wujud perendahan atas kehormatan perempuan.
Wallahu a’lam

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru