29.7 C
Jakarta

Jomblo itu Tidak Wajar Lo!

Artikel Trending

Milenial IslamJomblo itu Tidak Wajar Lo!
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Pada dasarnya tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan sebelumnya yang berjudul “Paradigma Hermeneutika Syahrur”, jika pada tulisan sebelumnya membahas sedikit tentang Hermeneutik Syahrur, kali ini saya akan lebih jauh membahas salah satu teori Syahrur dan aplikasinya.

Karena keritikan dari beberapan teman-teman yang katanya tulisan sebelumnya tidak di jelaskan secara komprehensif tentang Syahrur dan penggunaan bahasanya yang “katanya” melangit, maka saya memilih untuk mengurangi tensi bahasa dan akan di jlentreh-kan tentang Syahrur terlebih dahulu dalam tulisan ini sebelum masuk pada pembahasan perjombloan menurut pandangan Syahrur.

Muhammad Syahrur dikenal sebagai pemikir tafsir era kontemporer yang lahir di Damaskus, Syira 11 April 1938. Syahrur sebenarnya merupakan seorang ahli dibidang Teknik, terlihat dari sejarah intelektualitasnya yang mengenyam pendidikan Diploma bidang teknik sipil di Moskow Unisoviet pada tahun 1964, kemudian bilau melanjutkan kejenjang Megister bidang spesialisasi Mekanik Tanah (Soil Mechanics) dan Teknik Fondasi (Foundation Enginering) di National University of Ireland Dublin, Irlandia. Gelar Master of Science diperolehnya pada tahun 1969, dan gelar Philosophy Doctor (Ph.D) diraih pada 1972.

Dublin merupakan sebagian dari saksi bisu bagi Syahrur, karena di Dublin ia bertemu dengan sahabat yang bernama Ja’far Dakk al-Bab yang notabenenya merupakan Mahasiswa bidang Lingustik satu Universitas bersama Syahrur. Baru lah Syahrur mulai mengenal Alquran dan belajar ilmu Linguistik, sehingga Syahrur menemukan beberapa teori Interpretasi Alquran yang beberapa penulis paparkan pada tulisan sebelumnya.

Baik, saya rasa cukup perkenalan tentang Syahrur. Berikutnya adalah tentang teori Hudud. Syahrur selain mempunyai teori Linguistik-Sciencetifik, juga mempunyai teori Hudud. mungkin teman-teman masih ingat tentang Linguistik-Sciencetifik di tulisan saya sebelumnya. Jadi saya tidak terlalu bertele-tele untuk menjelaskan kembali teori tersebut.
Lanjut tentang teori Hudud. saya sarankan agar pembaca benar-benar fokus dalam memahami bagian ini dan seterusnya, karena pembahasan ini cukup berat dan susah untuk dipahami. Dan “ini penting saya utarakan”. Hudud secara behasa berasal dari kata hadda yang berarti “batas”, sebenarnya teori ini diambil oleh Syahrur dari Q.S al-Nisa’ : 13-14.
تِلۡكَ حُدُودُ ٱللَّهِۚ وَمَن يُطِعِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ يُدۡخِلۡهُ جَنَّٰتٖ تَجۡرِي مِن تَحۡتِهَا ٱلۡأَنۡهَٰرُ وَمَن يَعۡصِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُۥ يُدۡخِلۡهُ نَارًا خَٰلِدٗا فِيهَا وَلَهُۥ عَذَابٞ
Hudud dimaknai oleh Syahrur sebagai tanda bahwa dalam hukum-hukum yang dihadirkan oleh Alquran mempunyai batas-batas tertentu. Adapun batas tersebut adalah batas maksimal (Haddu al-A’la) dan batas minimal (Haddu al-Adna).

Sedangkan Hudud, oleh Syahrur jika aplikasikan dalam Alquran dibagi menjadi tiga koridor. Pertama adalah Haddu al A’la, yaitu hukum-hukum Alquran yang memiliki batas maksimal dan tidak ada batas minimal, tergantung dengan situasi dan kondisi pemraktek hukum tersebut. Oke tenang jangan panik, saya akan memberi contohnya agar teman-teman paham. Contohnya hukum Qishah (potong tangan) bagi pencuri. Qishas dipahami oleh Syahrur sebagai batas maksimal hukuman yang disebutkan oleh Allah bagi pencuri. sedangkan batas minimum dari hukuman pencuri Allah tidak menyebutkanya, sehingga dalam menghukum seorang pencuri diperbolehkan sesuai dengan tradisi masing-masing, dan hukuman paling berat tidak boleh melebihi dari potong tangan, karena jika melebihi maka sudah melewati batas ketentuan yang diberikan oleh Allah.

BACA JUGA  War Takjil: Potret Kerukunan Antarumat yang Harus Dilestarikan

Kedua, adalah Haddu al-Adna, merupakan hukum-hukum Alquran yang mempunyai batas minimal dan tidak ada batas maksimalnya, contohnya saat Syahrur membicarakan tentang mawaris, coba teman-teman bukak Q.S al-Nisa’ : 176. Dalam pandangan Syahrur, ayat tersebut hanya membiccarakan batas minimal warisan, jadi diperbolehkan melebihi kadar waris yang disebutkan pada ayat tersebut.

Ketiga, adalah Haddu al-A’la wa haddu al-Adna, yaitu ayat Alquran yang menyebutkan batas minimal hukum dan batas maksimal hukum. Teori inilah yang digunakan untuk menganalisis tentang perjombolan.

Sebelum saya lanjut pada interpretasi ayat, sepertinya perlu dijelaskan terlebih dahulu yang dimaksud jomblo disini itu seperti apa, jadi begini teman-teman, “ini penting saya utarakan”, yang dimaksud jomblo disini adalah seorang yang memilih untuk melajang seumur hidup atau tidak menikah, jadi bukan mahasiswa semester tua yang tidak laku dan cuma jadi bucin dan hanya bisa stalking foto Doi di medsos.

Oke, masuk pada bagian inti. Berangkat dari sebuah ayat yang sangat Mashyur dan merupakan ayat yang digemari oleh para kaum laki-laki, yaitu Q.S al-Nisa’: 3.
فَانْكِحُوْا مَا طَابَ لَكُمْ مِّنَ النِّسَاۤءِ مَثْنٰى وَثُلٰثَ وَرُبٰعَ….
Ayat tersebut menunjukan bahwa laki-laki dibatasi untuk menikahi wanita tidak boleh lebih dari 4, sekaligus menunjukan batas minimal pernikahan adalah 1 perempuan. Saya tidak akan menjelaskan tentang perdebatan poligami, tapi hanya fokus pada batas minimalnya yaitu menikahi satu perempuan. Artinya, ayat tersebut juga mengisyaratkan bahwa seorang yang lumrah ya menikah. meskipun “hanya satu”. Dan Syahrur juga menyebutkan bahwa seorang yang tidak menikah maka sudah keluar dari batas hukum Allah, karena Allah telah memberikan rambu-rambu untuk menikahi satu perempuan, kalau tidak dua, tiga, atau empat, cukup jangan diteruskan.

Pendapat tersebut juga dikuatkan dengan beberapa ayat Alquran, yang menyebutkan bahwa Allah itu menciptakan makhluknya berpasang-pasangan, dan certia Nabi Adam yang menikah dengan Hawa, dan beberapa ayat lain yang membicarakan tentang makhluk Allah yang diciptakan berpasang-pasangan, mungkin teman-teman bisa cari sendiri di Alquran. Selain itu juga hukum-hukum yang dihadirkan dalam Alquan berkaitan dengan aturan-aturan dalam berkeluarga diatur sangat detil.

Dikuatkan lagi beberapa hadis yang menyebutkan tentang ketumaan pernikahan, bahkan Nabi menyebutkan dengan redaksi, النكاح سنتي ومن رغب عن السنتي فليس مني. Pokoknya banyak kalau disebutkan tentang keutamaan pernikahan yang tidak dapat penulis sebutkan disisni, bisa teman-teman cari dikitab-kitab hadis ataupun dikitab-kitab Turats. Jadi tunggu apalagi, tidak ada lagi alasan untuk tidak menikah.

The Point is, bahawa Syahrur hendak mengungkapkan, adanya ayat diatas menunjukan batasan minimal seorang laki-laki adalah untuk menikahi 1 perempuan dan tidak boleh melebihi dari 4. Apabila kurang atau lebih dari itu, maka sudah keluar dari koridor batasan hukum yang diberikan oleh Allah.

Latif Sulton, M.A
Latif Sulton, M.A
Pegiat Kajian Islam dan Politik

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru