32.7 C
Jakarta

Hubungan Jihad dan Perdamaian

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanHubungan Jihad dan Perdamaian
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Masing-masing agama memiliki ajaran yang diterima oleh pemeluknya. Dalam agama Islam ajaran jihad dan perdamaian bukanlah sesuatu yang baru. Jihad seakan sudah menjadi isu lama yang tak asing di benak orang Islam, bahkan di telinga non-muslim. Yang perlu diperhatikan lebih dalam lagi adalah keterkaitan jihad dan perdamaian.

Ada banyak ayat Al-Qur’an yang memerintahkan manusia berjihad. Salah satunya perintah jihad yang terekam dalam surah al-Maidah ayat 35: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.

Pada ayat tersebut ada tiga perintah Tuhan yang seharusnya dilakukan, yaitu: bertakwa, bertawassul, dan berjihad. Dari tiga perintah ini yang sering disalahpahami (misunderstood) adalah perintah jihad. Secara mendasar jihad memang sesuatu yang diperintahkan. Tapi, cara mengemas atau mengaplikasikan perintah ini perlu diperhatikan. Ibnu Katsir menyebutkan bahwa bentuk jihad itu berupa perang melawan orang kafir dan orang musyrik. Untuk membuat menarik tawaran ini, Ibnu Katsir memotivasi para pejihad dengan imbalan surga yang di dalamnya mereka tidak bakal sengsara. Di sana mereka akan diperlakukan secara istimewa.

Pandangan Ibnu Katsir tersebut sejalan dengan pandangan Thaifur Ali Wafa, tokoh tafsir asal Madura, yang baru-baru ini meluncurkan karya terbarunya tafsir Firdaus al-Naim. Keserasian Thaifur dan Ibnu Katsir tentu berangkat dari cara pandang yang sama: memahami jihad dengan cakupan yang sempit.

Dua tokoh tafsir yang hidup pada abad yang berbeda tersebut tidaklah sama cara pandangnya menyangkut jihad bila disandingkan dengan tokoh tafsir kontemporer Mutawalli Sya’rawi. Dalam karya tafsirnya Sya’rawi memahami jihad dengan cakupan yang luas, sehingga jihad tidak melulu berkutat soal perang. Jihad itu dapat diaplikasikan dalam bentuk aktivitas yang berdaya guna terhadap sumber daya manusia. Seorang yang ahli di bidang tulis-menulis cukuplah berjihad dengan melahirkan tulisan yang menginspirasi. Begitu pula seorang pembisnis hendaknya menghadirkan jihad dengan meminimalisir angka kemiskinan dengan memperbaiki laju ekonomi masyarakat.

BACA JUGA  Hal-Hal yang Hanya Dapat Anda Lihat Menjelang Lebaran, Apa Itu?

Sya’rawi memiliki pandangan yang berbeda dengan Thaifur karena masing-masing dibentuk oleh latar belakang pendidikan yang berbeda. Thaifur termasuk tokoh tafsir yang pendidikannya hanya dihabiskan di pesantren yang biasanya mengajarkan teori semata dan sangat sulit menyentuh realitas yang berkembang di tengah masyarakat. Kekayaan teori bukanlah pendidikan yang efektif untuk membentuk pribadi yang bijak. Berbeda, Sya’rawi selain menempuh pendidikan di pesantren juga melanjutkan pendidikan di bangku akademik. Saat belajar di kampus Sya’rawi menjadi aktivis yang sering mengkritik kolonial Inggris. Karena itu, pemahaman Sya’rawi tentang jihad lebih luas dan terbuka dibandingkan dengan pemahaman Thaifur.

Jihad sebatar perang bukanlah sebuah solusi, namun menghadirkan masalah yang baru. Karena, perang itu implementasi dari permusuhan yang menyebabkan timbulnya perpecahan. Bukankah banyak permusuhan merajalela selesai peperangan berlangsung? Permusuhan antar sesama, lebih-lebih antar seiman tidak diperbolehkan dalam Islam. Karena, seorang muslim satu sama lain bersaudara. Masing-masing ibarat satu tubuh. Bila bagian organ tubuh ada yang sakit, tentu organ yang lain merasakan sakitnya pula. Begitu dengan mereka yang sesama muslim. Bila salah seorang ada yang terjatuh, tentu yang lain merasa iba.

Sebaiknya jihad dipahami dengan makna baru dan punya kesan positif dan diterima oleh banyak kalangan, sehingga jihad menjadi perintah yang berdaya guna. Makna baru jihad adalah perdamaian. Perdamaian adalah solusi yang diharapkan untuk melerai benang kusut permusuhan. Perdamaian adalah cara menyatukan perpecahan. Perdamaian adalah anugerah yang didamba-dambakan. Bila seseorang mampu berdamai dengan dirinya sendiri, maka ia telah melakukan jihad yang besar. Karena berdamai dengan dirinya sendiri adalah memerangi nafsu yang selalu mengajak seseorang berbuat buruk, termasuk terorisme dan ekstremisme. Mari berjihad dengan perdamaian, karena itulah jihad yang paling mulia.[] Shallallah ala Muhammad.

[zombify_post]

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru