32.9 C
Jakarta

Jejak Muslimah HTI di Balik Insiden di DPRD Kota Cirebon

Artikel Trending

KhazanahOpiniJejak Muslimah HTI di Balik Insiden di DPRD Kota Cirebon
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

“Demi Allah, kami akan menjaga NKRI dari Faham Komunisme &.Khilafah”, tiba-tiba Affiati, A.Ma selaku Ketua DPRD Kota Cirebon berhenti. (Setelah membaca kalimat Khilafah, tiba-tiba Ketua Dewan berhenti dan mencoret redaksi khilafah). Setelah mencoret kata khilafah pada poin ketiga, Afftiati kemudian mengulang pembacaan ikrar.

Insiden ini menyingkap betapa ancaman ideologi Khilafahisme yang disebarkan oleh kelompok radikal, telah menembus dinding-dinding gedung pemerintahan. Diduga kuat, jaringan muslimah HTI melalui lajnah Fa’aliyah yang bertugas merekrut pejabat-pejabat perempuan, di balik insiden tersebut. Penghapusan kata khilafah bisa menjadi petunjuk, Ketua DPRD Kota Cirebon terpapar narasi-narasi yang disebarkan oleh Muslimah HTI.

Sangat mungkin karena keawaman Ketua DPRD Kota Cirebon tentang ideologi Khilafahisme yang diusung Muslimah HTI, akan tetapi keawaman ini tidak boleh dibiarkan. Jika tidak, akan membahayakan ketahanan ideologi Pancasila dalam dirinya. Apalagi posisinya sebagai pejabat negara di daerah.

Bisa juga karena dorongan ghirah keislaman yang muncul dari dalam dirinya, lalu timbul rasa takut menolak khilafah yang dipersepsikan sebagai ajaran Islam, sehingga seolah-olah menolak khilafah berarti menolak ajaran Islam. Memang orang awam yang punya ghirah keislaman yang tinggi, mangsa yang empuk bagi muslimah HTI.

Harus saya sampaikan bahwa khilafah yang diopinikan oleh muslimah HTI adalah khilafah yang khusus dengan spesifikasi. 1) Khilafah didirikan dengan metode kudeta yang ditutupi muslimah HTI dengan istilah thalabun nushrah. 2) Calon khalifah diambil dari kader terbaik Hizbut Tahrir yakni Amir Hizbut Tahrir. 3) UUD (konstitusi) yang akan diterapkan diambil dari UUD yang disusun oleh Amir HT. 4) Undang-undang lainnya akan dibuat berdasarkan UUD yang disusun oleh Amir HT dan menggunakan ushul fiqih madzhab Tahririyah.

Artinya, khilafah yang dinarasikan oleh  muslimah HTI dan yang mereka sebarkan itu, bukan khilafah yang dimaksud para ulama di dalam kitab-kitab fiqih. Ketika para ulama dari semua madzhab sunni dan syi’ah menyebut dan menulis kata “khilafah”, mereka bukan sedang membicarakan khilafah yang sedang diperjuangkan muslimah HTI. Para ulama sama sekali tidak mengenal khilafah yang sedang diperjuangkan oleh muslimah HTI.

BACA JUGA  Antara Muhammadiyah dan NU: Belajar Memahami “Wajah” yang Lain

Khilafah yang dimaksud oleh para ulama itu adalah nashbul imam (imamah). Di Indonesia, khilafah yang dimaksud tersebut sudah diterapkan sejak negara ini berdiri dalam bentuk pemilihan dan pengangkatan Presiden. Dan sudah diformalkan di dalam UUD 1945 Pasal 3 ayat 3 dan 4. Pasal 6, 7 dan 8. Aktivitas nashbul imam dibiayai dari dana APBN. Para ulama di Indonesia sudah sepakat (ijma’) bahwa pemilihan dan pengkatan Presiden sesuai dan memenuhi makna khilafah yang tertera di dalam kitab-kitab fiqih.

Walhasil, menurut tinjauan syariah, khilafah sudah tegak di Indonesia, meski tidak dinamakan khilafah. Terlepas dari sikap penolakan muslimah HTI terhadap khilafah Indonesia, khilafah Indonesia tetap absah karena yang menjadi standar keabsahan suatu pendapat fiqih adalah dalil-dalil syara’ yang terperinci bukan pendapat sepihak muslimah HTI.

Bercermin kepada muslimah Hizbut Tahrir Yordania. Di halaman 268 buku Hafidz Abdurrahman yang berjudul “Kembalinya Suriah Bumi Khilafah yang Hilang” penerbit Al-Azhar Freshzone cetakan Mei 2013, disebutkan di tengah perang sipil di Suriah, Muslimah Hizbut Tahrir di Yordania mengadakan seminar Muslimah dengan tema “Sari’u Iqamatil Khilafah Himayatan li Harair as-Syam (Bersegeralah mendirikan Khilafah untuk Melindungi Wanita-wanita Syam) pada hari Ahad (28/4/2013).

Dalam seminar tersebut, Muslimah Hizbut Tahrir Yordania dengan tegas menyatakan agar Ahl Quwwah (pemilik kekuatan sipil dan militer) segera memberikan bai’atnya kepada Amir Hizbut Tahrir saat ini, yaitu al-‘Alim Atha’ Abu Rusytah, untuk menjadi Khalifah pertama. Fikrah muslimah HTI dan muslimah Hizbut Tahrir Yordania, sama saja, karena mereka satu Amir dan berambisi menjadikan Amir HT sebagai khalifah. Artinya khilafah yang dimaksud muslimah HTI, ujung-ujungnya nashbul imam juga.

Ada baiknya, Ibu Affiati, A.Ma selaku Ketua DPRD Kota Cirebon mengulang kembali pembacaan ikrar dengan suara lantang “Demi Allah, kami akan menjaga NKRI dari Faham Komunisme & Khilafah”. Tidak usah ragu berikrar menjaga NKRI dari paham komunisme PKI dan khilafah versi HTI karena menjaga NKRI dari kedua paham tersebut, tuntutan ajaran Islam.

Ayik Heriansyah, Pengurus LD PWNU Jabar

 

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru