26.1 C
Jakarta

Jasser Auda Menjawab Intoleransi Beragama Melalui Maqasid Syariah

Artikel Trending

Asas-asas IslamSyariahJasser Auda Menjawab Intoleransi Beragama Melalui Maqasid Syariah
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Agama merupakan ajaran yang oleh banyak orang dijadikan pedoman dalam menentukan sikap dan perilaku berkehidupan di dunia. Melalui agama pula manusia menaruh kepercayaan terhadap sesuatu yang ‘tidak terlihat’, dan kadang irasional, seperti halnya urusan yang gaib. Ia membentuk manusia untuk menentukan pilihan hidupnya ke dalam kelompok mana yang dianggap ‘baik’ dan mana yang dianggap ‘jahat’.

Termasuk agama Islam adalah unsur kuat dalam berkemungkinan masuk ke dalam dua kelompok tersebut, ‘baik’ dan ‘jahat’. Kenapa dikatakan demikian? karena nyatanya tidak semua orang yang berangkat dari agama yang sama, kemudian menghasilkan output yang sama pula. Melalui berbagai dinamika intelektual dan keyakinannya, seseorang dapat menjadi orang baik dan orang yang tidak baik (jahat), sekalipun dimulai dari satu unsur sama, yakni agama Islam.

Hal tersebut terjadi dikarenakan metode interpretasi yang berbeda dari orang itu sendiri. Sebagai contoh seperti orang yang meninterpretasikan suatu dalil agama secara letterlijk (baca : leterlek) atau tekstual, dan orang yang menggunakan metode interpretasi kontekstual. Ini salah satu penyebab mengapa sebuah ajaran agama yang sama dapat memunculkan sikap orang yang berbeda.

Fikih Tradisional dan Intoleransi (sebuah Problematika Masa Kini)

Dalam Islam keberadaan aturan atau pedoman dalam menjalankan kehidupan sehari-hari telah tertuang dalam literatur fikih yang telah disusun oleh fuqoha. Proses penentuan fikih tidak sembarangan, melainkan berdasarkan riset ilmiah yang berlandaskan pondasi utama yakni Al-Qur’an dan Sunnah. Oleh sebab itu, fikih bukan sebuah produk yang berangkat dari ruang hampa.

Fikih atau dalam bahasa yang lebih umum dikenal dengan sebutan Hukum Islam merupakan produk manusia yang tidak bisa dinafikan dari peran akal, sehingga sudah pasti berhubungan dengan kondisi historis-sosiologis saat itu.

Dalam kajian kontemporer, masalah manusia ternyata selalu berkembang dari masa ke masa, dan beberapa bahkan tidak tercakup secara tersurat dalam lembaran-lembaran fikih yang sifatnya tradisional. Masalah tersebut seperti merebaknya sifat yang intoleran antar umat sekalipun agamanya sama. Kondisi seperti ini memunculkan kekhawatiran yang lumrah, karena sikap intoleransi merupakan titik awal seseorang dapat menyerang orang lain dalam tahap verbal maupun non verbal. Atau dalam kondisi yang lebih serius ialah berujung pada kekerasan yang dapat mengancam nyawa.

Maqasid Syariah Jasser Auda

Rekonstruksi pemikiran senantiasa digalakkan oleh cendikiawan kontemporer yang prihatin akan hal ini, salah satunya ialah Jasser Auda. Auda merupakan ilmuan modern yang begitu konsen dengan narasi rekonstruksi tujuan adanya sebuah aturan (syariat) Islam. Mengembangkan dari rumusan As-Syatibi, Auda menawarkan sebuah solusi yang kiranya dapat menjawab problematika kekinian yang belum terjawab oleh ulama tradisional.

BACA JUGA  Pentingnya Berdakwah Kepada Keluarga 

Konsentrasi tulisan ini ialah ihwal intoleransi, atau sikap tidak menghargai dan terbuka seseorang terhadap nilai atau ajaran lain yang tidak senafas dengan apa yang dipahaminya. Contoh yang paling umum : seseorang membenci orang yang tidak seiman atau seagamanya dengannya, enggan bersalaman, enggan bersosial, dan tidak mau tahu terhadap orang itu. Lebih parahnya, ia sering kali menyerang secara verbal dengan perkataan kafir, syirik, dan sesat.

Hal ini oleh Auda ditanggapi dengan merumuskan Maqasid Syariah yang pertama yakni Hifdzu Din (menjaga agama). Auda melalui pendekatan sistem merumuskan Maqasid Syariah, menegaskan bahwa yang dimaksud menjaga agama bukan lagi semata-mata membela agama Islam dari ancaman agama lain, bukan lagi mengangkat pedang dengan dalih amar ma’ruf nahi munkar, lebih dari itu, Auda membawa kontruksi yang lebih universal yakni menjaga agama ialah dengan tidak melecehkan agama lain, menghargai penganut kepercayaan yang bersebrangan, dan menjaga kerukunan antar pemeluk agama.
Intoleransi juga tidak senafas dengan Hidzu Nafs. Dengan konsep Auda ini, menjaga jiwa bukan pula menjaga secara lahiriah namun secara batiniah, dengan tidak pernah sekalipun mengancam ketenangan pemeluk agama lain dengan dalih membela agama. Ketenangan jiwa itu dapat diwujudkan dengan wujud kasih sayang terhadap sesama, serta menjadikan manusia lain sebagai satu kesatuan yang hidup berdampingan.

Dalam Hifdzu Aqli, Auda menyerukan untuk selalu berpikir secara ilmiah dan terukur, sehingga tidak semena-mena dalam berpendapat serta berperilaku. Akal harus senantiasa dijaga dari urusan kebencian yang dapat menimbulkan kesewenang-wenangan. Adapun menjaga harta -Hifdzu Maal – Auda meluaskannya dengan seruan mempedulikan sesama melalui sedekah dan bakti sosial, sehingga kesejahteraan orang lain perihal ekonomi dapat teringankan berkat ulur tangan kita. Bukan dengan memperkaya diri sendiri, padahal dalam kekayaan itu terdapat hak orang lain.

Sementara itu urusan menjaga nasab – Hifdzu Nasab – lebih ditekankan kepada sikap yang hati-hati dalam memilih pasangan hidup, tidak sembrono, serta menjadikan bahtera rumah tangga sebagai tempat edukasi pertama dan utama untuk anak agar menjadi insan yang taat secara vertikal dan taat secara horizontal. Sehingga anak tersebut tumbuh dalam lingkaran penuh kedamaian dan anti terhadap sikap yang intoleransi.

Kelima tujuan adanya syariat tersebut dirumuskan ulang oleh Jasser Auda dalam karya fenomenalnya yang berjudul Maqasid Syariah as Philosophy of Islamic Law a System Approach (Maqasid Syariah sebagai Filosofi Hukum Islam sebuah Pendekatan Sistem). Dalam buku tersebut, nilai utama yang diangkat oleh Auda ialah tentang bagaimana melindungi Hak Asasi Manusia (HAM), dan kesetaraan antara satu insan dengan insan yang lain.

Indarka, Mahasiswa IAIN Surakarta

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru