26.1 C
Jakarta
Array

Jahitan NU dan Muhammadiyah pada Rumah NKRI

Artikel Trending

Jahitan NU dan Muhammadiyah pada Rumah NKRI
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Ketika Ir Soekarno berada dihadapan anggota Sidang Badan Penyelidikan Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), yang didirikan pada Maret 1945, dengan tenang dan lantang penuh kharisma, Soekarno mengatakan, bahwa Indonesia hendak mendirikan negara “Semua untuk Semua”, bukan satu orang, ataupun satu golongan, tetapi juga karena peran yang disepakati oleh tokoh-tokoh NU dan Muhammadiyah dalam membentuk NKRI.

Akhirnya, dibentuklah Panitia Persiapan kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sebelum PPKI melakukan rapat, tersiarlah kabar tentang jatuhnya bom atom yang menghancurkan Hiroshima dan Nagasaki. Kaisar Dai Nippon mengibarkan bendera meyerah terhadap sekutu

Kabar tersebut, disambut oleh kelompok muda, dan mendesak Soekarno dan Bung Hatta untuk segara deklarasi kemerdekaan bangsa Indonesia Pada kesempatan itu, tokoh-tokoh NU dan Muhammadiyah ikut andil dalam merumuskan bangsa dan negara Indonesia.

Kiprah Soekarno

Pasca perdebatan antara Soekarno-Hatta dan kaum muda, dalam buku “Samudera Merah Putih 19 September 1945”, Jilid 1,  karya Lasmidjah Hardi ditulisakan, bahwa alasan Bung Karno adalah nilai mistis religius.

Dengan demikian, Bung Karno memilih tanggal 17 sebagai hari pembacaan teks proklamasi kemerdekaan. Karena 17 merupakan angka suci, yang berkaitan dengan 17 Ramadhan turunya Al-Qur’an, dan 17 tepat pada hari Jum’at, juga seluruh rakaat shalat umat Islam berjumlah 17.

“Saya seorang yang percaya pada mistik. Saya tidak dapat menerangkan dengan pertimbangan akal, mengapa tanggal 17 lebih memberi harapan kepadaku. Akan tetapi saya merasakan di dalam kalbuku, bahwa itu adalah saat yang baik” jelas Bung Karno saat itu, kepada kelompok muda.

Kini, setelah memasuki usia yang ke 73, dari masa kemerdekaan bangsa Indonesia, dengan pergantian tujuh kali presiden, banyak pencapaian yang telah diraih. Tapi tak sedikit pula persoalan yang mesti diselesaikan bersama.

Kiprah NU dan Muhammadiyah dalam Membangun NKRI

Di bulan Agustus ini, yang menjadi momentum  peringatan kemerdekaan bangsa Indonesia. Telah terjadi sebuah lompatan besar dalam perjalanan bangsa ke depan. Sebagai benteng pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia sekaligus sebagai sumbuh peradaban dan perdamaian dunia.

Pertama, tentu kita masih ingat adanya pelaksanaan Muktamar NU, yang dilaksanakan pada tanggal 1 – 5 Agustus 2015, di Jombang. Dengan mengusung tema “ Meneguhkan Islam Nusantara Untuk Peradaban Indonesia dan Dunia”.

NU dan Muhammadiyah merupakan salah satu organisasi keagamaan dan kemasyarakatan terbesar yang dimiliki oleh bangsa Indonesia.

Perannya terhadap bangsa, tak ada yang menyangsikan. Sejak pra kemerdekaan hingga masa-masa mengisi kemerdekaan saat ini. Di saat negara-negara Timur Tengah yang tengah mengalami krisis politik yang banyak menjatuhkan korban jiwa. Dunia bertanya di manakah wajah Islam yang membawa kedamaian.

Justru Islam Timur Tengah menampilakan Islam keras, dengan banyaknya gerakan teroris, bom bunuh diri, dan adanya kelompok ISIS. Sehingga Islam Timur tengah memiliki streotipe di mata negara-negara dunia.

Kini, jika NU dan Muhammadiyah hidup dengan misi Islam Nusantara dan Islam Berkemajuan tentu dapat menunmbuhkan perdamaian dan memperkuat toleransi.

Misi Keislaman dan Kebangsaan

Pada Muktamar NU yang ke 33, perubahan peran dan kiprahnya, telah mengusung tema “Meneguhkan Islam Nusantara Untuk Peradaban Indonesia dan Dunia”. Sedangka, dalam Muktamar Muhammadiyah ke 47 pada tanggal 3-7 Agustus 2015 lalu di Makasar,  Sulawesi Selatan, mengusung tema “Gerakan Pencerahan Menuju Indonesia Berkemajuan”.

NU dan Muhammadiyah setidaknya melahirkan sebuah gerakan pencerahan untuk memberikan jawaban atas problem-problem kemanusiaan berupa kemiskinan, dan ketertinggalan. Dan persoalan-persoalan lainnya, yang bercorak struktural dan kultural.

Jika kita pikirkan secara seksama, seolah – olah dua sumbuh khazanah peradaban bangsa ini (Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah), saling membagi peran, untuk menjahit dan membangun kemajuan bangsa. Melihat peluang dan potensi masing-masing keduanya, serta melihat tantangan bangsa ke depan.

Jokowi Merangkul NU dan Muhammadiyah

Selain itu, kita masih ingat pidato Presiden Joko Widodo dalam sidang tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia. Setelah melakukan rushuffle (pergantian) enam menteri kabinet kerja Joko Widodo – Jusuf Kalla, yang dilantik pada hari Rabu tanggal 12 Agustus 2015 lalu. Bahwa dilakukannya perombakan kabinet, tak lain adalah sebagai langkah untuk memperkokoh sistem presidensiil.

Dan tak kalah pentingnya, menurut Jokowi adalah sebagai negara berdaulat, pada sejatinya bangsa Indonesia sedang “perang”, bukan perang fisik seperti yang dilakukan oleh para pahlawan pejuang kemerdekaan, tetapi perang untuk memenangi perdamaian, kesejahteraan, dan kehidupan rakyat yang bahagia.

Untuk mewujudkannya dalam denyut nadi kehidupan rakya Indonesia, tentulah pemerintah butuh peran dan keterlibatan kader-kader serta tokoh-tokoh dari NU dan Muhammadiyah. Dua Ormas penggagas dan pemegang sejarah bangsa Indonesia yang absah.

Di mana NU dan Muhammadiyah tak ubahnya dua rel kereta api yang baru melakukan restorasi yang siap mengantarkan penumpang kereta NKRI menuju cita-cita bangsa. Yakni, masyarakat yang adil, damai, dan sejahtera.

Meski tak sedikit tantangan dan persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini. Apa lagi di tengah tahun politik tak sedikit “campur tangan luar” yang ikut memainkan dengan berbagi bentuk dan motif yang dikemasnya untuk merusak bumi nusantara yang mengeluarkan aroma Indonesia Raya.

*Hasanuddin Tiro, Staf LPDUK Kemenpora RI

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru