27.5 C
Jakarta

Jadikan Pancasila sebagai Solusi Pencegahan Paham Radikalisme

Artikel Trending

AkhbarDaerahJadikan Pancasila sebagai Solusi Pencegahan Paham Radikalisme
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Banda Aceh-Era millenial dewasa ini masyarakat yang mengalami sekuralisasi, dedikasi moral dan krisis kepemimpinan, sehingga memantapkan niat bahwa solusi dari problem tersebut adalah Islam. Diantara indikator lahitnya radikalisasi yang tumbuh di kalangan Muslim adalah efek domino dari kebrobokan sistem sosial masyarakat yang tidak lagi mengindahkan peraturan agama. Karenanya, mereka yakin Islam mampu menyelesaikan semua problem masyarakat sehingga Indonesia harus menjadi negara Islam.

“Pemahaman sebagian muslim dengan doktrin agama yang sangat kaku, dengan seruan kembali ke masa klasik yakni Islam secara kaffah. Sikap liberal yang memahami teks berkesesuaian atau sama dengan perilaku Nabi membuat Islam sebagai agama kontekstual. Ini juga menjadi indikator lahirnya akar radikalisme di negeri ini,” kata Tgk. Iswadi Arsyad, M. Sos salah seorang pakar di bidang radikalisme yang sering diundang mengisi seminar seputar radikalisme di berbagai daerah dalam momentum hari lahirnya Pancasila, Sabtu, (6/6/2020).

Dosen IAIA Samalanga, Aceh itu juga menambahkan, kita sering mendegar ajakan jihad fi sabilillah sebagai salah satu seruan yang mereka dengungkan, namun interpretasi jihad fisabilillah oleh gerakan radikal dan teroris sebetulnya telah melenceng dari konteks hukum dalam ajaran agama Islam.

” Hal ini karena prinsip jihad fi sabilillah harus memperhatikan aspek maslahat yang tidak merugikan masyarakat. Penafsiran jihad fi sabilillah yang selain Islam adalah kafir dan wajib diperangi. Menghancurkan kemungkaran atau membunuh pelakunya adalah interpretasi yang salah dan harus diluruskan. Interpretasi tersebut jelas akan mengguncang tatanan sosial yang multikultur yang berbeda agama dan keyakinan sehingga perlu kiranya makna fi sabilillah (Jihad di jalan Allah) diinterpretasikan dengan menggunakan teori maslahat dalam maqsid syar’iyah sebagaimana yang dikemukan oleh Imam Al-Syasthibi,” sambungnya yang juga nahdiyin yang tergabung dalam pengurus NU Bireuen

Selanjutanya, putra kelahiran Pidie itu menyebutkan dalam dekade ini masyarakat yang mengalami sekuralisasi, dedikasi moral dan krisis kepemimpinan, sehingga memantapkan niat bahwa solusi dari problem tersebut adalah Islam. Radikalisasi yang tumbuh di kalangan Muslim adalah efek domino dari kebrobokan sistem sosial yang tidak lagi mengindahkan peraturan agama. Karenanya, mereka yakin Islam mampu menyelesaikan semua problem masyarakat sehingga Indonesia harus menjadi negara Islam.

BACA JUGA  Tim Dai Polri dan Pendeta Lakukan Operasi Madago Raya Cegah Radikalisme

Tokoh agamawan muda yang akrab disapa Abah Iswadi menagatakan Pancasila merupakan solusi berlangsungnya radikalosme di Indonesia. Dalam karakteristik nya pancasila mengadung beberapa nilai antara lain : pertama nilai ketuhanan, berarti kewajiban bagi seluruh masyarakat Indonesia untuk memeluk agama. Tidak ada ajaran kekerasan dalam agama apapun di Indonesia. Kedua, nilai persatuan. Indonesia terdiri dari berbagai macam budaya, ras dan agama, bersatu menjadi kesatuan yakni bangsa Indonesia. Ketiga, nilai Keadilan sosial. Masyarakat harus mendapatkan hak dan pemberlakuan yang sama dalam sosial sebagaimana telah diatur dalam UUDNRI 1945. Keempat, nilai kesejahteraan dan kerakyatan.

“Nilai tersebut bermakna hak bagi masyarakat Indonesia mendapatkan kehidupan yang layak. Nilai-nilai tersebut menjadi jawaban bahwa pancasila adalah pemersatu bangsa yang dapat menumpas radikalisme di Indonesia, karena paham radikal sangat bertentangan dengan ide dan karakteristik Pancasila,” ulasnya.

Selanjutnua, guru senior Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga juga menjelsakanKehadiran ulama dan lembaganya dalam masyarakat baik melalui majlis ilmu, dzikir maupun dakwah lainnya secara tidak langsung ikut mencegah paham radikal dan terorisme di Nusantara. Paham radikalisme tidak ada di lingkungan dayah. Di dayah, santri diajarakan tastafi (tasawuf, tauhid dan fiqh). Siapa yang mengamalkan ilmu dalam tiga dimensi itu tentu akan melahirkan kedamaian dan jauh dari pengaruh hawa nafsu.

“Dayah merupakan laboratorium di mana tempat memperbaiki segala hal yang tidak baik dan akan melahirkan sosok yang berintegritas secara keilmuan dan menjunjung tinggi akhlakul karimah,” jelasnya.

Terakhir Ketua Prodi PMI IAI AI-Aziziyah Samalanga mengungkap bahwa radikal terbagi dua. Radikal dalam arti sebuah perjuangan, dan radikal dalam aqidah, politik, dan lain-lain. Dayah tidak melahirkan faham radikalisme, apalagi terorisme. Paham radikalisme lahir akibat seseorang tidak mempelajari ilmu agama secara utuh dan kaffah. Tidak bisa kita pungkiri, sederet aksi terorisme selama ini menggunakan simbol umat Islam. Namun, setelah kita telusuri teroris tersebut memang tidak paham agama dengan cara belajar agama secara otodidak dan tidak bersanad.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru