Harakatuna.com. Jakarta – Isu serangan teroris merebak jelang bergulirnya turnamen sepak bola terakbar sejagad raya, Piala Dunia 2022 di Qatar, 20 November hingga 12 Desember mendatang.
Laporan media di Eropa menyebut kelompok teroris ISIS sedang merencanakan serangan saat hajatan Piala Dunia 2022 berlangsung di Qatar yang notabene negara Islam. Disebutkan bahwa kelompok teroris ini menggunakan media sosial yang mendapat dukungan dari beberapa negara untuk melancarkan serangan selama kompetisi.
Piala Dunia FIFA 2022 akan dimulai kurang dari seminggu di Qatar, dan menurut Marca, aplikasi pesan sosial Telegram digunakan sebagai platform bagi pendukung ISIS untuk saling mengirim pesan rahasia.
Rencananya adalah mengatur serangan dengan targetnya adalah negara-negara peserta yang selama ini anti-Islam. Media Spanyol, termasuk La Razon, mengklaim telah melihat bocoran pesan Telegram itu, di mana ISIS menargetkan anggota Koalisi Global.
Serangan itu tampaknya ditujukan kepada suporter tim nasional seperti Kanada, Belgia dan Prancis, dan lainnya. Serangan itu diberi label sebagai ‘kampanye pembersihan’ dan teroris didorong untuk menjadi bagian dari Piala Dunia di Qatar untuk ‘mencetak gol’.
Beberapa pesan samar, tetapi yang lain langsung menyerukan tindakan ‘kekerasan dan biologis’ terhadap musuh Negara Islam.
Tak perlu jelaskan, para teroris tahu bahwa akan ada pertemuan massal warga dari negara-negara yang telah bekerja melawan terorisme, dan mereka mendapat ‘kesempatan emas’ untuk mengidentifikasi target mereka dan meluncurkan serangan.
Suporter yang melakukan perjalanan juga akan menghadapi kemungkinan mendapat masalah dengan penegakan hukum karena hukum dan tradisi Islam yang ketat di Qatar.
Sekarang, tampaknya mereka juga akan berada dalam posisi rentan terhadap teroris. Terkait isu terorisme itu, Qatar berjanji untuk menjaga perdamaian dan menjaga keamanan pengunjung, dan masih harus dilihat apakah semuanya akan berjalan lancar.
Tapi soal perlikau LGBT yang diklaim negara-negara Eropa melanggar hak asasi manusia tampaknya tidak bisa ditolerir oleh Qatar, meski masalah ini sudah jadi sorotan jelang Piala Dunia 2022.