25.9 C
Jakarta

Islam Tidak Perlu Dibela

Artikel Trending

Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Dalam sebuah status Facebook saya menulis begini: Islam nggak perlu dibela. Islam udah kuat. Yang perlu dibela hanyalah orang yang lemah. Membaca status ini netizen dibikin kejang-kejang seakan saya menista Islam, bahkan merendahkan Islam. Padahal, sedikitpun saya tidak bermaksud merendahkan. Saya bangga memeluk Islam, tanpa merendahkan agama yang saya anut dan agama-agama yang orang laik peluk.

Kekuatan Islam sering disandarkan kepada sebuah hadis yang populer: Al-Islam ya’lu wa la yu’la alaih. Islam itu kuat dan tidak ada yang melemahkannya. Hadis ini sesungguhnya menegaskan bahwa Islam bukanlah agama yang lemah sehingga perlu dibela, tapi Islam jelas agama yang kuat sehingga membela kaum-kaum yang lemah.

Pembelaan Islam terhadap kaum yang lemah diawali dengan sebuah motivasi: Janganlah kamu bersikap lemah dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman. (QS. Ali Imran [3]: 139). Motivasi ini sama sekali tidak merendahkan kelompok lain yang berbeda pandangan atau keyakinan. Islam lebih mengajak pemeluknya untuk terus bangkit berkompetisi yang sehat sehingga dapat meraih masa depan yang gemilang.

Pada akhir ayat tersebut disebutkan orang-orang yang beriman sebagai standar kebangkitan umat Islam dari keterpurukan. Seringkali kata mukmin diinterpretasikan dengan keliru, yaitu mengagungkan mati-matian agama Islam dan merendahkan agama-agama lain. Disebutkan dalam QS. al-Anfal [8]: 2, yang berbunyi: Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. Orang yang beriman akan selalu menjaga dirinya melakukan sesuatu yang amoral, seperti tuduhan penistaan agama, merendahkan pemerintah, dan menyesatkan keyakinan orang lain. Karena, mereka merasa diawasi oleh Allah.

Karena itu, orang yang beriman akan menjadi pribadi: yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. (QS. al-Anfal [8]: 3). Selanjutnya, ditegaskan pada ayat 4: Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki (nikmat) yang mulia. Intinya, orang yang beriman bukan hanya memenuhi kebutuhan secara vertikal, beribadah kepada Sang Pencipta, namun pula mengikutkan kebutuhan secara horizontal, berbuat baik terhadap sesama.

Berbuat baik terhadap sesama diwujudkan dengan menolong orang yang lemah sehingga bangkit menjadi sosok yang kuat, mencegah tindakan-tindakan ekstrem-radikal agar persaudaraan tetap utuh, dan menghormati orang lain, bukan karena kepentingan, tetapi karena perintah Tuhan. Sebelum Islam datang, status perempuan dipandang sebelah mata, sehingga saat Islam datang, status perempuan mulai diperhitungkan dan mendapat pembelaan. Status perempuan dipandang setara dengan laki-laki. Disebutkan dalam QS. an-Nahl [16]: 97, yaitu: Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.

Perbuatan baik terhadap sesama dapat juga diekspresikan dengan menghormati keyakinan orang lain yang berbeda. Tidak dibenarkan merendahkan keyakinan orang lain. Disebutkan dalam QS. al-An’am [6]: 108, yang artinya: Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.

Selain itu, Islam memuliakan manusia dengan diperintahkannya zakat. Dikemukakan pada QS. al-Baqarah [2]: 43, yaitu: Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk. Perintah zakat disebutkan setelah perintah shalat pada ayat ini mengingatkan kepada umat Islam untuk selalu mengawinkan ibadah vertikal (shalat) dan ibadah horizontal (zakat). Perintah zakat disebutkan sebagai bagian rukun Islam dalam sebuah hadis Nabi Muhammad: Islam dibangun di atas lima hal: kesaksian sesungguhnya tiada Tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad utusan Allah, melaksanakan shalat, membayar zakat, haji, dan puasa Ramadhan. (HR. Bukhari Muslim).

BACA JUGA  Mengatasi Kemiskinan dengan Memiskinkan Koruptor atau Menaikkan Gaji Pejabat?

Perintah zakat ini bertujuan untuk membantu orang yang miskin. Paling tidak dengan zakat itu, mereka dapat bertahan hidup. Lebih dari itu, zakat itu dijadikan modal usaha, sehingga tumbuh dan berkembang berlipat ganda. Zakat itu juga menyadarkan orang yang mampu bahwa semua manusia bersaudara. Saudara itu ibarat satu tubuh. Bila tubuh itu merasakan sakit, maka semua tubuh akan merasakannya. Manusia pun begitu, sehingga empati itu akan tumbuh dengan sendirinya saat melihat saudaranya berada dalam nasib yang kurang menguntungkan.

Uraian tersebut paling tidak dapat menyadarkan umat Islam untuk selalu menjadi manusia yang berbuat baik kepada orang lain tanpa pandang status, karena semua manusia, meski agamanya bukan Islam, bersaudara. Karena itu, penting membela saudara sendiri yang lemah, sehingga bangkit menjadi sosok yang kuat. Dengan membela orang lemah sesungguhnya itu sudah membela Islam.[] Shallallah ala Muhammad.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru