27.5 C
Jakarta

Islam Otentik Menolak Separatisme

Artikel Trending

Milenial IslamIslam Otentik Menolak Separatisme
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Usaha membendung arus separatisme dan radikalisme  tidak bisa dilakukan hanya dengan menolak paham separatisme radikal atau menangkap pelaku teror. Melainkan memerlukan sebuah aksi pemerintah dan dakwah agama (Islam) otentik berkebudayaan yang berkesinambungan dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat. Semua otoritas, penganjur dan pengikut agama di sini perlu disenergikan.

Strategi Menolak Separatisme

Separatisme memiliki strategi canggih. Dari itu, semua aparat dan penganjur agama-agama perlu bermufakat bahwa tidak ada agama yang anti kemanusiaan dengan menganjurkan teror, pemenggalan, aksi kekerasan dan penggulingan pemerintah yang sah. Di sini, seluruh semua masyarakat dan semua penganut agama harus menerima dan menyadari dulu dasar-dasar negara dan agama bahwa prinsip agama hanya pengacu pada satu nilai: kemanusiaan.

Dari situ, otomatisasi seluruh masyarakat dan pendakwah dan umat agama (Islam) mempromosikan tindakan yang santun, ramah, dan berakhlak mulia. Disamping itu, meraka secara langsung (akan) menolong kaum yang menderita, dan peduli pada orang-orang yang mustadifin, plotetar, pinggiran, dan yang tertindas.

Karena separatisme dan radikalisme berawal dan merupakan gejala sosial dan agama, maka cara deradikalisasi dilakukan dengan cara harmonisasi sosial dan agama. Maka itu, kegiatan counter terhadap separatisme dan radikalisme harus melibatkan peran serta politisi, para tokoh hukum adat, juru dakwah (da’i), khatib, para mubaligh, guru agama dan para tokoh masyarakat untuk menyebarkan paham sosial dan ajaran Islam otentik humanis: yaitu Islam menolak tindakan separatisme seperti dilakukan Benny Wenda di Papua. Para politisi, para tokoh hukum adat, juru dakwah (da’i), khatib, para mubaligh, guru agama mereka yang punya peran sentral dalam melakukan perubahan cara pandang sosial dan keagamaan yang lebih toleran serta menghargai sesama.

Praksisnya, salah satu strateginya adalah dengan melakukan pembinaan dan melatih semua komponen masyarakat. Baik juru dakwah dan khatib bersadarkan cara pandang baru tentang negara bangsa dan tafsir agama yang lebih humanis. Tafsir negara bangsa dan agama ini diletakkan sebagai jihad untuk membela mereka yang tertindas dan menderita tanpa pandang bulu/paham etnis/keagamaan dan kepemelukan sebagaimana yang dicontohkan Rasul SAW. Disamping itu memberikan modul dan pemberdayaan material.

Pendekatan Berkebudayaan

Satu tujuan utamanya berbangsa-bernegara dan bernegara adalah untuk menebarkan pemahaman humanisme bangsa dan agama (Islam) yang otentik dengan sinergi/kolaborasi bersama entitas kelompok-kelompok lain, baik etis, suku, dan keagamaan. Di sini, seharusnya para negarawan dan juru dakwah agama memainkan peran secara sosiologis untuk membendung segala macam rupa problem sosial (separatisme) guna memberi rasa aman pada semua pihak. Khususnya tidak membuat Indonesia tercabik-cabik dan bubar.

Di sini juga perlu penyadaran rasa tanggungjawab manusiawi sebagai satu kesatuan bahwa kita manusia sesungguhnya bernegara, berbangsa, dan bersaudara dalam satu rumah tangga: Indonesia. Maka itu jalan keluar yang perlu dilakukan adalah tidak lain melihat jangka panjang dengan cara memberi penanaman pilar-pilar kebangsaan yang otentik adil.

BACA JUGA  Menjaga Toleransi dan Moderasi Bukan Perbuatan Tercela

Modul training mereka bagikan secara merata yang memuat ajaran inti kebangsaan dan keislaman yang ramah. Kemudian, ketersediaan agenda buat mereka harus dilakukan secara komprehensif dengan saluran tema-tema kebangsaan dan Islam yang mudah dipahami sebagai usaha meredam separatisme dan radikalisme di tubuh jamaah dan masyarakatnya serta umat manusia.

Selanjutnya, pengembangan tersebut harus dibarengi dengan pembelajaran kebudayaan sosial dan norma adat yang ramah sebagai perlawanan pada separatisme dan radikalisme agama. Disamping itu juga, masyarakat disertai pada pembangunan dan pengembangan usaha ekonomi. Misalnya, melakukan pelatihan wirausaha akar rumput bagi masyarakat, para pendakwah, jamaah, dan kelompok separatis radikal. Pemberian modal pemahaman moderat dan pemberian modal usaha ekonomi kepada mereka (Bilverr Sigh & Abdul Munir Mulkhan, 2012).

Jika sudah dilakukan, praktik kebangsaan, keagaman dan kebudayaan mereka mulai ditingkatkan. Praktik kebangsaan, keagamaan dan kebudayaan dikembangkan sebagai proses sosial keummatan. Pada tahapan ini, dialog sosial kebangsaan dan agama serta kebudayaan membuka peluang bagi negoisasi sosial-agama dan politik di antara suku, etnis dan pemeluk agama dan paham yang berbeda. Bahkan kepada mereka yang masih tetap setia melakukan doktrin “anti Indonesia dan anti tradisi rakyat,” untuk direkatkan kembali sebagai pencegahan kembali teror agama dan lebih memihak pemecah masalah kemanusiaan dibadingkan saling tuduh dan saling klaim atas kebenaran.

Dari situlah, ajaran kebangsaan Islam dan kebudayaan menjadi proses transendensi yang menerobos pembatas dan sistem sosial politik, kelas, etnisitas dan batas kultural-natural geografis. Dari sini pula, letak Al-Quran sebagi hudan (petunjuk) dan furqan linnaas (pembeda atau penerang bagi manusia) serta bayyinat min al-huda (pencerah atau penjelas dari beragama petunjuk dan paradigma hidup (Abdul Munir Mulkhan, 2012).

Pemahaman demikian, sangat memungkinkan berkembang menjadi solusi kebangsaan jika kita bisa meyakini bahwa negara Indonesia dan surga dan ajaran Tuhan memang satu. Tetapi jalan untuk masuk kesana pintu-pintunya begitu banyak. Serta pemahan terhadap ajarannya sangat beragam. Dengan keyakinan ini, menjadi mungkin pengembangan kebangsaan dan keagamaan dan sosial menjadi basis menyatukan seluruh aliran dan sukuisme. Lebih dari itu, nilai-nilai kebangsaan yang tertancap di dada Garuda, bisa bertempat dan masuk ke lumbung hati semua umat manusia dan menjadikan mereka saleh secara kebangsaan, sosial, ritual, dan virtual. Tapi yang perlu kita ketahui, bahwa Islam dan agama lainnya, menolak tindakan separatisme.

Agus Wedi
Agus Wedi
Peminat Kajian Sosial dan Keislaman

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru