32.9 C
Jakarta

Islam Kultural dan Pola Dakwah Radikal

Artikel Trending

KhazanahIslam Kultural dan Pola Dakwah Radikal
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Islam Indonesia menawarkan idiom menarik mengenai model keberagamaan. Di sini, keberagamaan dilihat dari gerak kekinian, bersifat majemuk, dan terlibat atas pergulatan Islam itu sendiri. Mendeskripsikan fakta menarik tentang gambaran pergulatan Islam di wilayah Indonesia. Dengan begitu Islam Indonesia dapat diartikan sebagai Islam moderat, dan pada satu titik berwajah kultural. Namun, bukan berwajah radikal.

Sayangnya, pembelajaran tentang Islam Indonesia sering berhenti pada aspek sejarah yang kolot akan budaya. Hal ini terjadi karena sejarah hanya dipahami secara deskriptif. Tidak ada penghayatan ataupun studi lebih lanjut untuk memahami sejarah secara terang benderang. Sehingga yang tampil adalah Islam yang penuh amarah dan intoleran.

Nilai inilah yang mengubah Islam menjadi gerakan radikal. Islam dibawa ke arah baru yaitu politik-isme (kekuasaan) sebagai agenda dakwah instan. Mereka yakin, hanya melalui jalur politik, Islam akan berjaya menandingi kekuasaan Barat yang begitu pongah. Dan hanya melalui politik, hukum Allah bisa ditegakkan secara sempurna dan hukum-hukum sekuler akan terpinggirkan dengan sendirinya.

Tentu pemahaman Islam seperti ini dapat mengancam kesatuan bangsa. Mengingat Indonesia adalah negara multikultural yang sangat sulit menegakkan kepemimpinan atas nama satu agama. Di sisi lain, di Indonesia Islam tidak memerlukan agenda politik untuk menegakkan maknanya. Islam hanya butuh kebudayaan, karena disana sudah tumbuh tradisi masyarakat yang memiliki nilai dan makna mendalam tentang ajaran agama Islam.

Akhirnya Islam dapat membumi dengan sendirinya, melalui proses saling memahami antarnilai dan antarbudaya bukan melalui pemaksaan hukum syariat yang diterapakan. Maka, wajah Islam tidak selalu bermadzhab pada Arab, karena makna Islam sendiri telah mengakar kuat pada kualitas budaya masyarakat Indonesia.

Wajah Islam Radikal dan Kultural

Dari uraian tersebut, didapatlah sebuah kesimpulan bahwa Islam sendiri terbagi menjadi dua gerakan yaitu, kultural dan politik. Wujud Islam radikal digambarkan pada gerakan Islam politik karena menjadikan kekuasaan sebagai target utama dakwah, melalui strategi kekerasan dan pemaksaan. Sedangkan gerakan Islam kultural menggambarkan bentuk Islam yang lebih dinamis. Dimana Islam bisa berkomunikasi dengan budaya dan menjadikan menyebarkan makna Islam melalui nilai-nilai budaya tersebut.

Perwujudan Islam kultural ini sangat penting dilakukan untuk mengeliminir gerak politik Islam radikal, karena Islam sendiri telah bersemayam dalam wujud kebudayaan. Hal ini semakin dipermudah dengan keadaan masyarakat Indonesia yang telah terpribumisasi oleh kebudayaan.

BACA JUGA  Takjil War: Antara Harmoni Kemanusiaan dan Kerukunan Beragama

Maka untuk menghabat laju ideologi radikalisme Islam, tidak hanya dilakukan melalui perang pemikiran radikal melawan gagasan moderat saja. Akan tetapi diperlukan upaya dengan gerakan kembali kepada Islam Indonesia sebagai wahana pencegahan paham radikal. Artinya, ketika kaum radikal mengusung gerakan Arabisasi Islam, kita dapat menghadangnya dengan Islam kultural yang tertera pada pola tradisi masyarakat Indonesia. Tentunya pola Islam kultural sudah terbukti mampu menjernihkan nilai-nilai toleransi bangsa. Sehingga banyak perbedaan pada bangsa Indonesia dapat teratasi oleh tingginya rasa toleransi.

Jadi Islam yang kita bawakan adalah Islam berwujud budaya. Yang dimaksud budaya disini adalah budaya Indonesia itu sendiri, sehingga tidak selalu mengarah pada Arab. Akhirnya Islam inilah yang lebih diminati masyarakat, karena Islam radikal yang dibawakan berlawanan dengan budaya yang sudah mengakar di masyarakat.

Program pesantren serta peran organisasi Islam moderat menjadi bukti bahwa Arabisasi Islam tidak bisa leluasa menyebarkan ajarannya di Indonesia. Berbagai aktivitas yang dilakukan organisasi moderat ini, seperti tarekat, pengajian, serta tahlil terbukti ampuh melawan gerakan radikal yang gencar disuarakan. Maka, mengembangkan tradisi kultural menjadi wajib guna membendung arus radikalisme yang menyerang bangsa Indonesia.

Menggerakkan Kebudayaan

Hal ini niscaya dilakukan karena pola perwujudan Islam kultural adalah pendidikan. Tentu menempatkan pendidikan sebagai domain kebudayaan merupakan langkah yang strategis. Karena hanya melalui pendidikanlah sebuah kebudayaan dapat menyentuh nilai kesadaran. Wilayah yang menjadi titik utama penggerak perilaku manusia dengan bantuan akal budi.

Pada akhirnya, kebudayaan yang mengandung nilai agama lebih bisa mempersatukan bangsa multikultural dibandingkan gerakan Islam dengan menggunakan pemaksaan. Dengan begitu, marilah kita bersama-sama membangkitkan budaya sebagai pendobrak kualitas agama. Menjadikan budaya bangsa sebagai dogma suci dalam melangkah dan bertindak.

Din Syamsudin pernah berkata “Indonesia punya dua modal besar untuk membangun kerukunan umat beragama. Pertama semua umat agama di Indonesia mengakui kebhinekaan dan kemajemukan. Kedua, bangsa ini jauh-jauh hari sebelum merdeka telah sepakat untuk membangun kehidupan bersama melalui sumpah pemuda yang kemudian diperkuat dengan Pancasila dan UUD 1945 dengan ciri kebangsaan Bhineka Tunggal Ika.” Maka sudah kewajiban kita untuk menjaga semua itu.

M. Nur Faizi
M. Nur Faizi
Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Bergiat sebagai reporter di LPM Metamorfosa, Belajar agama di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi-ien Yogyakarta.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru