34 C
Jakarta
Array

Islam Buku dan Islam Kehidupan

Artikel Trending

Islam Buku dan Islam Kehidupan
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Tidak ada satupun makhluk di dunia ini yang sepenuhnya mampu memahami ayat-ayat Al-qur’an sebaik pemahaman Rasulullah SAW. Pemahaman kita hanya sekian kecil dan itu sudah lumayan daripada tidak paham sama sekali. Dan Nabi SAW paham betul tentang kondisi otak-otak kita, maka beliau menguatkanya dengan nasihat atau perkataan ( hadist ). Dan ternyata kita masih tidak paham-paham juga, maka sebagai alternatif terakhir, beliau mewanti-wanti kepada kita: “Ikutilah aku, tirulah aku atau contohlah aku”.

Dari situ kita bisa melihat bahwa di zaman nabi SAW para sahabat menjadikan Al-qur’an dan hadist sebagai pedoman dan Rasulullah SAW sebagai panutan atau tauladan yang utama. Tempat menyerahkan setiap permasalahan dalam mengambil keputusan. Mereka menyaksikan bagaimana cara Nabi mengemas islam dan kehidupan menjadi satu. Mencontoh bagaimana cara Nabi bersosial, bermasyarakat, berbudaya, dan bernegara. Sampai hal-hal yang bersifat pribadi dan intim, dan yang sangat intim.

Kemudian apa yang para sahabat pelajari dan tiru dari Rasulullah SAW, kemudian mereka tularkan dan contohkan kepada generasi selanjutnya yaitu tabi’ien. Generasi tabi’ien menularkan dan mencontohkan kepada generasi selanjutnya yaitu tabi’ut tabi’ien, lalu kepada salafush shalih, lalu kepada ulama’ul karim, lalu sampailah kepada kita ( semoga ).

Mereka ( ulama ) adalah pembimbing kita , panutan kita saat ini. Jalan kita untuk mengenal Nabi Agung Muhammad SAW, dan jalan untuk kembali kepada Allah SWT.

Inilah islam yang sesungguhnya. Islam yang mengalir dari jantung ke jantung, dari generasi ke generasi.

Di zaman sekarang ini, kita sering menyaksikan sebagian dari kita ada yang bertindak seolah-olah paling paham Al-qur’an dan hadist. Seolah-olah pemahaman mereka setara dengan pemahaman Nabi, sehingga mereka cenderung memaksakan kehendak. Yang tidak sepaham dengan mereka di anu-anukan, yang beda memilih pemimpin digitu-gitukan, Indonesia yang tidak apa-apa diapa-apain. Ketika dirunut rekam jejaknya ternyata mereka hanyalah penggemar fanatik. Pembaca buku yang tidak tahu siapa penulisnya sehingga apa yang mereka pahami dari buku tersebut, berbeda dengan sikap dan perilaku sang penulis buku itu sendiri.

( Oleh: Kang Athok )

  

[zombify_post]

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru