30 C
Jakarta

Ini Penjelasan Kalimat Pemolisian Masyarakat pada Perpres Anti Ekstremisme

Artikel Trending

AkhbarNasionalIni Penjelasan Kalimat Pemolisian Masyarakat pada Perpres Anti Ekstremisme
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Jakarta Peraturan Presiden (Perpres) nomor 7 Nomor 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme (RAN-PE) menuai polemik di masyarakat. Padahal Perpres anti ekstremisme tersebut dapat mengaburkan ketangguhan masyarakat terhadap paham ekstrimisme.

Director Executive Wahid Foundation, Mujtaba Hamdi SHI, M.Si, mengatakan bahwa sebetulnya yang menjadi kontroversi di masyarakat adalah karena adanya kata-kata pemolisian masyarakat atau community policing . Padahal menurutnya hal tersebut kalau bahasanya diganti dengan ronda keliling tentu tidak akan menjadi masalah padahal gagasannya sebetulnya perpres anti ekstremisme arahnya ke sana.

Tetapi kan tidak bisa bahasa seperti ronda keliling itu dimasukkan ke dalam dokumen resmi seperti Perpres anti ekstremisme. Tapi intinya adalah penguatan daya lenting atau resiliensi di masyarakat. Jadi masyarakat punya kemampuan untuk menangani, ”ujar Mujtaba Hamdi SHI, M.Si, dalam rilis yang diterima redaksi Harakatuna di Jakarta, Kamis (21/01/2021).

Pun kemudian menurutnya, ketika dini masyarakat terhubung dengan otoritas yang berwenang sehingga tidak hakim utama sendiri. Sehingga dari deteksi dini ini menurut Mujtaba, masyarakat akan memiliki juga kemampuan kohesi sosial, agar bagaimana mencegah potensi konflik dari isu yang kerap dieksploitasi oleh kelompok ekstrimis ini.

”Hal tersebut dapat dicegah jika dideteksi lebih awal, hanya memang bahasa kepolisian komunitas ini belum terlalu akrab di telinga masyarakat kita. Dan kami sendiri dari Wahid Foundation juga mengapresiasi terbitnya Perpres RAN-PE ini, ”tutur Mujtaba.

Lebih lanjut pria yang juga dosen Sosiologi dari Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA) itu mengungkapkan bahwa pihaknya menilai bahwa kebijakan ini adalah sebagai usaha dari negara untuk melakukan perlindungan terhadap hak rasa aman dari warganya. Kemudian menurutnya, RAN-PE ini juga melakukan pendekatan dengan cara menarik pemerintah dan menarik pendekatan masyarakat .

“Karena tidak hanya melibatkan banyak Kementerian dan Lembaga (K / L) saja, tetapi juga masyarakat umum, sehingga pendekatannya partisipatif. Ini juga sesuai karena menjadi target untuk mencegah ekstrimisme kekerasan ini bukan hanya peristiwa esktrimisme kekerasannya saja, tetapi bagaimana mencegah faktor-faktor yang menjadi pendorong kemunculannya, ”jelasnya.

Selain itu, pria yang berpengalaman dalam isu kebebasan berekspresi dan pluralisme itu juga menyebut bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya ekstrimisme kekerasan ini cukup kompleks dan multi aspek. Sehingga menurutnya perlu pendekatan yang luas dan banyak sektor perlu terlibat di sini.

BACA JUGA  KPP Lakukan Campaign Perdamaian Melalui Film

Tentunya BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) sebagai koordinator penanggulangan terorisme dapat melakukan pengawasan segera dengan K / L terkait. kemudian buka konsultasi dengan masyarakat sipil untuk membuka ruang diskusi terkait hal ini, ”ucapnya.

Oleh karena itu pemimpin Redaksi penulis sekaligus majalah Syir’ah ini menyampaikan bahwa BNPT harus juga Ciptanya melakukan sosialisasi kepada K / L dan masyarakat secara intensif terkait RAN-PE ini. Karena menurutnya hal ini juga, semakin menajamnya keterbelahan di masyarakat yang dipicu oleh ideologi ekstrimisme kekerasan dan hal itu penting untuk di awal.

”Kalau kemudian ini dituduh penyalahgunaan kekuasaan dan menciptakan pembelahan di masyarakat, kita harus merespon bahwa justru justru dibuat sebagai upaya untuk tidak mempertajam pembelahan masyarakat yang diakibatkan oleh ideologi yang ekstrimis itu,” ujar mantan Direktur Eksekutif MediaLink itu.

Oleh sebab itu dalam rangka sosialisasi RAN-PE, ia berharap BNPT dapat menggandeng kelompok keagamaan yang memiliki basis massa yang cukup luas untuk kemudian bersama-sama menyatakan bahwa RAN-PE hadir sebagai upaya pemerintah untuk mencegah paham ekstrimisme kekerasan di masyarakat.

”Saya kira itu yang harus dilakukan oleh tidak timbul kesalahpahaman di masyarakat. Karena kalau soal penegakan hukum, saya kira sudah ada protokol sendiri untuk itu. Penguatan resiliensi di masyarakat ini penting karena bisa juga untuk menghindari pemerintah secara eksesif di masyarakat, ”kata peraih gelar Master bidang Antropologi, FISIP Universita Indonesia ini.

Karena menurutnya, jika yang terkait dengan daya tahan masyarakat ini juga mendukung oleh kepolisian, justru bisa berjalanyam. Oleh karena itu ia berpendapat bahwa memang harusnya yang bergerak adalah masyarakatnya dalam mendukung Perpres anti ekstremisme ini. Sementara pemerintah memfasilitasi bagaimana masyarakat ini memiliki ketahanan , daya tahan tinggi dan punya kemampuan untuk cegah dini, tanggap dini, tanpa harus semuanya melibatkan aparat keamanan.

Karena menurut saya akan menjadi tidak sehat jika semua aspek, seperti polisi tempat kejadian atau kejadian di tempat kejadian. Nah hal inilah yang tidak dilhat secara menyeluruh oleh beberapa pihak diluar sana, ”katanya berhenti.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru