32.9 C
Jakarta

Indonesia Pasca Tragedi Kekerasan India

Artikel Trending

KhazanahIndonesia Pasca Tragedi Kekerasan India
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Kekerasan kembali terjadi, konflik sektarian antara umat Islam dan Hindu berujung pada pembakaran masjid di Ibu Kota India, New Delhi. Publik bertanya, apakah fenomena ini tragedi ekstremisme kekerasan atau kemanusiaan? Dua tragedi tersebut bukan persoalan sederhana, meskipun 13 orang tewas, dan 150 orang terluka. (Sindonews.com 26/02/2020)

Kini, India membuat sejarah kelam di tengah minoritas umat Islam. Selama ini, Islam yang dipandang agama produk ekstremisme, radikalisme, dan terorisme. Pada kenyataannya, pasca eksistensi ISIS, dan Jamaah al-Qaeda. Setiap aksi terorisme hingga kekerasan atas nama agama yang teridentifikasi umat beragama tertentu.

Tidak hanya umat Islam yang ikut prihatin atas fenomena tersebut. Namun, semua umat beragama menyayangkan, karena kekerasan itu menunjukkan adanya budaya kematian. Sikap kelompok mayoritas (Hindu) di India yang intoleran telah menimbulkan dua tragedi yang bersamaan. Yaitu, kekerasan dan kemanusiaan.

Dalam praktik keberagamaan kita, semua agama tidak mengajarkan umatnya untuk berbuat kekerasan. Apalagi ekstremisme kekerasan atas nama agama tertentu, bukankah agama itu mengajarkan kita untuk hidup saling menghargai sebagai wujud negeri toleransi. Baik itu, antara kaum mayoritas dan minoritas.

Pembakaran atau perusakan rumah ibadah, dan kekerasan demi kekerasan atas nama agama mulai bertambah meningkat. Lalu, apa langkah dan sikap pemerintah India pasca tragedi kekerasan dan kemanusiaan ini? Bagaimana efek sampingnya menghadapi persoalan ini bagi negara yang mayoritas Islam, terutama Indonesia? Mungkinkah Indonesia mengurai kembali tragedi kekerasan Jilid II? Apa respon umat beragama? Bagaimana psikologi umat Islam secara keselurahan.

Pada kenyataannya, kebebasan umat beragama tidak selalu menjamin bahwa potensi konflik atau kekerasan itu dapat terjamin oleh sistem keamanan. Persoalan ini cukup memungkinkan tokoh agama dan pemerintah India akan mengatasi tragedi kekerasan dan kemanusiaan antara kaum minoritas dan mayoritas. Harapannya tentu fenomena tersebut menjadi tanggung jawab kita sebagai umat beragama.

India Musim Kekerasan

Di tengah krisis toleransi agama di dunia, persoalan intoleransi semakin menguat pasca munculnya banyak konflik sosial dan konflik agama itu terjadi. Di sisi lain, paham kekerasan atas nama agama kian marajalela. Sehingga semata-mata nilai-nilai agama tidak lagi mengajarkan teladan kemanusiaan terhadap banyak umat. Sehingga dapat merugikan kita semua sebagai umat yang diajarkan kebaikan.

Hadis Nabi SAW bersabda (الدين النصيحة). Artinya, “Agama adalah nasehat”. Nasehat agama konteksnya dengan kebenaran, jika nasehat agama digunakan untuk menciptakan kejahatan, kerusakan, keburukan, dan kekerasan. Maka yang terjadi korban kemanusiaan, agama itu belas kasih. Tidak hanya Islam, bahkan semua agama.

Kekerasan yang menggunakan simbol agama tertentu merupakan tindakan terkutuk dan biadab. Nasehat-nasehat tentang kesejukan beragama perlu kita pahami dalam konteks menjaga harmonisasi sosial tanpa membeda-bedakan latar belakangnya apa dan dari mana asalnya (suku, agama, rasa, dan antar golongan).

The Wahid Fondation memberikan definisi tentang ekstremisme kekerasan (Violent Extremism) dalam penelitiannya, “Ekstremisme kekerasan di atas adalah (1) mengharuskan komponen non-fisik baik melalui dukungan maupun advokasi; (2) tidak harus selalu untuk tujuan agama (pemerintah Australia) atau agama bukan tujuan keseluruhan (USAID) (3) dapat memiliki tujuan politik. Kemungkinan alasan kenapa USAID tidak memasukkan tujuan keagamaan dapat ditemukan dalam riset Robert Pope.[hal. 11]

BACA JUGA  Pilpres, Momentum Berbaik Sangka Sesama Bangsa

Dalam konteks kekerasan, di India tampak ada misi atau tujuan agama dan tujuan politik. Kedua persoalan ini memang perlu peran banyak pihak untuk meredam potensi kekerasan. Agar tidak berulang kembali. Sehingga perlu mendorong peran pemerintah, civil society, dan tokoh lintas agama yang memiliki kemampuan dan akses keamanan melalui aparat penegak hukum untuk menindak para pelaku.

Oleh karena itu, sikap ekstrem sangat melampaui batas dan berlebih-lebihan. Dalam praktik keagamaan, kita dituntut untuk menjaga persaudaraan dan persatuan demi mencegah kekerasan. Kekerasan dalam Islam menggunakan istilah ghuluw, perilaku ghuluw atau kekerasan tidak hanya tindakan tercela yang dilarang oleh syariat, tetapi semua agama melarang keras.

Islam Agama Rahmah

Pada substansi ini, penulis mengawali dengan pertanyaan. Bagaimana dampak atau efeknya bagi negara Indonesia pasca tragedi kekerasan di India? Umat Islam di Indonesia dalam wilayah yuridis mayoritas. Potensialnya, sikap balas dendam terhadap umat Hindu merupakan larangan keras bagi umat beragama apapun.

Allah SWT berfirman (وَما أَرْسَلْناكَ إِلاَّ رَحْمَةً لِلْعالَمِينَ). Artinya, “Tidaklah saya (Allah) mengutusmu melainkan sebagai rahmatan lil ‘alamin”. Islam sebagai agama untuk mengajak umat manusia untuk saling menjaga keamanan, perdamaian, dan keselamatan. Akan tetapi, bukan untuk membuat kerusakan dan melakukan kekerasan (ghuluw) sebagaimana agama itu melarang.

Kehadiran agama Islam untuk membawa dan menegakkan misi kenabian, yaitu, kehidupan yang membawa rahmat bagi seluruh alam semesta. Jika kembali kepada konteks kekerasan di India tentu menjadi kewaspadaan kita semua agar tidak kembali berulang di Indonesia, negeri yang terdiri dari beragam agama ini perlu diadakannya dialog lintas tokoh agama.

Kekerasan itu tindakan yang diksriminatif, maka pemerintah harus hadir dalam dialog lintas tokoh agama sebelum fenomena ini kembali terjadi. Paling tidak, Pancasila sebagai ideologi pemersatu semua golongan dari agama apapun mampu menutup ruang konflik dan kekerasan atas nama agama. Sehingga negeri ini utuh, damai dan tentram.

Fenomena kekerasan ini jangan sampai pemerintah, aparat penegak hukum, dan tokoh lintas agama, serta ormas Islam seperti NU dan Muhammadiyah kecolongan dalam momentum ini. Potensi kelompok jihadis yang juga masif melakukan kekerasan. Misalnya, aksi ekstremisme, radikalisme dan terorisme.

Penulis meyakini bahwa pasca tragedi kekerasan di India, tentu menjadi pelajaran penting bagi umat beragama yang ada di Indonesia. Penguatan toleransi dan pengamalan nilai-nilai agama dan Pancasila setidaknya menjadi solusi alternatif untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang menjunjung tinggi perdamaian, tetapi bukan kepada kekerasan.

Hasin Abdullah
Hasin Abdullahhttp://www.gagasahukum.hasinabdullah.com
Peneliti UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru