25.7 C
Jakarta

Imam Besar Masjid Istiqlal: “Ulama Harus Berani Mendakwahi Teroris”

Artikel Trending

KhazanahImam Besar Masjid Istiqlal: “Ulama Harus Berani Mendakwahi Teroris”
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Terorisme merupakan topik yang ramai diperbincangkan hari-hari ini. Beberapa kalangan beranggapan, ia dilegitimasi agama, sementara kalangan lainnya menyebutkan ia berseberangan dengan teologi manapun. Lepas dari kepentingan-kepentingan yang berselubung di baliknya, terorisme adalah sesuatu yang nyata keberadaannya. Banyak kasus, di negeri ini, sudah menjadi buktinya.

Respons terhadap terorisme sebenarnya tak kalah masif. Radikalisme sebagai akar aksi teror, bahkan menjadi prioritas pemerintah. Kabinet Kerja II Jokowi-Ma’ruf bahkan mengagendakan perang total, dan Ma’ruf sendiri yang andil langsung untuk mengurus proyek deradikalisasi tersebut. Kendati sejujurnya langkah tersebut belum sesuai ekspektasi. Beberapa kebijakan menteri, terutama Menteri Agama, terkait radikalisme-terorisme ini, bahkan dianggap kontroversial dan membingungkan.

Atas fakta tersebut, Prof. KH. Nasaruddin Umar, Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta juga angkat bicara. Sebagai Dewan Pakar di Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), tentu pendapat Prof Nasaruddin Umar menengahi segala persepsi yang ada, tentang pemberantasan radikalisme-terorisme itu sendiri.

Hari Minggu (5/1/2020) kemarin, Kru Harakatuna melakukan wawancara dengan eks Wakil Menteri Agama tersebut di kediamannya, Jl. Ampera No. 10, Jakarta Selatan. Kru diberikan waktu maksimal 25 menit untuk wawancara seputar jihad dan terorisme agama di Indonesia. Berikut wawancara Kru Harakatuna dengan Prof Nasaruddin Umar:

  • Assalamualaikum, Prof. Bagaimana kabarnya?

Waalaikum salam warahmatullah. Alhamdulillah. Alhamdulilah. Kita bersyukur tahun baru ini semoga kita lebih berkah. Walaupun harus dijemput banjir di beberapa tempat, anggaplah banjir itu rahmat dari Allah swt.

  • Prof. sendiri bagaimana memandang jihad yang saat ini muncul dari gerakan atau kelompok Islam di Indonesia?

Iya, jihad itu sesuatu yang sangat mulia. Jihad itu sesuatu yang sangat agung dalam Islam. Jihad itu untuk menghidupkan, bukan mematikan. Itu poin yang sangat penting dari saya, ya. Jihad itu berasal dari akar kata jahada, artinya bersungguh-sungguh. Jihadun, berjuang secara fisik. Secara maksimum. Ijtihad, berjuang dengan nalar, akal pikiran, ilmu. Mujahadah, berjuang dengan hati nurani, doa dan seterusnya. Jadi kombinasi antara jihad fisik, ijtihad nalar, dan mujahadah batin, sesungguhnya itu yang disebut dengan jihad dalam al-Qur’an. Jadi jihad itu suatu upaya sungguh-sungguh yang dilakukan seorang hamba untuk memperbaiki keadaan yang tadinya dharuriy menjadi mashalahat. Yang tadinya negatif, jadi positif. Yang tadinya menimbulkan persoalan, sekarang menyelesaikan persoalan. Jadi kalau ada yang mengaku melakukan jihad, tetapi malah justru menebarkan ketakutan, jihad malah justru sebaliknya, mencitra-burukkan Islam, jihad malah justru menimbulkan keonaran, jihad malah justru membunuh orang, maka itu bertentangan dengan tujuan jihad. Jihad itu sekali lagi untuk menghidupkan, bukan untuk mematikan orang. Itulah jihadnya Rasulullah.

  • Menurut Prof. hubungan jihad dengan agama itu apa?

Jihad itu salah satu, rasa keberagamaan itu berjihad. Iya. Bukanlah seorang itu beragama baik, kalau melakukan pembiaran terhadap fakir miskin, tidak memberikan jalan keluar untuk mengatasi kemiskinan. Bukanlah seorang Muslim yang baik kalau membiarkan anak yatim piatu itu tanpa melakukan pembenahan masa depan anak itu. Bahkan jihad itu, tidak dimasukkan sebagai orang beriman jika tak melakukan jihad apa pun. Inilah yang disebut dalam QS. Al-Ma’un [107]: 1-3. Maukah menyaksikan siapa orang yang beragama secara palsu, siapa yang Bergama secara kamuflase. Mereka itu iaalah tidak care kepada yatim piatu, kemudian tidak memberikan perhatian kepada orang miskin. Jadi orang yang tidak melakukan jihad maka tidaklah termasuk orang beragama. Jadi jihad itu tak berarti harus datang ke medan perang. Rasulullah pernah bersabda: “Kita ini pulang dari sebuah peperangankecil, menuju ke peperangan besar.” Kaget sahabat, “Ya Rasulullah, masih ada nggak yang lebih dahsyat dari perang Badar ini?” “Ada. Ini nggak ada apa-apanya. Kita sekarang menuju ke sebuah jihad yang paling besar. Apa itu? Yaitu jihad melawan hawa nafsu.” Jadi jihad melawan diri-sendiri, dilukiskan oleh Rasulullah itu lebih dahsyat daripada perang Badar. Oleh karena itu, saya ingin mengingatkan kembali kepada kita semuanya, ya, jihad itu tidak mesti harus tentara, tidak harus dengan pedang, tidak harus menghadapi musuh. Jihad yang sesungguhnya itu, sekaran kan musim hujan, ya sebentar lagi musim panas. Musim hujan ada persoalannya banjir, musim panas ada persoalannya kekeringan. Musim hujan menimbulkan persoalan, nah itu lahan paling baik utuk berjihad, bagaimana memberikan pertolongan terhadap orang yang kebanjiran. Itu medan jihad untuk kita juga. Jadi Indonesia ini adalah lahan jihad yang paling subur. Karena itu tidak ada ada alasan bagi orang Indonesia beragama Islam, untuk tidak melakukan jihad. Di samping itu juga masih banyak kebatilan-kebatilan yang perlu mendapatkan pendekatan yang arif bijaksana, supaya menghilangkan  kebatilan di sekitar kita. Itu semuanya lahan jihad. Jadi ada wilayahnya jihad, ada wilayahnya ijtihad, ada wilayahnya mujahadah.

  • Saat ini jihad itu kalau kata Prof tadi harus berangkat dari hal positif. Tetapi, kalau kita mencermati dari sebagian kecil Prof, yang kemudian pihak itu menjadikan dalil untuk melakukan kekerasan atau kejahatan. Ini lahir dari kelompok terorisme. Mereka yang mempunyai alasan tersendiri. Oh ini saya berjihad gitu?

Itu membajak Islam. Atas nama Islam tapi melakukan keonaran. Itu malah justru mencitra-negatifkan Islam. Seolah Islam itu harus berdarah-darah. Itu keliru. Seolah jihad itu harus ada yang korban. Seolah jihad itu kita harus berhadapan secara fisik dengan apa yang dipersepsikan sebagai musuh-musuh Islam. Jihad itu, dalam al-Qur’an, empat kali al-Qur’an menyebutkan perintah jihad: wajahidu, tetapi selalu diawali dengan wahajaru. Wahajaru baru wajahadu. Hijrah dulu baru jihad. Makanya Nabi tidak melakukan pemberontakan di Mekah. Beliau memilih untuk hijrah. Nah kalau pun kita melakukan jihad, tiga kali al-Qur’an meyebut, dari harta dulu baru jihad diri sendiri. Itu artinya apa? Nyawa dalam Islam sangat besar dan sangat tinggi artinya. Jadi masyarakat tidak perlu takut dengan Islam, karena menjunjung tinggi apa yang disebut nyawa itu. Jadi kalau ada atas nama jihad, terus gampang melayangkan nyawa seorang, maka itu bertentangan dengan jihad.

  • Kalau misal, seperti jihad yang dijadikan dalil terorisme, berarti mereka tidak berjihad melainkan melakukan kejahatan, Prof?
BACA JUGA  Bimtek PPIH 2024: Upaya Kementerian Agama Melahirkan Uwais Al-Qarni di Zaman Modern

Tidak pernah dilakukan Nabi. Tidak pernah dilakukan sahabat. Tidak pernah dilakukan tabiin. Nah kalau mereka mengatasnamakan Islam, itu menjual atas nama Islam. Itu apa, ya, saya istilahkan tadi, itu menyandera Islam. Atas nama apa pun, untuk siapapun, kepada siapapun. Tidak ada tempatnya kekerasan dalam Islam. Tidak paksaan dalam Islam. Kalau pun kita berdakwah, kan, jangan berdakwah dengan menggunakan kekerasan. Berdakwahlah dengan penuh kebijaksanaan. Ajaklah mereka dengan baik, ajaklah mereka berdialog dengan santun. Jadi luar biasa dalam Islam itu. Kita tidak berhak memaksa orang, kan. Anda tidak mungkin memberi petunjuk kepada seseorang sekalipun orang yang paling kau cintai. Allah-lah yang memberi petunjuk. Kita dilarang melakukan kekerasan,menyebabkan diri kita hancur. Sama dengan bom bunuh diri, kan, bom bunuh diri itu kan menceburkan dirinya (pelaku, red.) ke dalam kebinasaan. Iya, tidak pernah dicontohkan oleh Nabi dan sahabat melakukan aksi bunuh diri demi untuk berdakwah. Nggak ada. Nggak ada itu potong kompas menuju surga dengan cara bunuh diri. Itu menyesatkan masyarakat.

  • Saat ini sudah jelas, bahwa terorisme itu tak hanya dilarang oleh agama tetapi juga oleh Negara. Ini sungguh berkaitan dengan kerusakan. Sejauh mana, Prof, peran ulama di Indonesia dalam menangkal terorisme yang merajalela di Indonesia?

Ya sangat penting. Makanya, bayangkan coba tidak ada ulama dari NU dan Muhammadiyah, barangkali tidak seperti sekarang ini wajah Islam itu, ya. Sedangkan masih ada NU dan masih ada Muhammadiyah dan ormas lain saja, masih ada terorisme itu. Bayangkan kalau tidak ada. Itu akan pasti lebih dahsyat lagi, kan.

  • Dalam menyikapi tindakan teror, Prof, apa kira-kira harapan atau pun saran kepada pemerintah untuk menanggulangi terorisme yang saat ini menggunakan jihad untuk melakukan kerusakan-kejahatan bahkan bisa menimbulkan korban?

Kalau kita melihat secara mikro, siapa pelaku dan motif pelakunya, pada umumnya mereka itu disebabkan oleh karena beberapa hal. Pertama, ada yang melakukan tindakan terorisme itu karena pemahaman keagamaannya sangat dangkal. Iya, kan. Mungkin dia penjahat sebelumnya, tapi dia kan memotong kompas masuk surga melalui jalan terorisme. Dia dijanjikan masuk surga, kemudian dijanjikan bidadari. Tanpa pernah melakukan haji, puasa. Pintas bagi mereka untuk melakukan dosa. Kedua, mungkin juga karena faktor ekonomi. Dia diimingin bahwa kalau ke Syiria, kalau ke Irak, kamu akan dapat penghasilan dua puluh juta per bulan. Itu pembohongan publik. Apa yang harus dilakukan pemerintah? Pertama, pemerintah harus mendoktrin sedemikian rupa  bahwa terorisme itu tidak ada tempatnya dalam agama Islam dan negara. Yang kedua, pemerintah harus siap menciptakan kedekatan. Jangan terjadi pertimbangan ekonomi, antara si kaya dan miskin, karena itu juga menyebabkan lahirnya kelompok terorisme. Ya, kemudian para ulama juga. Sudah saatnya kita berdakwah, berani menyatakan kebenaran. Jangan takut berdakwah kepada kaum teroris. Sekarang ulama agak segan sebagian, ya, untuk menyatakan terorisme itu sebuah kejahatan. Saya kira kita sebagai ilmuan dengan ulama, sudah waktunya kita memberikan pencerahan terhadap umat. Bahwa kegiatan terorisme dan semcamnya itu tidak ada tempat dalam Islam. Tidak boleh kita atas nama apa pun, nyawa dibiarkan melayang begitu gampang itu.

  • Bagaimana caranya, Prof, supaya masyarakat tidak mudah tergiur dengan pemahaman tersebut?

Iya, dakwah kita itu memang harus lebih kencang ke bawah. Jangan hanya lebih kencang untuk menyoroti pemerintah. Juga harus memberikan basis pengalaman yang sangat dalam , bahwa Islam itu damai, toleran. Islam adalah agama yang menjunjung  tinggi hak asasi manusia. Agama Islam mencegah terorisme. Agama  Islam itu adalah mencegah segala bentuk kemudaratan. Nah, para ulama kita seharusnya menekankan hal itu. Ustaz-ustaz pun juga kurikulum di sekolah harus dibenahi. Buku-buku ajar dan khotbah Jum’at itu pun juga perlu dilakukan penyesuaian. Iya saya menghimbau kepada para pengurus masjid, ulama-ulama yang sangat kencang seolah mengisyaratkan seolah kita perlu berjihad dengan cara teroris dalam memperjuangkan Islam itu jangan dikasih kesempatan. Sebab itu berbahaya. Ulama juga ikut instrospeksi teman-teman kita. Jangan sampai kita membuat statemen, sampai orang lain menjadikan dalil. Pokoknya tidak ada tempatnya kekerasan dalam Islam. []

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru