28.6 C
Jakarta

Iduladha dalam Konteks Kontra-Terorisme: Menyembelih Sifat Kebinatangan dan Kebiadaban

Artikel Trending

Milenial IslamIduladha dalam Konteks Kontra-Terorisme: Menyembelih Sifat Kebinatangan dan Kebiadaban
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Satu dekade lalu, yakni Juni 2014, di Irak, setelah merebut Kota Tikrit, ISIS mengeksekusi ratusan kadet militer Irak. Mereka ditembak atau disembelih dalam pembantaian Speicher tersebut. Dua bulan setelahnya, Agustus 2014, ketika ISIS merebut Kota Sinjar, mereka menargetkan etnis Yazidi untuk dibunuh dengan cara ditembak atau disembelih, atau bahkan dijadikan budak seks. Amat keji dan tidak berperikemanusiaan.

Dua bulan berikutnya lagi, pada Oktober 2014, ISIS mengeksekusi 85 anggota suku Sunni Albu Nimr di Provinsi Anbar. Para korban dipaksa untuk berbaris di depan lubang besar, lalu ditembak dan disembelih. Pembantaian tersebut merupakan upaya ISIS untuk mengintimidasi dan menghukum suku-suku yang melawan kekuasaan mereka. Sebulan sebelumnya, James Foley, jurnalis AS, juga disembelih untuk menggertak AS.

Tak hanya itu. Pada Januari-Februari 2015, ISIS juga melakukan hal keji serupa. Mu’adh al-Kasasbeh, seorang pilot AU Yordania, ditangkap dan dibakar hidup-hidup dalam kandang besi. ISIS juga merilis video yang berisi eksekusi 21 pekerja Kristen Koptik dari Mesir di pantai Libya. Mereka dipaksa berlutut dan mengenakan pakaian oranye, kemudian disembelih dan videonya dipublikasikan secara massal.

Mengerikan, bukan? Bagi ISIS, itu justru kepuasan yang akan dibalas surga. ISIS tidak lagi menjelma sebagai manusia, melainkan binatang dengan perilaku kebinatangan yang buas dan biadab. Jika Iduladha adalah momentum manusia menyembelih hewan secara manusiawi, perilaku ISIS justru sebaliknya: manusia menyembelih manusia secara tidak manusiawi. Karenanya, ISIS adalah representasi “binatang yang biadab”.

Karena itulah, pada momen Iduladha ini, melakukan refleksi dalam konteks kontra-terorisme adalah sesuatu yang krusial. Hari Raya Kurban memiliki muatan makna yang substantif, yakni menyembelih sifat kebinatangan dan kebiadaban. Sebagaimana tampak jelas dalam berbagai aksi penyembelihan manusia oleh ISIS, sifat kebinatangan sangat meresahkan. Di situlah memahami Iduladha secara substansial menemukan relevansinya.

Hari Raya Kurban; Makna Substansial

Quraish Shihab, mufasir kenamaan tanah air, dalam podcast berjudul “Sejarah dan Makna Hari Raya Qurban” menjelaskan, Iduladha berasal dari kata ‘id yang berarti ‘hari raya’ dan al-adlhā yang berarti ‘berkorban’. Namun, kata ‘berkorban’ atau ‘berkurban’ sendiri menurutnya diserap dari bahasa Arab qurb, yang artinya ‘mendekatkan’, sama dengan kata taqarrub yang konotasinya adalah mendekatkan diri kepada Allah Swt.

Bagi Prof. Quraish, Hari Raya Kurban memiliki dua makna, yaitu secara syar’i dan secara substansi. Dalam kacamata syariat, Iduladha bermakna menyembelih hewan tertentu sebagai investasi pendekatan diri pada-Nya. Namun secara substansial, ia bermakna menyembelih keegoisan, atau nafsu-nafsu kebinatangan. Jadi, saat menyembelih hewan kurban, seseorang hakikatnya sedang menyembelih nafsu kebinatangannya.

Menariknya, pemahaman substansial tentang Hari Raya Kurban semakin relevan ketika dikaitkan dengan agenda kontra-terorisme di tanah air. Kebrutalan dan kekerasan kaum radikal-teror merupakan pengorbanan yang salah total, sebab sejatinya kurban adalah menyembelih aspek-aspek negatif dalam diri sendiri: nafsu kebinatangan seperti kebencian, kebiadaban, kekerasan, dan hal-hal yang nir-moral lainnya.

BACA JUGA  Menutup Ramadan dengan Spirit Wasatiah Islam

Dalam pandangan Prof. Quraish, ketika seseorang menyembelih hewan kurban, mereka sebenarnya juga sedang berusaha menyembelih nafsu buruk dalam diri mereka. Artinya, Iduladha mengejawantah sebagai proses spiritual yang mendorong seseorang menjadi individu yang lebih baik dan lebih dekat kepada Allah. Dengan begitu, seseorang tidak akan pernah terjerumus ke dalam kubangan terorisme dan kebarbarannya.

Kelompok-kelompok radikal-teror, seperti ISIS yang dicontohkan di atas, kerap kali mengeklaim tindakan kekerasan mereka sebagai bentuk pengorbanan atau jihad. Namun, dalam terang ajaran substansial dari Hari Raya Kurban, klaim semacam itu jelas-jelas salah. Jihad sejati adalah perjuangan melawan nafsu buruk dalam diri sendiri, bukan kekerasan terhadap orang lain. Jihad adalah upaya memperbaiki, dan bukan sebaliknya.

Kurban: Metafora untuk Kontra-Terorisme

Memahami kurban sebagai tindakan pengorbanan ego dan nafsu membuka pintu untuk memerangi radikal-terorisme dari dalam diri kita. Faktanya, ideologi radikal-teror tumbuh dari ketidakmampuan mengatasi egoisme dan segala nafsu hewani. Mereka yang terjerumus dalam radikal-terorisme dipenuhi rasa superioritas moral dan keinginan untuk menghancurkan apa pun yang berbeda dengan dalih jihad.

Dalam konteks ini, substansi Hari Raya Kurban menantang umat Islam untuk menyembelih “nafsu radikal” mereka. Artinya, Iduladha mengajarkan hal-ihwal toleransi, empati, moderasi, dan humanisme. Sebagai Muslim, kita diajak untuk tidak hanya merayakan Iduladha dengan mengikuti ritual penyembelihan hewan, tetapi juga untuk merenungkan bagaimana mengaplikasikan makna substansialnya ke dalam kehidupan sehari-hari.

Cukup menjadi manusia untuk tidak terjerumus dalam terorisme. Para teroris sendiri, faktanya, adalah manusia namun berperilaku layaknya binatang. Maka, dalam upaya kontra-terorisme, kita harus mulai dari diri kita sendiri dengan menanamkan nilai-nilai pengorbanan, kesederhanaan, keikhlasan, dan perikemanusiaan. Seperti dikatakan Quraish Shihab dalam podcast-nya, “tanpa pengorbanan, tidak ada akhlak”.

Buktinya, para teroris ISIS yang melakukan penyembelihan dan pembunuhan sesama, seperti telah diuraikan di awal, tidak mau mengorbankan nafsu kebinatangannya. Akhirnya, mereka terus berperilaku seperti binatang dengan hukum rimbanya dan jauh dari perilaku manusia yang beradab. Hari Raya Kurban sebagai metafora kontra-terorisme pun menemukan relevansinya: mari ber-Iduladha, mari mengorbankan nafsu-nafsu kebinatangan.

Melalui realisasi nilai-nilai Hari Raya Kurban dalam konteks kontra-terorisme, tatanan dunia yang lebih baik dan lebih aman dari segala ancaman radikal-terorisme akan tercipta. Karenanya, memerangi radikal-terorisme dengan menyembelih nafsu kebinatangan dalam diri kita dan membangun negara-bangsa yang didasarkan pada cinta, toleransi, dan perikemanusiaan merupakan sesuatu yang niscaya. Selamat Iduladha.

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru