32.9 C
Jakarta

Idul Fitri: Merekatkan Kemanusiaan Antar Sesama

Artikel Trending

KhazanahTelaahIdul Fitri: Merekatkan Kemanusiaan Antar Sesama
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Adiwarman A. Karim dalam tulisannya yang berjudul “Ekonomi Mudik” di Republika pada 26 April 2021, mudik adalah salah satu dari keempat tradisi perayaan berpopulasi besar dalam situasi pandemi. Perayaan lainnya seperti, perayaan Thanksgiving di AS. Perayaan tahun baru imlek di Cina, dan perayaan Kumbh Mela bulan April di India.

Tradisi mudik memang tidak bisa dilepaskan dari perayaan hari raya idul fitri di Indonesia. Tidak heran, kebijakan pemerintah pada larangan mudik demi mengurangi  penyebaran Covid-19 tidak banyak yang mematuhi. Berbagai cara dilakukan agar bisa pulang ke rumah dan berkumpul dengan keluarga pada hari raya idul fitri.

Beberapa orang rela berjalan kaki untuk menghindari cegatan petugas yang begitu ketat. Ada yang menggunakan truk untuk bisa mudik, ada juga yang terkena razia petugas dan mengaku hanya ingin bertemu anak. Diantara berbagai alasan yang memungkinkan kita merasa iba dan memberikan kelonggaran pada setiap orang agar bisa mudik

Namun, aturan tetaplah aturan. Beberapa orang yang berhasil mudik dan berkumpul dengan keluarga pada hari raya, bersyukurlah. Sebab ada kebahagiaan batin yang tidak ada nominalnya ketika bisa bertatap muka, makan bersama, serta menikmati sholat ied bersama keluarga di kampung halaman.

Bagi orang-orang yang terkena razia dan dimungkinkan untuk tidak bisa pulang, tidak kemudian menjadi hari raya terburuk pada tahun ini. Sebab banyak cara untuk mengekspresikan hari raya ketika jauh dari keluarga.

Ramadan Adalah Pendidikan

Idul fitri menjadi momen pamungkas pada bulan Ramadan, berbagai tradisi setiap daerah tentu berbeda. Ada tradisi menjamu tamu dengan berbagai makanan, seperti opor, ketupat, dll. Ada pula yang silaturrahim dari rumah ke rumah hingga lebaran hari ke-7, dan masih banyak tradisi lainnya. Meski demikian, semua bersuka cita menyambut hari raya idul fitri, semua bersuka ria dalam momentum kemenangan yang ditunggu-tunggu oleh umat muslim, khususnya Indonesia yang memiliki penduduk muslim secara mayoritas.

Idul fitri sebenarnya bukanlah momen penutup setelah satu bulan berpuasa, menahan nafsu, amarah bahkan menghindari dari berbagai perilaku buruk. Akan tetapi, ia menjadi awal dari perjalanan panjang manusia selama 11 bulan yang datang. Sebab Ramadan bisa kita artikan sebagai bulan pendidikan.

BACA JUGA  Fenomena Domestifikasi Perempuan oleh Aktivis Khilafah

Bulan Ramadan menjadi bulan yang paling banyak ceramah keagamaan diadakan. Ceramah di sela-sela shalat tarawih, ceramah sehabis shalat subuh, atau kita teramat mudah mendengarkan ceramah keagamaan di media sosial saat bulan Ramadan. Bulan Ramadan bak bulan pendidikan bagi umat Islam. Pendidikan rohani dengan menjalankan puasa itu sendiri, serta pendidikan secara pengetahuan dengan mendengarkan berbagai macam ngaji atau ceramah.

Masjid menjadi pusat pendidikan bagi umat muslim tersebut. Masjid selain menjadi sarana beribadah kepada Allah, juga bisa menjadi sarana untuk mengasah keimanan, pengetahuan keagamaan ataupun mengasah kepekaan sosial. Masjid memang bisa dikatakan sebagai madrasahnya umat muslim dalam artian yang luas.

Tidak hanya itu, ditengah pandemi, berbagai kultum, kegiatan-kegiatan Ramadan melimpah ruah. Kita berhak memilih mau seperti apa di bulan Ramadan, ingin mengkaji ilmu apa selama Ramadan, sebab semuanya disajikan dalam bentuk yang seluas-luasnya.

Ramadan adalah bulan pendidikan. Dimana didalamnya, umat muslim bersekolah, belajar dengan beragam keilmuan yang diaplikasikan dalam kehidupan, khususnya untuk menghadapi bulan-bulan selanjutnya.

Merekatkan Hubungan

Setelah berpuasa selama Ramadan. Kini kita merayakan kemenangan yang disebut hari raya idul fitri. Momentum kebahgaiaan pada umat muslim. Akan tetapi yang paling penting adalah, meminta maaf, bersilaturrahim kepada sanak saudara, keluarga besar, bukanlah sekedar seremonial tahunan yang berhasil dibudidayakan.

Momentum hari raya adalah justru salah satu ruang untuk kita sebagai umat muslim untuk saling merangkul antar sesama manusia tanpa melihat agama, suku dan adat. Momen ini justru menjadi momen kesadaran pada umat muslim agar terus menciptakan erat kemanusiaan pada diri umat muslim.

Ekspresi yang ditampilkan dalam perayaaan hari raya idul fitri tidaklah menjadi tolok ukur kebahagiaan. Jarak jauh karena tidak bisa mudik misalnya. Tidak menjadi alasan untuk kita putus silaturrahim, sebab hal itu bisa dilakukan secara virtual dengan berbagai kecanggihan teknologi yang ada. Jarak dekat justru menjadi semakin berarti bahwa kebersamaan secara langsung adalah momen yang paling dinantikan semua orang. Apapun macamnya, kita harus memaknai hari raya dengan meningkatkan kemanusiaan kita terhadap sesama.

Muallifah
Muallifah
Aktivis perempuan. Bisa disapa melalui Instagram @muallifah_ifa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru