24.5 C
Jakarta

HUT ke-77 RI: Pulih dari Radikalisme, Bangkit Melawan Ekstremisme

Artikel Trending

Milenial IslamHUT ke-77 RI: Pulih dari Radikalisme, Bangkit Melawan Ekstremisme
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – “Cita-cita persatuan Indonesia itu bukan omong kosong, tetapi benar-benar didukung oleh kekuatan-kekuatan yang timbul pada akar sejarah bangsa kita sendiri.” “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.” “Kemerdekaan hanyalah didapat dan dimiliki oleh bangsa yang jiwanya berkobar-kobar dengan tekad ‘Merdeka, merdeka atau mati’.”

Pasti quotes tersebut tidak asing, bukan? Betul, tiga quote tersebut adalah perkataan Bung Karno, Sang Proklamator Kemerdekaan Indonesia. Jiwanya penuh semangat persatuan dan semangat kemerdekaan. Bung Karno, sebagaimana founding fathers lainnya, tegas mengatakan bahwa Indonesia bukan milik agama atau golongan tertentu, dan persatuan-kemerdekaan merupakan cita yang perlu digelorakan bersama. Tidak ada tawar-menawar. Merdeka, atau mati!

Republik Indonesia hari ini resmi berusia 77 tahun. Seiring usianya yang mendekati satu abad, sejumlah pencapaian membanggakan telah diraih. Namun, pada saat yang sama, tantangannya juga semakin besar. Dalam aspek politik, korupsi masih menjadi hantu paling menjijikkan. Sementara dalam aspek keberagamaan, radikalisme dan ekstremisme masih terus mengancam kedaulatan. HUT ke-77 RI mesti menyorot fakta tersebut. Sekaranglah momentum untuk pulih dan bangkit.

HUT ke-77 RI mengusung tema “Pulih Lebih Cepat Bangkit Lebih Kuat”. Sekarang adalah tahun ketiga, menuju keempat, tahun pandemi. Setiap negara masih sibuk memulihkan diri dari krisis nasional dan global. Belum lagi perang Rusia-Ukraina mengubah tatanan perekonomian secara signifikan. Indonesia juga berada di ambang ancaman tersebut. Maka, HUT ke-77 RI diharapkan menjadi titik tolah kepulihan dan kebangkitan nasional. Dari segala sisi, tentunya.

Namun ancaman krisis ekonomi tidak akan dibahas di sini. Tulisan ini mencoba refleksikan HUT ke-77 RI dalam konteks ancaman radikalisme dan ekstremisme, seperti apa pun bentuknya. Sebab, meskipun sudah hampir seabad merdeka, geliat radikal-ekstrem masih terdengar dengan jelas. Utamanya tentang sistem pemerintahan, konstitusi, dan pemerintah itu sendiri. Pada momentum HUT ke-77 inilah, Indonesia harus segera pulih dari radikalisme dan bangkit melawan ekstremisme.

Radikalisme Masih Marak

Sekitar tiga bulan lalu, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) merilis temuan bahwa hadirnya para penceramah moderat, terutama selama pandemi, efektif menekan pengaruh radikalisme di Tanah Air. Direktur Pencegahan, Brigjen Pol R Ahmad Nurwakhid mengatakan, konten keagamaan yang tersebar dan biasa diakses masyarakat di Indonesia, 67,7 persen di antaranya merupakan konten keagamaan bernuansa intoleran dan radikal.

Namun berkat ghirah para penceramah moderat untuk hadir, Nurwakhid menyebut indeks potensi radikalisme di Indonesia berdasarkan hasil survei tahun 2020 turun menjadi 12,2 persen dibandingkan tahun 2017 yang mencapai 55,2 persen. Ia menguraikan, dari 12,2 persen itu, 85 persen adalah generasi muda yaitu generasi milenial antara umur 20 sampai 39 tahun. Kemudian yang kedua Generasi Z yaitu umur 14 sampai 19 tahun. Apakah ini temuan tersebut memuaskan?

BACA JUGA  Masa Depan Wahabi di Indonesia: Merusak Islam, Menghancurkan Negara!

Tentu saja tidak. Indeks radikalisme, jika naik, ia harus segera dibenahi. Namun, jika turun, surveinya perlu dikroscek secara detail dan dikomparasikan dengan fakta lapangan. Faktanya, selama periode pandemi, apakah narasi radikal sudah tidak lagi mendominasi masyarakat itu tergantung responden survei itu sendiri. Radikalisme selalu fluktuatif. Survei hari ini belum tentu relevan dengan tahun depan, tergantung situasi sosial-politik dan diseminasi kontra-narasi.

Misalnya, selama bulan 2022, apakah ada geliat-geliat radikal menyeruak ke ruang publik? Banyak. Khilafatul Muslimin, GNAI, bahkan terbaru KM50 adalah contoh paling jelas bahwa tidak sedikit dari masyarakat Indonesia yang belum sembuh dari radikalisme. Banyak umat Islam yang masih belum pulih dari penyakit ekstremisme, yang menginginkan Indonesia diganti sistem pemerintahannya dengan cara kekerasan. Dai-dai yang jualan ayat perang masih tak terhitung.

Lalu bagaimana meredam maraknya radikalisme dan ekstremisme? Tentu saja tidak monolitik. Banyak cara yang mesti dilakukan oleh berbagai elemen, baik masyarakat maupun pemerintah. PR-PR keagamaan dan kebangsaan masih menumpuk, dan HUT kemerdekaan sering kali jadi seremonial tahunan belaka, tanpa progres yang jelas menuju cita-cita ideal negara. Padahal, seperti kepulihan ekonomi, kepulihan dari radikalisme dan ekstremisme sangat urgen.

Optimalisasi HUT ke-77

Semarak HUT ke-77 RI di berbagai daerah beragam. Seperti tahun-tahun yang lalu, generasi muda paling banter merayakannya dengan lomba-lomba. Cara-cara semacam itu diproyeksikan untuk menciptakan euforia seluruh masyarakat, tentu saja. Namun, setelah momentum 17 Agustus lewat, apakah euforia tersebut masih ada? Atau jangan-jangan semuanya sibuk dengan urusannya masing-masing, dan belum pulih dari paham-paham radikal dan ekstrem? Semoga tidak.

Mengoptimalisasi HUT ke-77 RI sebagai momentum memompa semangat baru adalah sesuatu yang niscaya. Di Solo, kabar baik datang. Abu Bakar Ba’asyir merayakan upacara dan Menko PMK Muhadjir Effendy menjadi inspektur upacara. Yang demikian merupakan cara pemerintah mengoptimalisasi keberhasilan mereka dalam deradikalisasi. Artinya, pada HUT ke-77, negara ini berhasil menginsafkan tokoh teroris sekaliber Abu Bakar Ba’asyir. Itu luar biasa.

Daerah lain juga harus demikian. Indonesia harus berbenah untuk menciptakan persatuan dan memberantas perpecahan yang faktor utamanya adalah radikalisme dan ekstremisme. Bagaimana pun caranya, radikalisme harus diatas. Bangsa ini harus pulih seperti saat berhasil merdeka dari cengkeraman penjajah. Para radikalis dan para ekstremis adalah penjajah yang harus dilawan hingga merdeka, merdeka, atau mati. Dirgahayu Republik Indonesia!

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru