29.7 C
Jakarta

Bolehkah Puasa Tasu’a di Bulan Muharram Tanpa Puasa ‘Asyura?

Artikel Trending

Asas-asas IslamFikih IslamBolehkah Puasa Tasu'a di Bulan Muharram Tanpa Puasa 'Asyura?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Bulan Muharram merupakan bulan ibadah. Salah satu ibadah yang dianjurkan dalam bulan ini adalah puasa. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam sabda nabi yang menganjurkan untuk mengerjakan puasa di bulan Muharram tersebut didasarkan pada hadits riwayat Abu Hurairah: “Seseorang datang menemui Rasulullah SAW, ia bertanya, ‘Setelah Ramadhan, puasa di bulan apa yang lebih afdhal?’ Nabi menjawab, ‘Puasa di Bulan Allah, yaitu bulan yang kalian sebut dengan Muharram,” (HR Ibnu Majah).

Dalam hadist yang lain juga disebutkan:“Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah puasa di bulan Allah (yaitu) Muharram dan shalat yang paling utama setelah puasa wajib adalah sholat lail” [HR. Muslim(11630) ]

Dalam perspektif Mulla Al Qari’ menyebutkan bahwa hadits di atas sebagai dalil anjuran berpuasa di seluruh hari bulan Muharram. Namun ada satu masalah yang kadang ditanyakan berkaitan dengan hadits ini yaitu, ‘Bagaimana memadukan antara hadits ini dengan hadits yang menyebutkan bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam memperbanyak puasa di bulan Sya’ban yang menjadi bulannya Allah, bukan di bulan Muharram?

Imam Nawawi rahimahullah telah menjawab pertanyaan ini, beliau mengatakan boleh jadi Rasulullah shallallahu alaihi wasallam belum mengetahui keutamaan puasa Muharram kecuali di akhir hayat beliau atau mungkin ada saja beberapa udzur yang menghalangi beliau untuk memperbanyak berpuasa di bulan Muharram seperti beliau mengadakan safar atau sakit.

Dalam hadis riwayat Muslim disebutkan sebagai berikut. “Puasa yang paling utama setelah Ramadhan ialah puasa di bulan Allah, Muharram.”

Keutamaan Puasa Bulan Muharram

Dalam Syarah Shahih Muslim, Imam An-Nawawi mengatakan, hadits ini menjadi dalil keutamaan puasa Muharram. Sementara hadits lain yang menjelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW lebih banyak berpuasa di bulan Sya’ban, bukan Muharram, dapat dipahami melalui dua tafsiran: pertama, ada kemungkinan Rasulullah SAW baru mengetahui keutamaan puasa Muharram di akhir hayatnya; kedua, Rasulullah SAW mungkin sudah memahami keutamaannya, namun beliau tidak memperbanyak puasa di bulan Muharram dikarenakan udzur, seperti sakit, sedang di perjalanan, dan lain-lain.

Al-Qurthubi, seperti yang dikutip As-Suyuthi dalam Ad-Dibaj ‘ala Shahih Muslim menjelaskan: “Puasa Muharram lebih utama dikarenakan awal tahun. Alangkah baiknya mengawali tahun baru dengan berpuasa, sebab puasa termasuk amalan yang paling utama.”

Diantara puasa yang sangat dianjurkan adalah puasa tasu’a (9 Muharram) dan Puasa Asyura (10 Muharram). Lantas bolehkah berpuasa satu hari saja di hari tasua atau hari Asyura?

Berkaitan dengan puasa tersebut dalam Kitab Fathul Mu‘in karya Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari disebutkan dengan redaksinya:

و) يوم (عاشوراء) وهو عاشر المحرم لأنه يكفر السنة الماضية كما في مسلم (وتاسوعاء) وهو تاسعه لخبر مسلم لئن بقيت إلى قابل لأصومن التاسع فمات قبله والحكمة مخالفة اليهود ومن ثم سن لمن لم يصمه صوم الحادي عشر بل إن صامه لخبر فيه

BACA JUGA  Tiga Macam Darah Kewanitaan Dalam Fiqih

Artinya, “(Disunahkan) puasa hari Asyura, yaitu hari 10 Muharram karena dapat menutup dosa setahun lalu sebagai hadits riwayat Imam Muslim. (Disunahkan) juga puasa Tasu‘a, yaitu hari 9 Muharram sebagai hadits riwayat Imam Muslim, Rasulullah SAW bersabda, ‘Kalau saja aku hidup sampai tahun depan, niscaya aku akan berpuasa tasu‘a.’ Tetapi Rasulullah SAW wafat sebelum Muharram tahun depan setelah itu. hikmah puasa Tasu‘a adalah menyalahi amaliyah Yahudi. Dari sini kemudian muncul anjuran puasa hari 11 Muharram bagi mereka yang tidak berpuasa Tasu‘a. Tetapi juga puasa 11 Muharam tetap dianjurkan meski mereka sudah berpuasa Tasu‘a sesuai hadits Rasulullah SAW,” (Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Fathul Mu‘in, juz II, h. 301)

Menanggapi pernyataan diatas, dalam mazhab Syafii dan ulama pengikutnya menjelaskan bahwa pernyataan Nabi ingin menambah hari puasa Muharram adalah upaya menyempurnakan kebaikan puasa di bulan Muharram, walaupun ada kesan ingin berbeda dengan kaum Yahudi.

Masih menurut versi mazhab Syafii, ada hadis lain yang menjelaskan keutamaan puasa di bulan Muharram, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim dari jalur Abu Hurairah, yaitu:

أفضل الصيام بعد رمضان شهر الله المحرم

Artinya: “Puasa terbaik setelah Ramadhan adalah puasa di bulan Allah, bulan Muharram.”

Berdasarkan dari kupasan tersebut bisa disimpulkan bahwa menambah puasa di tanggal kesembilan Muharram sebagaimana yang ingin dilakukan Rasul adalah kesunahan bukan kewajiban dan keharusan

Pendapat diatas didukung dengan pendapat dalam mazhab Syafii yang memperbolehkan kita hanya puasa di tanggal 10 Muharram (Asyura) saja, tanpa menambah di tanggal 9 atau 11. Akan tetapi lebih baik jika ditambah.

Hal ini disebutkan juga oleh Sayyid Muhammad Syatha’ dalam kitab Ianatut Thalibin-nya:

وفي الأم لا بأس أن يفرده أي لا بأس أن يصوم العاشر وحده

Artinya: “Dalam kitab al-Umm (karangan Imam as-Syafii) dijelaskan bahwa tidak masalah jika hanya berpuasa satu hari saja, yakni tidak masalah jika berpuasa di tanggal 10 Muharram saja.”

Beranjak dari itu, menanggapi perbedaan pendapat antar ulama, apabila ditemui perbedaan pendapat pada ahli ulama maka pilihlah yang yang paling dipercaya dan tidak memberatkan dalam melakukannya terlebih itu ibadah sunat juga hendaknya tidak harus saling merendahkan. Tugas kita beribadah sesuai dengan ilmu sedangkan pahalanya itu urusan Allah Swt yang lebih mengetahui.

Tgk. Helmi Abu Bakar El-Lamkawi
Tgk. Helmi Abu Bakar El-Lamkawi
Guru Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga dan Dosen IAI Al-Aziziyah Samalanga, Bireuen dan Ketua PC Ansor Pidie Jaya, Aceh.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru