26.1 C
Jakarta

Hukum Permainan Catur dalam Islam (1/2)

Artikel Trending

Asas-asas IslamFikih IslamHukum Permainan Catur dalam Islam (1/2)
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Salah satu permainan dalam masyarakat yang sering di gemari bernama catur. Permainam ini bukan hanya di gemari orang dewasa termasuk anak-anak bahkan permainan catur termasuk bagian dari perlombaan yang mendunia. Permainan catur bisa jadi karena hobi, refreshing, jaga malam, mengikuti perlombaan, atau sekadar untuk mengisi waktu luang. Syariat Islam melalui pendapat ulama telah membahas hukum permainan catur. Sementara itu dalam Al-Qur’an yang secara jelas dan tegas menerangkan hukum bermain catur.

Namun, ada beberapa hadits yang dapat dipahami sebagai dalil pengharaman catur. Hanya saja, menurut ulama yang kredibel, seperti Ibnu Katsir, hadits-hadits tersebut tidak sah untuk dijadikan sebagai dalil. Hal ini diperkuat dengan fakta bahwa permainan catur muncul pertama kali pada zaman sahabat, bukan pada zaman Nabi Muhammad shallallahu a’laihi wasallam. Maka sangat aneh kalau ada hadits tentang catur. ( Muhammad bin Ali Assyaukani, Kitab Nailul Awthar, juz 8, h. 107).

Sejarah Syatranji (Catur)

Catur dalam bahasa arab dikenal dengan Syatranji. Membahas Syatranji tidak terlepas dari sejarah dan asal usulnya di duniaLantas siapa penciptanya? Pencipta pertama kali catur, menurut as-Sakhawi, adalah Raja India bernama Lalimit yang bergelar Syihram. Catur menyebar dari India ke Persia, dan Bangsa Arab baru mengenalnya setelah penaklukan negeri-negeri tersebut.Tetapi, as-Sakhawi mengutip versi lain dari Ka’ab. Menurut Ka’ab, orang pertama yang bermain catur adalah Yusa’ bin Nun dan Kalib bin Yuqana, kemudian dipopulerkan oleh Qarun. Orang-orang Persia belajar dari Yusa’ bin Nun ini. Tentang Yusa’ dan Kalib ini, Allah mengabadikannya dalam al-Quran ayat 23 surat al-Maidah. Logika adalah ruh permainan catur ini.

As-Sakhawi mengkritik tuduhan sentimentil Ibnu Taimiyah terhadap orang Yahudi. Suatu Ibnu Taimiyah berkata pada ar-Rasyid Yusuf bin Abil Bayan, “wahai Rasyid, dusta pertama yang dilakukan oleh orang Yahudi menurut Ibnu Hazm adalah informasi mereka bahwa mereka masuk Mesir pertama kali sejumlah 72 orang di zaman Nabi Yusuf, kemudian keluar dari Mesir di zaman Nabi Musa  bin Imran sejumlah 600.000 orang.”Ar-Rasyid menjawab: “apakah Ibnu Hazm seorang sahabat?” Ibnu Taimiyah: “bukan!” “Apakah dia tabiin?” “Bukan juga!” ar-Rasyid menjelaskan: “kalau begitu, Ibnu Hazm itu tidak tahu apa-apa. “Kenapa begitu?,” tanya Ibnu Taimiyah. “Karena dua kali dua adalah empat.” “Terus?” “dan kotak pada papan catur itu 64. Jika kau kalikan maka hasilnya akan didapatkan sekian-sekian. Orang Yahudi itu 72 orang, tapi yang belum dihitung adalah kaum perempuan, anak kecil, dan orang-orang lanjut usia!” Ibnu Taimiyah pun bungkam dalam membela pandangan gurunya, Ibnu Hazm. (Membedah Hukum dan Sejarah Main Catur,KH. Imam Jazuli, 2019).

BACA JUGA  Hukum Berniat Puasa Ramadhan di Siang Hari

Lebih lanjut, Imam Jazuli menjelaskan di dunia Islam, permainan catur pertama kali diperkenalkan oleh seorang sahabat Nabi saw, yakni Amr bin Ash. As-Sakhawi meriwayatkannya dari Abu Thib Ahmad bin Muhammad al-Mishri, dari al-Muhib Muhammad bin Muhammad Sama’a, dari Ahmad bin Ali, dari Ibrahim bin Khalil, dari Ismail al-Janzawi, syaikhani Abul Hasan al-Aliyan bin Ahmad Manshur dan Ibnu Musallam, dari Ahmad bin Abdul Wahid bin Muhammad bin Ahmad bin Abul Hadid, dari kakeknya, dari Muhammad bin Ja’far bin Sahal, dari Hammad bin Ishaq, saudara Ismail bin Ishaq al-Qadhi, dari Ismail bin Abu Uwais, ia berkata: saya mendengar Anas bin Malik ra berkata: “orang pertama yang membawa kitab dan syathranj adalah Amr bin Ash demi mempelajari ilmu tentang kerajaan.”

Hukum Catur dalam Islam

Para ulama berbeda pendapat tentang catur, sebagian ulama ada yang mengharamkammya dan ulama lainnya tidak mengharamkannya. Diantara pendapat tersebut adalah: Pertama, Makruh,  selagi tidak ada unsur perjudian, tidak melalaikan sholat dan bermain bersama orang yang meyakini keharamannya. Bermain catur hukumnya makruh bila tidak disertai salah satu ketentuan berikut, pertama, disertai dengan harta dari kedua pemain atau salah satunya (karena berarti judi). Kedua, Keasyikan bermainnya tidak sampai meninggalkan shalat meskipun karena meninggalkannya karena unsur lupa. Ketiga, tidak bermain bersama orang yang berkeyakinan mengharamkan catur tersebut. Bila ada salah satu ketentuan di atas maka bermain catur menjadi haram (Fath alMu’iin IV/285).

Kedua, hukumnya boleh. Pendapat ini juga merupakan pendapat sebagian besar sahabat dan tabi’in, seperti Abu Hurairah, Said Ibnu Musayyib, Said Ibnu Jubair, Sya’bi, dan Hasan Bashri.  Imam Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumiddin menyebutkan:  “Bahwa hal itu merupakan nash (dalil) atas kebolehan bermain catur” (Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali, Ihya’ Ulumiddin, juz 2, h. 121). Syekh Abdullah bin Ahmad An-Nasyafi juga menyebutkan: “Sesungguhnya bermain dadu membatalkan (menghilangkan) sifat adil, berbeda dengan bermain catur. Sebab, hukum bermain catur merupakan lahan ijtihad, di mana imam Malik dan imam Syafi’i menyatakan kebolehannya. Pendapat ini juga merupakan pendapat Abu Yusuf.” (Lihat: Abdullah bin Ahmad An-Nasyafi, Al-Bahrur Raiq, juz 7, h. 154). Sementara itu, Syekh Ibnu Qudamah menuturkan  “Imam Syafi’i memilih kebolehan bermain catur. Dan para sahabat Syafi’i menceritakan bahwa pendapat ini merupakan pendapat Abu Hurairah, Said Ibni Musayyib, dan Said Ibni Jubair” (Abdullah bin Ahmad bin Qudamah, Al-Mughni, juz 23, h. 178).

Tgk. Helmi Abu Bakar El-langkawi, M.Pd, Guru Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga dan Dosen IAIA Samalanga serta Ketua PC Ansor Pidie Jaya

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru