29 C
Jakarta

Hukum Meninggalkan Shalat Jamaah dan Shalat Jumat Karena Virus Corona?

Artikel Trending

Asas-asas IslamHukum Meninggalkan Shalat Jamaah dan Shalat Jumat Karena Virus Corona?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Berita penyebaran covid-19 atau dikenal dengan virus corona masih terus menjadi perbincangan warga dunia. Virus yang berasal dari kota Wuhan Cina itu terus memakan korban dalam setiap harinya. Seperti dilansir kompas.com pada Miinggu (15/3/2020), angka infeksi Covid-19 sudah mencapai 157.476 orang di 155 negara. Adapun angka kematian untuk pandemi Covid-19 ada 5.845, sedangkan pasien yang sudah dinyatakan sembuh sudah mencapai 75.953 orang.

Di Indonesia, korban positif COVID-19 sudah mencapai 96 orang per-Minggu (15/3/2020), termasuk Mehnub Budi Karya Sumadi. Konon, sebelum Menhub positif corona, ia banyak melakukan kunjungan kerja ke pelbagai daerah di Indoensia, bahkan ke Luar Negeri. Dengan adanya kunjungan tersebut, tentu ia bertemu dan berjabat tangan dengan banyak pihak. Artinya, virus corona dapat menular kepada siapapun melaui jabat tangan, bahkan dalam pandangan mata. Ini yang menyebabkan semua orang panik dan enggan untuk bertemu dengan banyak orang.

Lalu bagaimana kaitannya dengan hal ibadah, termasuk dalam mendirikan Shalat Jamaah (lebih dari satu orang) dan shalat Jumat yang harus dilakukan oleh orang banyak (minimal 40 orang menurut Imam Syafi’i). Hal ini tentu menjadi pertanyaan kritis bagi masyarakat muslim. Karena, hukum meninggalkan sholat berjamaah secara sengaja itu dilarang, dan meninggalkan shalat Jumat secara sengaja jelas haram. Namun di sisi lain, menjaga kesehatan fisik dengan meninggalkan keramaian juga tidak bisa ditawar, agar terhindar dari wabah berbahaya dan mematikan yaitu virus corona.

Virus Corona, dan Hukum Meninggalkan Shalat Jumat?

Untuk menjawab pertanyaan ini, mari kita kembali kepada maqasid al-syari’ah (tujuan-tujuan dalam bersyariat). Adapun tujuan utama dari maqashid al-syari’ah adalah merealisasikan kemanfaatan untuk umat manusia (mashâlih al-’ibâd) baik urusan dunia maupun urusan akhirat. Tujuan ini tentu disepakati oleh para ulama, karena pada dasarnya tidak ada satupun ketentuan dalam syari’at yang tidak bertujuan untuk melindungi mashlahah (kebaikan).

Imam al-Syatibi merumuskan ada 5 (lima) bentuk maqashid al-syariah atau yang disebut dengan kulliyat al-khamsah (lima prinsip umum). Kelima maqashid tersebut yaitu; 1. Hifdzu din (melindungi agama), 2. Hifdzu nafs (melindungi jiwa), 3. Hifdzu aql (melindungi pikiran), 4. Hifdzu mal (melindungi harta), 5. Hifdzu nasab (melindungi keturunan). Korelasi point nomor dua, yaitu Hifdzu nafs atau melindungi jiwa sangat erat kaitannya dalam masalah ini. Karena dalam kondisi apapun, manusia dituntut mampu dalam menjaga jiwanya, termasuk meninggalkan keramaian pada shalat berjamaah dan shalat Jumat agar terhindar dari virus corona yang ganas dan mematikan.

BACA JUGA  Hukum Menyusui Anak Lebih Dari Dua Tahun

Dalam hadis Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang berbunyi:

وَعَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ، أَنَّهُ قَالَ لِمُؤَذِّنِهِ فِي يَوْمٍ مَطِيرٍ: إذَا قُلْتَ: أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ فَلَا تَقُلْ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ، قُلْ: صَلُّوا فِي بُيُوتِكُمْ قَالَ: فَكَأَنَّ النَّاسَ اسْتَنْكَرُوا ذَلِكَ، فَقَالَ: أَتَعْجَبُونَ مِنْ ذَا ؟ فَقَدْ فَعَلَ ذَا مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنِّي، يَعْنِي النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إنَّ الْجُمُعَةَ عَزْمَةٌ وَإِنِّي كَرِهْتُ أَنْ أُخْرِجَكُمْ فَتَمْشُوا فِي الطِّينِ وَالدَّحْضِ

“Dari Abdullah bin Abbas: “Bahwa ia berkata kepada tukang azannya ketika hujan lebat; Apabila engkau selesai mengucapkan: “Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah”, janganlah engkau sambung dengan “Hayya ‘alash solah” tetapi ucapkan: “shallu fi buyutikum”. Kata periwayat: Maka orang-orang yang mendengar lafadz azan itu menganggapnya salah. Berkata Abdullah bin Abbas: Apakah sebabnya kamu heran? Sesungguhnya Rasulullah SAW sendiri telah mengajarkan yang demikian itu. Nabi Berkata: Sesungguhnya Jum’at itu wajib, tetapi aku tak suka memaksa kamu keluar berjalan dilumpur dan tempat yang licin.”

Hadis tersebut menjelaskan bahwa hukum meninggalkan shalat shalat Jumat ketika hujan lebat sehingga jalan menuju ke masjid menjadi licin dan berbahaya adalah boleh. Sebagai catatan, jika meninggalkan shalat Jumat ke masjid karena hujan atau jalan yang licin saja boleh, apalagi meninggalkanya disebabkan adanya wabah mematikan yang justru lebih berbahaya. Maka hukum meninggalkannya jelas diperbolehkan. Hal ini sesuai dengan Lembaga Ulama Senior (Hay’atu Kibar al-Ulama) di Cairo Mesir yang ditetapkan pada Minggu (15/3/2020).

Pada intinya, meninggalkan ibadah shalat berjamaah atau shalat Jumat di masjid dalam kondisi virus ganas nan mematikan merajalela adalah boleh. Karena menjaga fisik demi kemaslahatan hidup jauh lebih utama. Seperti sabda Nabi yang berbunyi “Laa Dhororo wala Dhiror”, tidak boleh melakukan bahaya diri sendiri ataupun orang lain. Catatan bagi pelaku yang meninggalkan shalat Jumat adalah menggantinya dengan shalat dzuhur empat rakaat di rumah.

Ridwan Bahrudin
Ridwan Bahrudin
Alumni Universitas Al al-Bayt Yordania dan UIN Jakarta.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru