30.1 C
Jakarta

Hukum Membatalkan Ibadah Sunah, Bolehkah?

Artikel Trending

Asas-asas IslamFikih IslamHukum Membatalkan Ibadah Sunah, Bolehkah?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Ibarat perdagangan, ibadah fardlu (wajib) adalah modal. Itu yang akan mengantarkan keselamatan seorang hamba di akhirat nanti. Sedangkan ibadah sunah adalah laba. Dengan laba itu akan mengantarkan seorang hamba memperoleh keberuntungan dengan naik derajat di sisi Tuhannya. Demikianlah al-Ghazali mengibaratkan ibadah fardhu dan sunah dalam kitabnya yang berjudul Bidayatul Hidayah.

Ibadah sunah adalah suatu bentuk ritual ibadah yang apabila dikerjakan, pelakunya diganjar dengan pahala, sedangkan apabila ditinggalkan, tidak berakibat adanya dosa. Seperti puasa senin-kamis, puasa asyura, dan puasa-puasa sunnah yang lain. Juga semisal salat tahajjud, salat dhuha, dan salat-salat sunah yang lain. Serta mencakup seluruh ibadah sunah lainnya.

Menyangkut hal ini, ada pembahasan menarik mengenai perdebatan ulama fikih tentang orang yang sudah terlanjur melaksanakan ibadah sunah, apakah ia boleh membatalkannya atau tidak? Syaikh Ali ash-Shabuni dalam kitabnya, Tafsir Ayat al-Ahkam juz II, menjelaskan bahwa ulama fikih dalam menyikapi hal ini terbagi menjadi dua kelompok.

Kelompok pertama yang dipelopori oleh Imam as-Syafii dan Imam Ahmad Bin Hanbal berpendapat bahwa seseorang yang sudah terlanjur melaksanakan ibadah sunah boleh membatalkannya dan tidak ada kewajiban qadla (ganti) baginya kecuali dalam ibadah haji sunah (haji kedua kalinya).

Sedangkan kelompok kedua yang dipelopori oleh Imam Abu Hanifah dan Imam Malik berpendapat  bahwa seseorang yang sudah terlanjur melaksanakan ibadah sunah tidak boleh membatalkannya. Apabila ia membatalkannya, maka akan berimplikasi kepada kewajiban meng-qadla (mengganti) ibadah itu.

Setelah ditelaah, perbedaan pendapat dua kelompok ini ternyata disebabkan perbedaan pemahaman mereka dalam memahami ayat berikut:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَلَا تُبْطِلُوا أَعْمَالَكُمْ

“Wahai orang-orang beriman taatlah kalian kepada allah dan taatlah kalian kepada rasul. Dan janganlah kalian membatalkan amal-amal (ibadah) kalian”. (QS. Muhammad [47] : 33 ).

BACA JUGA  Lupa Jumlah Hutang yang Harus Dibayar, Ini Solusinya dalam Islam

Ayat “wa la tubthiluu amaalakum”(janganlah membatalkan amal-amal ibadah kalian) menurut kelompok pertama tidak berlaku umum mencakup ibadah fardhu dan sunah. Ayat itu hanya melarang membatalkan pahala ibadah fardhu. Tidak dengan ibadah sunah, karena ibadah sunah merupakan ibadah tathawwu (ibadah sukarela). Ibadah tathawwu menghendaki adanya pilihan antara menyelesaikan atau membatalkan. Seandainya ini harus diselesaikan dan kalau membatalkannya wajib qadla, maka ini akan mengeluarkan ibadah sunah dari aspek kesukarelaannya. Dengan demikian, keumuman ayat itu menurut kelompok pertama telah di-takhsish (dibatasi) dengan alasan ini.

Berbeda dengan kelompok kedua yang memberlakukan ayat itu secara umum. Ayat itu, menurut kelompok kedua, memberikan pengertian bahwa membatalkan ibadah sunah tidak diperbolehkan karena itu termasuk membatalkan amal sebagaimana yang tercakup dalam ayat. Di samping itu, kelompok kedua berargumen dengan hadis berikut:

عَنِ ابْنِ شِهَابٍ؛ أَنَّ عَائِشَةَ وَحَفْصَةَ زَوْجَيِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم أَصْبَحَتَا صَائِمَتَيْنِ مُتَطَوِّعَتَيْنِ، فَأُهْدِيَ لَهُمَا طَعَامٌ. فَأَفْطَرَتَا عَلَيْهِ. فَدَخَلَ عَلَيْهِمَا رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم. قَالَ، قَالَتْ عَائِشَةُ: فَقَالَتْ حَفْصَةُ، وَبَدَرَتْنِي بِالْكَلاَمِ، وَكَانَتْ بِنْتَ أَبِيهَا: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنِّي أَصْبَحْتُ أَنَا، وَعَائِشَةُ صَائِمَتَيْنِ مُتَطَوِّعَتَيْنِ. فَأُهْدِيَ لَنَا طَعَامٌ فَأَفْطَرَنَا عَلَيْهِ. فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: «اقْضِيَا مَكَانَهُ يَوْماً آخَرَ». (موطأ مالك ت الأعظمي 3/ 439)

Hadis ini bercerita tentang Siti Aisyah dan Siti Hafshah (keduanya merupakan istri nabi) yang berpuasa sunah kemudian mereka dihadiahkan makanan dan mereka membatalkan puasanya dengan makanan itu. Setelah beberapa saat, Rasulullah menemui mereka berdua. Saat itulah Siti Hafshah menceritakan kepada Rasulullah terkait apa yang dialaminya bersama Siti Aisyah yang membatalkan puasanya itu. Rasulullah kemudian menyuruh mereka untuk meng-qadla-nya di hari yang lain.

Hamim Maftuh Elmy, Mahasantri Mahad Aly Salafiyah Syafiiyah Situbondo

 

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru