29.7 C
Jakarta

Hubungan AS-Iran Kembali Tegang, Siapa yang Diuntungkan?

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahUlasan Timur TengahHubungan AS-Iran Kembali Tegang, Siapa yang Diuntungkan?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Tensi ketegangan hubungan antara Iran dan Amerika Serikat (AS) masih belum menunjukkan penurunan. Bahkan, kedua negara kemarin telah melakukan pertikaian di udara. Yakni ketika Angkatan Laut mencegat pesawat AS yang terbang dekat zona latihan militer di Selat Hormuz pada Jumat (11/9).

Militer Iran juga menjelaskan bahwa insiden ini bermula ketika radar Angkatan Udara mereka mendeteksi tiga pesawat AS, yaitu jenis P8, drone MQ-9, dan pesawat nirawak RQ-4, terbang di dekat zona identifikasi. Atas situasi tersebut, maka Iran pun mengerahkan drone untuk melacak keberadaan pesawat tersebut. Ketegangan antara Iran dan AS di wilayah udara sudah meningkat sejak Juni tahun lalu. Saat itu Teheran menembak jatuh drone RQ-4 milik Washington.

Iran menuding bahwa drone AS tersebut menerobos wilayah udara negaranya. Namun, AS berulang kali tidak bertanggungjawab dan mengelak tudingan itu. Sejak saat itu, militer Iran dan AS terlibat konfrontasi langsung di udara hingga dua kali.

Perseteruan Iran-AS: Dinamika dan Kontestasi

Pertarungan abadi Iran-AS akan selalu menarik untuk ditelusuri. Pasalnya, AS sebagai negara adidaya ingin memonitoring dan menguasai Timur Tengah dengan segala cara. Tetapi, AS tak mampu menaklukkan Iran sebagai sekutunya di kawasan.

Kontestasi Iran-AS adalah tentang perseteruan atas dasar perbedaan ideologi, kepentingan politik, dan ekonomi. Kondisi ini membuat keduanya sulit bertemu dalam satu arah dan tujuan. Bahkan, Iran menjadi target embargo ekonomi dan militer AS. Selain itu, AS berkali-kali menjatuhkan sanksi ekonomi atas Iran. Bahkan, Iran pun harus terseok-seok atas kebijakan tersebut.

Perseteruan Iran-AS memuncak saat terbunuhnya Jenderal Qassem Soleimani, pemimpin Garda Korps Pasukan al-Quds, Iran, yang selama ini telah berjuang menumpas pasukan ISIS di Irak dan Suriah. Tetapi, AS berkilah atas dasar stabilitas keamanan negaranya. Sehingga, AS harus membunuh jenderal tertinggi Iran tersebut.

Dinamika dan transformasi hubungan Iran-AS telah berjalan sejak lama. Meski dulu hubungan kedua negara sempat mesra saat kepemimpinan raja Shah Reza Pahlevi. Tetapi, pasca kepemimpinan Pahlevi, ketegangan dan perseteruan keduanya tidak dapat dihindarkan.

Isu nuklir juga menjadi persoalan serius bagi dua negara. AS menuduh Iran telah mengembangkan nuklir untuk kepentingan militer. Tetapi, tuduhan tersebut tak beralasan. Menurut pernyataan Iran, mereka tengah mengembangkan nuklir untuk tenaga pembangkit listrik semata. Pengembangan nuklir di Iran sendiri dimulai pada awal 1957. AS meluncurkan program nuklir dengan Iran. Saat itu, Iran yang dipimpin oleh Shah Reza Pahlevi, memang memiliki hubungan yang sangat baik dengan AS. Tak lama kemudian, negara ini mengembangkan program nuklirnya pada 1970 atas dukungan AS. Namun, ini terhenti ketika rezim Shah digulingkan melalui Revolusi Islam 1979.

Pada akhir tahun 2006, Dewan Keamanan (DK) PBB mengeluarkan sanksi terhadap Iran karena tidak juga memberhentikan program nuklirnya. Sanksi kemudian meluas menjadi larangan jual beli senjata, larangan berkunjung, larangan jual beli minyak, dan larangan bertransaksi dengan bank di Iran selama tujuh tahun.

 Kapan Perseteruan Iran-AS Berakhir?

Hubungan Iran-AS masih belum menunjukkan tensi yang membaik. Bahkan, jika melihat kondisi yang terjadi, hubungan Iran dan AS tambah memanas. Jika dianalisis, maka kedepan kerjasama antara Iran-AS terus menunjukkan situasi fluktuatif.

Lalu pertanyaannya kapan sebenarnya perseteruan Iran-AS akan berakhir? Pertanyaan ini butuh analisis dan pengamatan mendalam. Karena hubungan dan kerjasama keduanya masih belum menunjukkan keadaan yang lebih baik. Sehingga, kedepan hubungan Iran-AS masih terus bertransformasi sesuai situasi dan keadaan yang terjadi.

Tidak hanya itu, perseteruan antara kedua negara merambah dalam urusan ekonomi dan militer. Trump menjadikan Iran sebagai musuh dan ancaman baginya. Bahkan, Iran adalah satu-satunya negara di kawasan Timur Tengah yang menolak segala kebijakan AS. Bagi Iran, AS adalah musuh bebuyutan dan berseberangan dengan ideologi yang selama ini Iran tetapkan.

Kita tengah memantau perjalanan hubungan Iran-AS kedepan. Apakah Iran-AS akan terus bertikai atau suatu saat mereka akan membuka hubungan damai?Entahlah, hanya waktu dan kondisi yang mampu menjawabnya.

Firmanda Taufiq, Mahasiswa S3 Kajian Timur Tengah Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

 

 

 

 

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru