31.7 C
Jakarta

Ormas Islam dan Pandangan tentang Keislaman

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanOrmas Islam dan Pandangan tentang Keislaman
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Bukan sesuatu yang baru kehadiran agama seringkali menyulut perseteruan. Agama yang pada mulanya dijadikan sebagai media manusia mendekatkan diri kepada Tuhan kemudian beriring waktu agama menjadi benalu yang menjauhkan diri dari Tuhan. Apa yang keliru? Management agamakah yang keliru? Atau pemeluk agamanya yang human error?

Beriteraksi dengan agama selalu dihadapkan dengan dua hal yang sering diaplikasikan secara overlapping, tumpang tindih. Dua yang saya maksud adalah “anutan” dan “pemahaman”. Anutan adalah sistem kerja agama yang konsentrasinya pada akidah, sementara pemahaman atau paham adalah sistem kerja agama yang fokusnya pada syariat.

Banyak pemeluk agama yang menjadikan akidah sebagai pemahaman. Orang seperti ini tidak menemukan titik kesimpulan yang dapat dipertanggujawabkan. Karena, akidah adalah sesuatu yang cukup didekati dengan hati, bukan dengan rasio. Mempercayai adanya Tuhan, misalkan, adalah bagian dari akidah. Akal tidak dapat menjangkau eksistensi Tuhan. Hanya keyakinan hati yang dapat merasakannya.

Keyakinan adalah istilah lain iman. Beriman tidak membutuhkan Anda tahu, tapi cukup yakin. Untuk menyederhanakan keimanan bisa melalui sebuah contoh yang seringkali disampaikan Quraish Shihab pada beberapa forum diskusi. Katanya, beriman sama dengan berobat. Pasien tidak harus tahu apakah obat yang dikasih dokter itu benar atau tidak, tapi cukup yakin bahwa obat itu dapat menyembuhkan sakit yang diderita. Beriman cukup yakin, tidak menuntut Anda tahu.

Sementara, syariat seperti kepemimpinan, perpolitikan, dan transaksi bisnis adalah bagian syariat Islam yang dapat disentuh dengan akal sehat, bukan dengan hati. Karena itu, syariat ini dinamis dan berkembang seiring dengan perkembangan waktu. Pada masa dahulu transaksi jual beli hanya dilakukan secara tunai, sedangkan sekarang tepatnya di era digital pembayaran bisa diselesaikan secara e-money. Apakah Anda akan menolak perkembangan syariat ini? Tentu, tidak. Kerena menolak perkembangan (tajdid) sesungguhnya menolak eksistensi Anda sendiri sebagai generasi milenial yang berbeda dengan genarasi jaman old. Bila Anda memaksakan diri dengan menggunakan versi syariat klasik dan mengkafirkan syariat kontemporer secara tidak langsung “Anda terlambat lahir”. Seharusnya, Anda lahir pada era Nabi Muhammad saat belum tersentuh dunia digital.

BACA JUGA  Momen Tobat Para Teroris Di Malam Nisfu Sa'ban

Di era digital sekarang masih banyak orang berpikir negatif terhadap perkembangan zaman. Sebut saja, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang tidak menerima perkembangan sistem negara, sehingga mereka hanya meyakini bahwa Khilafah adalah sistem negara yang final. HTI sebenarnya tidak paham apakah sistem negera itu “anutan” atau “pemahaman”. HTI menjadikan sistem negera sebagai anutan, sehingga posisinya sejajar dengan keimanan. Padahal, sistem negera itu adalah pemahaman yang disepakati bersama dan bisa jadi akan berubah bilamana tidak relevan kembali.

Turunan dari HTI adalah Front Pembela Islam (FPI). FPI adalah generasi atau bibit dari HTI. Sekalipun FPI menerima NKRI sebagai asas negera Indonesia, FPI sedikit demi sedikit telah menyebarkan doktrin ekstrem dengan ajakan kembali kepada Al-Qur’an dan hadis. Doktrin ini seakan mengabaikan konsensus ulama sebagai media yang mengantarkan umat memahami Al-Qur’an dan hadis dengan benar. Kembali kepada dua rujukan Islam tanpa menyertakan konsensus ulama akan menggiring banyak orang bersikap tertutup terhadap perkembangan ijtihad sehingga dengannya mereka membenarkan apa yang diyakini dan dipahami sendiri dan menyalahkan, bahkan mengkafirkan apa yang diyakini dan dipahami orang lain.

Nah, berangkat dari dua batasan antar “anutan” dan “pemahaman” tersebut, Islam adalah media yang luas. Muslim yang bijak adalah mereka yang meyakini akidah Islam sebagai anutan dan final dan memahami syariat Islam sebagai pemahaman yang dinamis dan berkembang. Pahamkah Anda: HTI dan FPI?[] Shallallah ala Muhammad.

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru