29.3 C
Jakarta
Array

Hikayat Rabiah al-Adawiyah

Artikel Trending

Hikayat Rabiah al-Adawiyah
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Rabiah al-Adawiyah sang sufi anak keempat dari seorang laki-laki fakir miskin. Ketika ia dilahirkan ke dunia, rumah tak layak huni yang ditempatinya tak ada penerangan dan sama sekali tidak ada sepotong kain untuk membungkus Rabiah kecil.

Ibu Rabiah meminta suaminya untuk meminta pertolongan tetangga, barangkali ada yang berkenan membantu memberi seliter minyak untuk penerangan. Bergegaslah sang suami mendatangi rumah tetangganya satu persatu, mengetok pintu. Nahas, tak ada yang membukakan pintu. Di perjalanan pulang, ia menangis, mengingat dulu pernah berjanji tidak akan meminta kepada siapa pun kecuali kepada Allah. Ia malu. Sangat malu.

Tiba di rumah, ia menceritakan kepada istrinya, tak ada seorang pun yang membukakan pintu untuk menolong. Istrinya menangis. Ia pun menangis. Mereka tertidur. Di tengah tidurnya, sang suami bermimpi dikunjungi Kanjeng Nabi.  Kanjeng Nabi dawuh

“Engkok entar daennak benni polana bekna, tape polana anakna bekna. Paghi’ anakna bekna rea bekal aberri’ petolong ka oreng,  benynyakna Pettongpoloebu. Laggu’, bekna entar ka Pemimpin Bashrah, nyamana Isa bin Zazdan. Tape bekna nules sorat gallu ye. Essena padhana reya, pemimpin bashrah, panjenengan nika seggut maos shalawat sabben malem 100, manabi malem jum’at 400, keng pas kaloppae malem jum’at beerik roh. Pas penta pessena 400 dinar ka Pemimpin jiah.

Ketika Rabiah al-Adawiyah Menjadi Sufi

Setelah terjaga dari tidurnya, Bapak Rabiah kecil, menulis sebuah surat, isinya sebagaimana petunjuk dalam mimpinya. Dititipkanlah surat itu melalui Asisten Pemimpin Bashrah.

Lalu Pemimpin tersebut, Isa bin Zadzan, membaca surat tersebut. Kemudian memerintahkan asistennya untuk memberi 1000 dinar untuk para Darwis dan 400 Dinar untuk Bapak Rabiah yang mengirimkan surat.

Asisten bilang “orang itu telah pergi, aku tak melihatnya, aku mencarinya di sekitar istana juga tidak ada”

“Tak apa, biarlah aku yang mendatanginya, Bapak itu telah menegurku, memperbaiki kesalahanku, kelalaianku bershalawat” Ucap sang pemimpin.

Setelah Rabiah dewasa, ia menjadi sufi perempuan, berkawan dekat dengan Hasan Bashri. Hasan Bashri sering mengunjungi Rabiah, ngobrol dan berdiskusi mengenai banyak hal, terutama tentang Hubbul ilah. Dari sangat dekatnya mereka berdua, kalau Hasan datang ke suatu tempat misalnya, di situ tidak ada Rabiah, beliau langsung meninggalkan tempat itu. Keduanya adalah orang alim allamah dan waliyullah.

Suatu waktu, Hasan Bashri bersama beberapa muridnya hendak berkunjung ke rumah Rabiah, tiba di sana, rumahnya gelap sekali, ireng gambreng. Tiba-tiba, biidznillah jari-jari tangan Rabiah mengeluarkan cahaya.

Hasan Bashri bertanya kepada Rabiah (riwayat lain menyebutkan melamar) kenapa tidak menikah. Rabiah menjawab, aku akan menikah kalau suamiku bisa menjamin masuk surga.

Suatu ketika rumah Rabiah dimasuki maling yang hendak mencuri kerudungnya, maling itu tidak bisa keluar karena tidak menemukan pintu keluar, setelah kerudung Rabiah itu ditaruh di tempat semula barulah maling tersebut menemukan pintu rumahnya.

Allahumma shalli ala muhammad.

Cerita ini dinuqil dari Tadzkirat Al Awliya’ anggitan Fariduddin Al Atthar.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru