24.5 C
Jakarta

Hijrah Dari Dunia Terorisme ke Dunia Perdamaian

Artikel Trending

KhazanahOpiniHijrah Dari Dunia Terorisme ke Dunia Perdamaian
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Gerakan ekstremis serta ideologi radikal hidup Makmur di Indonesia sejak tahun 1940an. Dimulai dari Darul Islam (DI) pada tahun 1942 sampai dengan Jemaah Anshorut Daulah (JAD) pada tahun 2015 (CSIS, 2018: 2).

Kelompok-kelompok tersebut memiliki sejarah termasyur dan memainkan peran penting dalam geopolitik di wilayahnya serta mereka menggunakan ideologi kelompok mereka untuk menyebarkan tujuan yang diinginkan, salah satunya ideologi kekerasan.

Kelompok-kelompok kekerasan tersebut banyak melakukan aksi terhadap pemerintah, warga sipil, penegak hukum, masyarakat barat yang tidak sesuai dengan pandangan kelompok tersebut.

Aksi yang dilakukan mulai dari bom kolosal yang mereka buat, penembakan brutal, sampai dengan penusukan, baik dilakukan secara kelompok maupun individual. Hal tersebut berdampak luas ke masyarakat dan penegak hukum harus melakukan penanggulangan serta pembinaan terhadap kelompok kekerasan tersebut.

Salah satu yang dibina adalah seorang pelaku yang sudah berdamai dengan dirinya dan menjadi agen perdamaian, yakni Kurnia Widodo.

Berpendidikan Tapi Terjerat Radikalisme

Salah satu lulusan Teknik Kimia ITB kala itu yang pernah hidup dalam ideologi kekerasan yakni Kurnia Widodo, seorang yang hidupnya berpindah-pindah karena orang tuanya adalah Pegawai Negeri Sipil. Ia mudah bergaul dan memiliki banyak teman, akan tetapi ia tidak beruntung karena berteman dengan orang yang salah. Ia diberikan buku, majalah yang berisi tentang jihad Indonesia dan luar negeri.

Ketika itu sedang terjadi konflik Afganistan dengan Uni Soviet, tapi Uni Soviet kalah karena gempuran mujahidin dan dukungan dari beberapa negara lainnya. Ada rasa bangga dalam dirinya ketika Mujahiddin Afganistan menang.

Ketertarikannya tentang perjuangan muslim membuat Kurnia sering datang ke pengajian eksklusif, dipaparkan mengenai cerita perjuangan muslim Moro, Palestina, serta paparan mengenai Islam di Indonesia tidak sesuai akidah yang ada. Kurnia mengikuti kelompok NII yang kala itu bersemi, selanjutnya ia juga mencoba peruntungan politik.

Tapi karena tidak puas karena tidak melakukan aksi, ia kembali mengikuti kelompok kekerasan. Dari situ ia mulai berkenalan dengan pemikiran Al Qaeda.

10 tahun silam, terdapat kolaborasi, antara kelompok jihad yakni JAT, NII ring Banten, ex JI untuk membuat sebuah markas militer yang ada di Janto, Aceh, yang tujuannya untuk diberangkatkan ke Palestina. Akan tetapi, tujuan sebenarnya itu memisahkan diri dari NKRI untuk membuat negara Islam.

Mereka dipasok senjata dari gudang Mabes Polri. Karena terendus penegak hukum, akhirnya ada baku tembak diantara mereka. Itu semua berimbas pada panitia yang berada di Jawa. Kurnia ditangkap dan divonis 6 tahun penjara. Ketika di penjara Kurnia bukan semakin lunak, tapi semakin keras, karena di penjara bertemu teman-teman yang seperjuangan.

BACA JUGA  Mengaktualisasi Idulfitri dalam Konteks Persatuan dan Kesatuan

Agen Perdamaian

Ketika di penjara Kurnia diperingatkan untuk tidak mengaji, sholat dengan ustad moderat serta tidak pergi ke masjid lapas. Tapi, ia ingin mencari tahu tentang pandangannya dan akhirnya menemukan apa yang menjadi pandangan selama ini banyak yang terbantahkan. Tapi ia tetap harus mencari hal yang memberatkan pandangan masa lalunya adalah hal yang salah.

Kurnia juga bersosialisasi dengan sipir karena sifatnya yang mudah bergaul. Karena ia juga memiliki pendidikan yang lumayan tinggi, maka dijadikan wakil kelompok teroris oleh sipir. Sipir juga memperlakukan Kurnia dengan baik dan sipir tulus membantunya ketika kesulitan. Kurnia menganalisa serta mengkritisi pandangnya dulu yang menganggap orang lain itu salah, mengkafirkan orang lain itu salah.

Salah satu bentuk penciptaan damai dengan membangun hubungan jangka panjang yang tulus, dan dapat dipercaya. Hubungan antar pribadi, tindakan, dan perilaku lembaga yang terkait, penegak hukum, organisasi kemasyarakatan memainkan peran penting dalam bagaimana penggunaan pembentukan perdamaian (Gaskew, 2009: 360).

Hal ini dapat dilihat dari diri Kurnia yang mau kritis terhadap pandangannya, lalu karena aparat penegak hukum membangun hubungan yang baik, tingkat kepercayaan Kurnia kepada apkam.

Ia juga mulai melunak dan mau berdamai dengan diri sendiri, Kurnia menjadi terbuka dan selalu berpikir kritis ketika paham-paham yang kurang tepat masuk ke dalam dirinya.

Setelah keluar dari lapas, ia diundang ke salah satu kampus dan melihat pengalaman, dampak, penderitaan salah satu korban dan menyentuh hati Kurnia. Ia berpikir aksi yang pernah ia lakukan berdampak kepada orang lain yang tidak ada kaitannya dengan tujuan aksinya dan ia pun meminta maaf kepada korban.

Bukan hanya satu korban yang pernah Kurnia temui dan muncul dari batinnya untuk peduli dengan korban dan juga berpikir dampak yang dialami korban. Korban memaafkan kesalahan mantan pelaku tanpa ada dendam dalam hati mereka yang membuat perdamaian itu maksimal.

Sampai hari ini Kurnia Widodo masih menjadi agen perdamaian dan membagikan kisah kelamnya agar generasi penerus bangsa tidak jatuh kedalam lubang kelam yang pernah dirasakan Kurnia.

Novi Arsyanti
Novi Arsyanti
Dosen Universitas Budi Luhur Jakarta

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru