29.7 C
Jakarta
Array

Hidayah Literasi

Artikel Trending

Hidayah Literasi
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Kanal literasi www.www.harakatuna.com/harakatuna merupakan wahana asyik mendalami kecintaan terhadap baca-tulis. Mayoritas tulisan di kanal ini sama-sama sepakat bahwa menulis harus dimulai sedini mungkin. Ada yang memakai canda khas jawa “Allohumma Dipekso”. Setelah dapat good mood yang berawal dari dipekso tadi, maka jemari kita akan bersilaturahim secara akrab dengan keyboard laptop. Alhasil jadilah satu karya yang siap untuk diunggah di berbagai media yang ada.

Tetapi ada juga yang gandrung menulis akibat terlebih dahulu sadar pentingnya membaca. Seperti dimuat artikel pada kanal yang sama: ‘sowan’, ”tidak ada menulis tanpa membaca, begitu pula sebaliknya” mengutip pendapat Edy AH Iyubenu alias Pak Edy Mulyono.

Contohnya saya. Selama 3 tahun berlabel mahasiswa, saya jarang membaca. Hanya buku-buku wajib untuk keperluan kuliah saja yang saya baca. Sampailah pada masa Kuliah Kerja Nyata (KKN). Kelompok KKN saya mengusung program Budaya Literasi.

Semoga kita dapat bersama-sama membangun website harakatuna, khususnya kanal literasi, sehingga dapat bermanfaat bagi masyarakat luas.

Bayangkan! Seorang mahasiswa yang jarang baca terlibat dalam “Dakwah Literasi”. Saya bersosialisasi ke sekolah serta TPA tentang buku padahal ‘nggak doyan’ baca buku. Kata pepatah jawa Jarkoni: Ujar-ujar Ra Nglakoni. Hanya ‘menyuruh atau mengajarkan’ tanpa ‘melaksanakan atau mengamalkan’. Padahal ngilmu iku kelakone kanti laku. Sejak saat itu saya banyak merenung.

Selama proses merenung, kesadaran untuk membaca mulai timbul. Saya malu kepada anak SD yang terbata-bata dalam membaca namun sering ke posko KKN untuk sekadar membaca buku cerita. Saya rasa: inilah ‘hidayah literasi’. Man yahdillah fa la mudhillalah, wa man yudh-lilhu fa la haadiya lah. Hanya Allah yang memiliki hak absolut untuk menimbulkan kesadaran baca-tulis di hati dan pikiran hamba-Nya.

Sejak saat itu saya gemar membaca buku dan tulisan media online. Kegemaran baca inilah yang mengantarkan saya untuk suka menulis. Menulis adalah cara untuk merefleksikan apa-apa yang saya baca.

Para pembaca harakatuna yang budiman,

Sebaiknya setelah anda selesai membaca, bergegaslah menulis. Menulis apa? Apapun. Bisa berupa resensi, bisa esai ataupun ringkasan tentang buku itu.

Biasanya akan timbul keraguan ”Ah kan sudah banyak resensi atau tulisan terkait buku itu, lebih bagus pula, saya tinggal membacanya”.

Tenang. Saya sudah menyiapkan antitesis untuk alasan itu:

Fungsi resensi atau esai yang anda tulis pasca rampung membaca adalah untuk mengikat ilmu. Seperti yang disampaikan Ali bin Abi Thalib: “Ikatlah Ilmu dengan Menulis atau Mencatat”.

So, tak masalah tulisan anda bagus atau tidak karena memang bukan ajang ‘bagus-bagusan’. Tulisan itu adalah refleksi, untuk berkaca seberapa banyak hal yang anda dapat selepas membaca. Bisa juga dijadikan barometer seberapa khusyuk diri anda dalam membaca. Semakin banyak hal yang dituliskan artinya semakin banyak makna indah yang anda temukan di sebalik lembar-lembar buku itu.

Kalau pembaca sudah menulis, mulailah mempublikasikannya. Banyak varian yang dapat dipilih. Mau pilih yang pasti lolos atau mau pilih yang ketat persaingannya.

Yang pasti lolos, ya di blog pribadi atau akun sosial media milik sendiri. Tidak ada redaktur penyeleksinya. Kalau yang ketat persaingannya, di media massa baik cetak maupun online. Monggo dipilih, sesuai kepentingan masing-masing. Saran saya tekunilah di keduanya, baik sosial media maupun media massa.

Begitulah kiranya kisah saya dalam memperoleh ‘hidayah literasi’ semasa KKN beserta ulasan mengenai upaya menjaganya dengan cara menulis. Semoga kita dapat bersama-sama membangun website harakatuna, khususnya kanal literasi, sehingga dapat bermanfaat bagi masyarakat luas. Amiin. Wallahu a’lam bishawab.

 

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru