26.1 C
Jakarta

Ali Baharsyah, Potret Hasrat Seksual Kaum Radikal

Artikel Trending

Milenial IslamAli Baharsyah, Potret Hasrat Seksual Kaum Radikal
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Ali Baharsyah. Siapa yang tidak kenal nama itu? Penghina Kiai Said Aqil Siradj beberapa waktu lalu itu juga dikenal sebagai penghina Presiden Jokowi. Konten-konten videonya bikin gereget dan penuh dengan ujaran kebencian. Pada saat yang bersamaan, Baharsyah adalah kaum radikal yang beberapa tahun silam menjadi orator dalam aksi saat kasus Ahok.

Pria berkacamata itu ditangkap pada Jum’at (3/4) bersama tiga temannya. Penangkapan tersebut berdasarkan laporan Ketua Cyber Indonesia Muannas Alaidid ke Bareskrim Polri pada Rabu (1/4) lalu. Laporan bernomor LP/B/0184/IV/2020/BARESKRIM melampirkan bukti 5 lembar tangkapan layar dan 1 unit USB berisi rekaman Baharsyah menghina Presiden Jokowi.

Selain dijerat pasal penyebaran ujaran kebencian dan SARA soal kebijakan darurat sipil dalam penanganan COVID-19, mengatakan Jokowi presiden goblok, monyet, cebong, dan ujaran kebencian lainnya, ia juga dijerat dengan pasal pornografi. Kasubdit II Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Kombes Himawan Bayu Aji menuturkan, file dari forensik menemukan video-video seks.

“Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang ITE, pasal penghapusan diskriminasi ras dan etnis. Kemudian juga Pasal 207 KUHP tentang penghinaan terhadap penguasa. Kemudian juga yang bersangkutan kita tambahkan pasal berlapis terkait Undang-Undang Pornografi,” terang Himawan saat konferensi pers yang disiarkan saluran YouTube Tribrata TV pada Senin (6/4) kemarin, seperti dilansir Detik.

Apa yang terjadi pada Baharsyah mengingatkan kita tentang budak-budak seks (sex slaves) ISIS di Suriah sana. Gadis-gadis etnis Kurdi jadi korban kebrutalan kaum barbar radikal itu. Melihat yang terjadi, kasus budak seks ISIS dan pornografi Baharsyah memantik tanda tanya: ada masalah apa dengan hasrat seks kaum radikal? Apakah mereka stres lalu butuh hiburan seksual?

Tulisan ini berusaha menelanjangi kaum radikal dari kacamata seksualitas mereka. Seperti kita tahu, di Indonesia, persoalan seks masih dianggap tabu. Ketika Baharsyah ketahuan banyak mengoleksi film porno, orang-orang heran dan bertanya: bukankah dia selalu berbicara tentang Islam, seolah membela Islam, melalui hasrat penegakan khilafah? Apakah kaum agamis pada doyan seks?

Hasrat Kaum Radikal

Di Indonesia ada rahasia umum yang diungkapkan melalui kiasan begini: ‘nunduk tapi menyeruduk’. Artinya, seringkali orang yang menunduk tidak selalu representasi kerendahan hati. Mereka nunduk tapi watak aslinya ganas, suka menyeruduk. Mereka secara zahir seperti anti seks, tetapi aslinya, dia ganas dan agresif ketika berada di hadapan seks itu sendiri.

Maka tidak heran jika kemudian orang bertanya: ‘lah kok begitu? Lah kok Baharsyah bisa jadi kolektor? Why?’ Itu karena terjadi kesenjangan antara penampilan Baharsyah ke publik ketika menghina para tokoh dan pemerintah dengan ketika ia sedang di kamar sendirian. Terlihat alim, sok alim, di konten video, tetapi ternyata maniak seks video.

Hasrat seks kaum radikal rata-rata memiliki kesamaan: maniak; agresif. Ini yang terjadi pada ISIS, melalui para budak seksnya, sama dengan kasus Baharsyah. Bedanya, Baharsyah hanya video belaka, jelas hal itu karena keterbatasan otoritasnya, tidak seberkuasa ISIS. Andai Baharsyah hidup Suriah seperti ISIS, mungkin kasusnya bukan saja tentang koleksi lagi, tetapi langsung beraksi.

BACA JUGA  Melawan Otoritarianisme-Radikalisme dengan Tradisi Kritisisme

Kasus-kasus tersebut bisa kita baca dari dua sisi. Pertama, hasrat agresif kaum radikal dalam proyek mendirikan khilafah. Mereka sangat maniak khilafah, sekalipun tahu di Indonesia jualan khilafah itu tidak relevan. Kedua, dari sisi kestresan psikologis mereka. Setiap hari kegiatannya menghujat sekaligus dihujat. Butuhlah hiburan. Lalu sekslah yang menjadi pelampiasannya.

Seks Sebagai Hiburan

ISIS banyak bekerja di lapangan, menembak, membunuh, atau sebaliknya tidak sedikit yang tertembak. Di tengah maniaknya terhadap kekuasaan, dan agresifnya membantai orang-orang tidak bersalah tercipta cedera otak, stres, dan butuh obat penenang. Maka tidak heran ketika kita mendengar kasus, bahwa mereka adalah pecandu obat-obatan terlarang?

Mungkin kita tidak asing dengan istlah Inghimas, ketika berbicara  tentang ISIS. Persoalan utama psikologi mereka adalah butuh penenang dari rasa stres berperang, saling tembak menembak, atau dalam kasus stres paling ringan: dihujat publik. Bukankah dihujat publik menimbulkan rasa stres, sebagaimana korban bullying bertendensi stres?

Yang terakhir ini barangkali yang dialami Baharsyah. Kalau kita mengikuti kanal YouTube-nya yang penuh ujaran kebencian, maka kita akan tahu, setiap hari ia berdebat dan terlibat saling caci-maki meski hanya melalui komentar. Belum lagi ancaman penahanan dari ujaran-ujarannya. Baharsyah membutuhkan penenang, butuh hiburan, menjadikan seks sebagai penghilang stres.

Menjadikan seks sebagai penenang itu jelas berhasil menghilangkan stres Baharsyah. Bagaimana bisa dikatakan demikian? Mudah saja. Satu ujaran kebencian keluar, ia semakin semangat untuk lebih mencaci. Puncaknya adalah ketika lepas kontrol menghina Presiden Jokowi tanpa merasa bersalah sedikit pun. Bukankah artinya ia sama sekali tidak dibebani stres?

Iya, benar, karena stresnya hilang. Ia tidak lagi takut di-bully netizen. Perasaan cemas dan stresnya sudah terobati dengan menontoh video porno tadi. Otaknya menjadi tenang, dan semangat membuat konten penghinaan lagi. Lagi, lagi, dan seterusnya demikian. Tidak ada rasa bersalah, ia tidak punya beban. Bebannya hilang melalui nonton adegan seks.

Dari itu dapat disimpulkan, hasrat seks kaum radikal adalah implikasi buruk dari kestresan mereka melewati hari-harinya. Setiap hari terasing dari kedamaian publik, karena aktivitasnya dipenuhi hujatan masyarakat dan netizen di kanal YouTube-nya. Mereka jadi pelaku seks, atau sekadar kolektor seks, demi kebutuhan psikologisnya: menangkal stres.

Hasrat seks kaum radikal seirama dengan hasrat mereka menegakkan khilafah. Mereka maniak khilafah, sekaligus maniak seks dalam rangka berhibur dari kestresan.

Wallahu A‘lam bi ash-Shawab…

Kunjungi laman kami untuk berbagi kegiatan melawan radikalisme dan penguatan pilar kebangsaan

 

 

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru