33.2 C
Jakarta

Hanacaraka dan Harakatuna: Merawat Ideologi Bangsa

Artikel Trending

KhazanahHanacaraka dan Harakatuna: Merawat Ideologi Bangsa
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Pluralitas masyarakat Indonesia menjadi bukti kekayaan bangsa yang tidak semua negara memilikinya. Agama, suku, bahasa, budaya, merupakan letak perbedaan yang senantiasa dijunjung dan dihargai oleh seluruh masyarakat dan negara. Oleh sebab itu, keberadaan Pancasila sebagai ideologi bangsa sangatlah penting untuk memayungi seluruh elemen perbedaan di Indonesia.

Perbedaan yang terjadi di Indonesia ini sebenarnya bukan tanpa resiko perpecahan. Bahkan, berdasar sejarahnya, bangsa ini pernah mengalami gejolak pertikaian didasari oleh perbedaan mendasar dari masing-masing individu maupun golongan. Namun, yang paling santer terjadi adalah aksi kriminal yang dilandasi perbedaan ideologi keagamaan, seperti terorisme. Itulah bahaya laten sikap intoleransi jika dibiarkan tanpa disikapi dengan serius.

Keadaan seperti di atas yang masih sangat mungkin terjadi jika tidak direspon dengan bijak oleh banyak kalangan, baik pemerintah maupun masyarakat itu sendiri, akan menimbulkan ancaman yang dapat merugikan masyarakat Indonesia. Oleh karenanya, lembaga-lembaga non pemerintahan yang konsen terhadap upaya menjaga keutuhan negara tercinta, Indonesia, kian hari kian menjamur. Respon ini merupakan sinergitas yang baik antara pemerintah dan masyarakat.

Hanaracaka dan Harakatuna

Tulisan ini akan mengulas keberadaan dua lembaga yang berbeda. Namun, mempunyai spirit dan misi yang sama untuk menjaga komitmen dan merawat tradisi kerukunan umat beragama. Adapun dua lembaga tersebut adalah Hanacaraka dan Harakatuna.

Tahun 2011 silam, di Kabupaten Wonogiri berdirilah Pondok Pesantren Modern Hanacaraka. Uniknya, meskipun berlabel modern, pondok pesantren ini menggunakan pendekatan budaya terutama Jawa sebagai nafas pendidikannya. Seperti namanya, Hanacaraka, adalah aksara Jawa yang tercipta ribuan tahun silam. Semangat lokalitas Jawa sangat terlihat di pondok pesantren tersebut.

Terlahir di tlatah Wonogiri, Jawa Tengah, yang masyarakatnya sangat tradisional, Pondok Pesantren Hanacaraka menggunakan pendekatan budaya Jawa untuk metode pendidikan dan dakwahnya. Santri-santri diajarkan alat musik tradisional Gamelan, berbahasa Kromo Alus (Jawa), dan menulis dengan aksara Jawa. Dengan pendekatan budaya, Hanacaraka berhasil merangkul seluruh kalangan masyarakat bukan saja Islam, bahkan non Islam sekali pun.

Keseimbangan yang diciptakan dengan memadukan nilai agama dan budaya adalah cara yang sangat santun serta tidak menimbulkan sebuah perpecahan. Inilah yang digunakan oleh Sunan Kalijaga dalam berdakwah di kalangan masyarakat tradisional dengan pendekatan budaya lokal. Kiranya itulah yang menjiwai Hanacaraka, sehingga kian banyak diminati oleh masyarakat sebagai pilihan berislam dan berpendidikan.

BACA JUGA  Mengubur Egoisme Politik, Mewujudkan Indonesia Harmoni

Enam tahun berselang, tepatnya pada 2017 di Jakarta, berdiri sebuah lembaga bernama Harakatuna Media. Ini adalah andil anak bangsa dalam upaya merawat keutuhan masyarakat Indonesia yang berada dalam resiko kesesatan ideologi radikal. Sebagaimana slogan yang dipakainya ‘Merawat Ideologi Bangsa’. Harakatuna adalah lembaga yang bergerak dalam bidang dakwah media digital untuk menebarkan Islam toleran terutama kontra narasi radikalisme, terorisme, dan khilafatisme yang diagung-agungkan oleh kelompok Islam bergaris keras (ekstrem).

Harakatuna Media menyasar generasi milenial yang sangat rentan terpapar paham radikal. Selain itu, pemuda juga menjadi harapan dalam menentukan nasib kebangsaan masa depan, sehingga perlu dijaga dan diluruskan arah berpikirnya. Menggunakan pendekatan teknologi informasi, Harakatuna sangat relevan jika dihadapkan dengan kondisi saat ini, dimana setiap orang sangat dekat dengan gawai dan internet.

Semangat Memperkokoh Bangsa dan Agama

Keberadaan dua lembaga di atas, menurut penulis sangat strategis dan unik. Mulai dari nama yang hampir sama, Hanacaraka dan Harakatuna mengambil peran berbeda untuk tujuan yang sama, yaitu memperkokoh prinsip keislaman dan kebangsaan yang ramah, toleran, serta tanpa kekerasan.

Hanacaraka mengambil jalan budaya sebagai media pengejawantahan nilai Islam yang dapat diterima seluruh golongan masyarakat. Berada di lokasi yang kental akan nilai budaya, Hanacaraka senantiasa melaksanakan dakwah yang ramah sesuai dengan jati diri masyarakat Jawa, yakni tata krama dan unggah-ungguh. Sedangkan Harakatuna, memanfaatkan platform media digital dalam menebarkan narasi toleransi dan anti radikalisme. Selain itu, Harakatuna mendukung penguatan literasi melalui penerbitan buku dan buletin Jum’at.

Posisi kedua lembaga tersebut seperti oase di tengah tantangan ideologi dan karakter bangsa. Keduanya berbeda dalam metode dakwahnya, berjauhan lokasinya, bahkan tidak ada kesinambungan struktural. Namun atmosfer dakwah yang dibangun sama-sama mengedepankan nilai Islami yang mengasihi semua umat, tanpa terkecuali, serta senantiasa menjadikan keutuhan dan kerukunan bangsa sebagai tujuan utamanya. Sekali lagi, Hanacaraka dan Harakatuna adalah sinar yang mencerahkan saat kondisi Indonesia sedang berada di tengah degradasi moral dan ideologi nasionalisme.

Indarka Putra
Indarka Putra
Alumni Fakultas Syariah IAIN Surakarta, Ketua Umum Generasi Baru Indonesia (GenBI) Jawa Tengah periode 2020-2022, bermukim di Telatah Kartasura.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru