Harakatuna.com. Jakarta – Gubernur Lemhannas, Letnan Jenderal (Purn) Agus Widjojo mengkritik Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang pelibatan TNI dalam mengatasi terorisme. Sebab, akan terjadi tumpah-tindih peran antarlembaga.
“Penerbitan perpres dalam peran TNI untuk menangani terorisme akan rawan dengan tumpang-tindih peran antara berbagai lembaga, seperti TNI, Polri, BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme), dan Densus 88, dan lain-lain,” kata Agus saat diskusi Virtual, Rabu (13/5/2020).
Agus mengatakan upaya-upaya penanganan terorisme selama ini merupakan tugas dari pada Polri dalam fungsi utamanya sebagai criminal justice system atau penegak hukum.
“Oleh karena itu, kalau kita mencari peran TNI di dalam upaya melawan teroris, maka hendaknya cara pandangnya adalah bagaimana memasukkan TNI di dalam upaya tersebut dan jangan untuk membawakan upaya tersebut ke dalam TNI,” ujarnya.
“Karena nanti akan menjadi rancu akan muncul istilah-istilah yang sebetulnya istilah-istilah tersebut adalah istilah khas operasi TNI yang tidak berlaku dalam criminal justice system,” sambungnya.
Gubernur Lemhannas, Dalam UUD TNI Bertugas Jaga Pertahanan Nasional
Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, dikatakan Agus, TNI memiliki peran sebagai pelaksana utama fungsi Pertahanan Nasional. Meski banyak yang mendefinisikan secara luas mengenai Pertahanan Nasional. Pertahanan Nasional yang dimaksud Agus adalah pertahanan yang disiapkan untuk menjaga keutuhan wilayah. Terutama apabila ada serangan dari luar negeri.
“Yang ingin saya sampaikan di sini adalah pertahanan itu (nasional) pada dasarnya diartikan sebagai pertahanan untuk menghadapi ancaman militer dari luar negeri. Mengapa? Karena tugasnya adalah untuk mempertahankan kedaulatan dan keutuhan wilayah. Kedaulatan dan keutuhan wilayah itu hanya bisa dihancurkan atau diancam oleh sebuah kekuatan luar dengan pemaksaan menggunakan kekuatan militer,” ujarnya.
Meski demikian, Agus menuturkan bukan berarti Indonesia tidak memiliki ancaman kedaulatan dari dalam negeri. Menurutnya, ancaman yang datang dari dalam negeri pada dasarnya merupakan tindakan pelanggaran hukum. Di mana tentara tidak didesain untuk melakukan penegakan hukum tersebut.
“Kalau kita bertanya apakah tidak ada ancaman kedaulatan dari dalam, maka orang yang menganut paham bahwa pertahanan itu defense dia akan bertanya loh, Anda kan punya sistem hukum? Setiap ancaman yang datang dari dalam pada dasarnya awalnya itu adalah tindakan pelanggaran hukum. Tindakkum berdasarkan penegakan hukum. Sehingga dengan demikian tentara itu tidak pernah didesain untuk menjadi penegak hukum,” pungkasnya.