26.1 C
Jakarta

Geopolitik Radikalisme Pasca Runtuhnya ISIS

Artikel Trending

KhazanahPerspektifGeopolitik Radikalisme Pasca Runtuhnya ISIS
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Institusi bisa runtuh, tapi tidak dengan ideologi. Hal ini menunjukkan susahnya memunahkan ideologi. Banyak contohnya. Runtuhnya Dinasti Ottoman di Turki, tetapi Islam tetap tumbuh. Bubarnya Uni Soviet tetapi sosialisme tetap tidak punah. Dan, terakhir boleh jadi termasuk ISIS.

ISIS kini dikabarkan runtuh. Empat tahun yang lalu, kaum militan ISIS menyerbu banyak wilayah Suriah dan tetangganya Irak. ISIS memproklamirkan pembentukan ‘kekhalifahan’, dengan khalifah Abu Bakar al Baghdadi. Mereka memaksa menjadi penguasa pada hampir delapan juta orang. Sekarang, ISIS hanya menguasai sekitar 1% dari wilayah yang pernah mereka kuasai.

Runtuhnya ISIS menjadi kabar baik sekaligus mengkhawatirkan. Kabar baik lantaran iklim perdamaian di Suriah dan Irak muncul titik cerahnya. Di sisi lain muncul kekhawatiran, eks militant ISIS kembali dan menyebar ke seluruh penjuru dunia. Mereka jelas membawa paham radikal. Dengan demikian perjuangan mereka kini tidak lagi terkonsentrasi namun menyebar atau berdiaspora.

Diaspora Pascakeruntuhan  

Koalisi pimpinan AS, yang mencakup pasukan Australia, Bahrain, Prancis, Yordania, Belanda, Arab Saudi, Turki, Uni Emirat Arab dan Inggris, mulai meluncurkan serangan udara terhadap posisi-posisi ISIS di Irak pada Agustus 2014. Koalisi serangan udara terhadap ISIS di Suriah dimulai sebulan kemudian.

Koalisi pimpinan AS berhasil merebut kembali kota Ramadi, ibukota Provinsi Anbar di Irak, oleh pasukan pro-pemerintah Irak pada Desember 2015. Selanjutnya Mosul, kota terbesar kedua Irak pada bulan Juli 2017. Pada bulan Oktober 2017, kota Raqqa sebagai ‘ibukota kekhalifahan,’ juga berhasil di rebut. Sedangkan tentara Suriah mampu menguasai lagi kota Deir al-Zour, dan pasukan Irak merebut kembali kota al-Qaim yang terletak di perbatasan sejak November 2017. ISIS secara de jure dengan demikian telah lumpuh dan runtuh.

Namun AS melaporkan masih ada 14.000 militan ISIS di Suriah dan 17.100 militan ISIS di Irak. Kawasan-kawasan ini sudah tidak lagi mereka kuasai sepenuhnya. PBB juga memperkirakan bahwa masih ada pula kantung besar militan ISIS di berbagai negara lain. Seperti di Libya antara 3.000 hingga 4.000 orang dan Afghanistan sekitar 4.000 orang. Antara 1.500 hingga 2.000 militan diperkirakan masih bersembunyi di daerah di sekitar kota Hajin, di Lembah Sungai Eufrat Tengah, Suriah.

Kelompok ISIS juga memiliki militan dalam jumlah yang tidak sedikit di Asia Tenggara, termasuk sejumlah pendukung di Indonesia, Afrika Barat, Semenanjung Sinai Mesir, Yaman, Somalia, dan Sahel.

Militan ISIS di Irak dan Suriah mengubah taktik dengan kembali ke akar pemberontakan mereka. Yaitu dengan melakukan pemboman, pembunuhan dan penculikan, sembari mencoba untuk membangun kembali jaringan mereka. Ada pula individu-individu yang terinspirasi oleh ideologi kelompok itu, lalu melakukan berbagai serangan di Eropa dan di tempat lain.

BACA JUGA  Darurat Solidaritas: Lawan Polarisasi Politik dan Perpecahan Bangsa!

Penelitian Soufan Center (2017), memperkirakan bahwa sekitar 5.600 petempur ISIS telah kembali ke kampung halaman mereka di 33 negara di seluruh dunia. Antara lain yang terbesar adalah sekitar 900 orang kembali ke Turki. Sekitar 1.200 orang telah kembali ke Uni Eropa, terdiri dari 425 orang ke Inggris, dan sekitar 300 pulang ke Jerman dan 300 lainnya kembali ke Perancis.

Ratusan petempur asing lainnya sudah ditangkap dan masih ditahan oleh SDF di kawasan Suriah timur laut yang dikuasai Kurdi. Amerika Serikat menyerukan negara-negara lainnya untuk membawa pulang warga negara mereka yang bergabung dengan ISIS, untuk diadili.

Byman (2019) memaparkan bahwa daya tarik Negara Islam dan ideologi al Qaeda tetap kuat, dan sejumlah kecil pengikut di Barat akan berusaha mengangkat pedang mereka lagi. Tetapi saat ini ancamannya kurang mengancam dibandingkan pada tahun 2014.

Geostrategi Deradikalisasi

Tumbang ISIS di pusat semestinya turut melemahkan pergerakan para anggota dan simpatisannya di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Di Indonesia, JAD diperkirakan akan masih tetap beroperasi dan belum mengindikasikan kelompok tersebut akan menyerah (Nurdin, 2019).

AS Hikam dalam bukunya Deradikalisasi bahwa negara beserta aparatnya telah kecolongan dalam mengantisipasi masuknya propaganda ISIS ke Indonesia, serta kurangnya penyebaran pemahaman Islam yang benar pada masyarakat.

Dunia harus bersatu dan bersinergi menyikapi penyebaran ideologi radikal pascakeruntuhan ISIS. Ideologi ISIS bisa jadi tumbuh sendiri menyebar ke penjuru dunia. Tetapi bisa jadi mereka juga berkolaborasi dengan jaringan radikal lain yang sudah eksis di suatu negara.

Perlawanan berbasis dakwah mesti dilakukan dengan pendekatan geostrategi. Basis sinergi kewilayahan mesti kuat. Militan ISIS yang telah menyabar mesti segera dipetakan rinci hingga titiknya. Mereka mesti diisolasi secara spasial agar tidak berkembang dan minim fasilitas.

Antar negara mesti bekerja sama. Konon salah satu target pengembangan terbesar adalah Asia Tenggara. Dengan pusat yaitu Filipina yang sejak lama telah memiliki modal konflik. Indonesia sebagai negara berwarga muslim terbesar mesti tampil di depan mengkoordinasi geostrategi penyikapannya.

Komitmen masing-masing negara dibutuhkan. Misalnya adalah mengadili warganya yang terlibat ISIS. Selanjutnya saling bertukar informasi dan data intelejen, khususnya terkait indikasi adanya keterlibatan warga negara lain.

Upaya lain, dakwah berbasis teologi damai mesti digencarkan. Indonesia juga harus tampil terdepan. Dai yang berkompeten dapat dikirim ke seluruh dunia yang membutuhkan. Koordinasi dan edukasi juga dapat difasilitasi. Dakwah perdamaian harus menjadi gerakan dan jaringan yang sistematis dan massif. Setiap wilayah yang terendus terkena virus radikalisme dan terorisme mesti dilawan dengan dakwah perdamaian.

RIBUT LUPIYANTO, Deputi Direktur Center for Public Capacity Acceleration (C-PubliCA).

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru