31.3 C
Jakarta

Generasi Milenial dan Suburnya Penyebaran Ideologi Terorisme di Indonesia

Artikel Trending

EditorialGenerasi Milenial dan Suburnya Penyebaran Ideologi Terorisme di Indonesia
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Generasi milenial tengah menjadi sasaran empuk ideologi terorisme di Indonesia. Kemelekan pada teknologi dan keinginan yang siap saji menjadi mikro-sosiologis yang mendekatkan mereka pada penerimaan terhadap gagasan baru agama yang lebih radikal.

Krisis identitas itulah pada kalangan generasi milenial memungkinkan mereka rentan terhadap pengaruh dan sebaran ideologi teroris yang memang sudah dan sedang dijajakan di ruang digital. Ruang digital selama ini adalah tempat propaganda yang digaungkan para teroris dan menjadi indoktrinasi paham terorisme.

Sehingga, apabila generasi milenial tidak mampu dan tidak memiliki kemampuan untuk membaca informasi secara utuh dan jeli, maka tibalah mereka kepada penerimaan terhadap ajaran apa saja dari para teroris.

Temuan BNPT menjabarkan, kelompok teroris banyak mengisi ruang digital. Para teroris ini tidak perlu saling bertemu dan mengenal bila dirasa satu pemikiran. Proganda dan indoktrinasi menjadi niscaya di sana, dengan asumsi bahwa generasi milenial harus beraksi karena ketidakadilan, dan musuh Islam makin menjadi-jadi, dan karena itu, kakerasan adalah jalan keluar dalam menyelesaikan perihal tersebut.

Dengan bertambahnya pengguna internet di Indonesia, ajakan dan penyebaran paham terorisme bertambah ngeri. Terpaan internet semakin memudahkan individu untuk bersentuhan dan mendalami konten-konten radikal di dunia maya.

Pada tahun 2021 ini saja, pengguna internet di Indonesia mencapai 202,6 juta jiwa dan meningkat 15,5 persen atau 27 juta jiwa dibandingkan pada tahun 2020 lalu. Dengan total penduduk yang mencapai 274,9 juta jiwa, penetrasi internet di Indonesia mencapai 73,7 persen (Merdeka.com 7/4/2021).

BACA JUGA  Mawas Diri dari Propaganda Khilafah di Bulan Ramadan

Dalam hal ini, BNPT diperlukan sebuah mekanisme pencegahan dalam memastikan pemanfaatan internet agar tidak mengarah pada tindakan radikal terorisme. Butuh pemantauan secara terus menerus media sosial secara massif utamanya terhadap 4 platform, yaitu, Telegram, Whatsapp, Facebook, dan Tamtam.

Catatan BNPT, Per 12 Maret 2021, terdapat 321 grup maupun kanal media sosial yang terindikasi menyebarkan propaganda radikal terorisme di mana 145 grup atau kanal di antaranya berasal dari platform Telegram. Sedangkan sepanjang tahun 2020, terdapat 341 konten siber yang terpantau menyebarkan propaganda radikal terorisme di mana sebagian besar merupakan akun underbow organisasi yang telah resmi dilarang seperti HTI.

Dalam hal itu BNPT dan kita semua, perlu melakukan upaya kontra radikalisasi melalui penyebaran narasi-narasi perdamaian dan toleransi di media sosial dengan melibatkan kelompok pemuda sebagai garda utama untuk menyebarkan pesan damai di dunia maya.

Internet sebagai ruang bebas, dapat dijadikan oleh jaringan teror untuk terus menggemakan propaganda yang mereka miliki sehingga paparan yang terus-menerus menjadikan seseorang terpapar propaganda radikalisasi dengan frekuensi yang lebih tinggi. Tetapi sebaliknya, internet juga bisa membasmi paham radikalisme dan terorisme apabila internet diproyeksikan menjadi ruang sebaran paham moderat dan alat penangkal dari paham yang membahayakan.

Editorial kali ini mengajak pembaca perlunya memerangi teroris ini secara sistematis. Terpadu dan kesinambungan. Kolaborasi antarpihak perlu dilakukan. Bersatu melawan paham radikalisme dan terorisme sesuai tupoksi masing-masing. Mau?

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru