25.6 C
Jakarta

Sejarah ISIS: Motif dan Aktornya (Bagian I)

Artikel Trending

KhazanahTelaahSejarah ISIS: Motif dan Aktornya (Bagian I)
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) yang sempat menjadi ancaman keamanan dunia global telah musnah tahun lalu. Tapi bekas pengikut dan investasi ideologinya masih terus berkecambah di luar teretorinya hingga hari ini. Bahkan Indonesia dengan penduduk kebanyakan Islam Ahlussunnah juga terjamah dengan ideologi ISIS. Hingga banyak WNI yang hijrah dan bergabung ke ISIS.

Banyaknya warga negara asing, bahkan warga Indonesia yang terlibat dalam jihad ISIS menunjukkan keberhasilan ISIS menebarkan propagandanya. Propaganda klasik, yakni bahwa negeri yang tak berasaskan khilafah, adalah thaghut dan kafir. Sementara masyarakat Muslim haram hukumnya berlindung di bawah negara kafir, termasuk Indonesia. Propaganda ini yang membuat warga negara dunia berduyun-duyun tertipu ISIS sebagai negara Islam.

Hari ini, setelah ISIS hancur dan terkalahkan, mereka yang sempat tergabung dan menjadi pejuang jihad ISIS ingin pulang ke negaranya masing-masing. Menyikapi hal ini, tentu tidak semudah seperti halnya menjemput barang titipan. Keputusannya harus melalui kajian dan pertimbangan yang cukup matang. Maka, dalam kasus ini, hal mendasar yang perlu diketahui bersama adalah sejarah, ajaran, bahkan ideologi ISIS itu sendiri.

Hubungan Al-Qaeda dan AQI

Kemunculan ISIS sejatinya merupakan bagian dari efek domino krisis politik dan ekonomi timur tengah. Arab Spring yang melanda ‘negara-negara Arab’menyisakan konfrontasi konflik sosial yang berangsur-angsur. Bahkan melibatkan negara kawasan lain ikut campur tangan dengan perihal Arab Spring hingga kemunculan ISIS.

Dalam riwayat keorganisasian, ISIS didirikan oleh Ahmad Fadil Nazzal al-Khalaylah. Dalam menjalankan gerakannya ia menggunakan nama samaran yang dinisbatkan pada nama daerah kelahirannya, Zarqa’. Maka nama Abu Mus’ab al-Zarqawi yang dilahirkan 20 Desember 1966, yang dikenal sebagai inisiator ISIS, memiliki nama samaran Ahmad Fadil Nazzal.

Sebelumnya, Abu Mus’ab merupakan pemimpin kelompok militan Al-Qaeda di Irak. Ia juga alumni Afghanistan. Abu Mus’ab pertama kali tergabung dengan Al-Qaeda pada tahun 2000. Keterlibatannya di Al-Qaedah karena dipengaruhi Osama bin Laden di Afganistan.

Pada saat yang sama, Abu Mus’ab sendiri adalah pendiri Jama‘at al-Tawhid wa al-Jihad. Organisasi ini didirikan sejak 2002. Organisasi ini kemudian menjadi kuat setelah pertemuan Abu Mus’ab dengan Osama bin Laden dalam agenda penggulingan pemerintah Yordania.

Dalam perjalanannya setelah keluar dari Afganistan, Abu Mus’ab berpindah-pindah lokasi mulai dari Iran hingga Irak sejak tahun 2002. Abu Mus’ab mengembangkan jaringan dan melakukan pembinaan gerakan setelah dirinya bertemu dengan Osama di Irak. Bahkan dalam kerangka agenda penggulingan pemerintah Yordania ini, organisasinya melakukan penguatan militer di Irak.

Sejak 2003, sebelum menunjukkan afiliasinya dengan Al-Qaeda, Abu Mus’ab menyatakan ikrar janji setia untuk Al-Qaeda. Setelah itu ia mendirikan Tanzhim Qa‘idat al-Jihad fi Bilad al-Rafidayn. Organisasi ini bergerak di Irak dengan nama Al-Qaeda in Iraq (AQI).

Jaringan ini oleh Abu Mus’ab digunakan untuk mengusai Irak bersama Al-Qaeda. Target mereka adalah memusnahkan Amerika Serikat sebagai target utama. Afiliasi AQI dengan Al-Qaeda meraup keuntungan besar bagi Abu Mus’ab, baik dalam bantuan dana, rekrutmen, logistik, serta fasilitas jaringan.

BACA JUGA  Apa yang Dilakukan oleh Aktivis Khilafah pada Pemilu 2024?

Osama dan Benih ISIS

Osama konon memberikan dana sebesar 200.000 USD pada Abu Mus’ab untuk membentuk sebuah kamp pelatihan militer di Herat. Di kemudian hari, anggota kamp ini dikenal dengan julukan Jund al-Sham. Dengan bekal sebagai cabang Al-Qaeda di Irak, AQI semakin mempunyai kekuasaan mengontrol sumber kekuatan dari pejuang asing.

Pada 2004 AQI menjadi kekuatan militer yang diperhitungkan dalam melancarkan pemberontakan anti AS. Sejak tahun itulah AQI berhadap-hadapan langsung AS dan Uni Soviet. Dalam perang melawan AS, krisis politik di Irak menyebabkan lengsernya Saddam Hussein. Kondisi perang antara AQI dan AS terus berlangsung bertahun-tahun hingga menewaskan Abu Mus’ab pada  7 Juni 2006 di daerah Baquba, utara Baghdad.

Setelah meninggalnya Abu Mus’ab, Majelis Syuro Mujahidin mengangkat Abu Ayyub al-Masri sebagai pimimpin AQI. Dalam sejarahnya, sebelum menjadi pemimpin AQI, Al-Masri sudah sering terlibat dalam kegiatan terorisme sejak 1980-an. Bahkan ia telah mengenal Abu Mus’ab al-Zarqawi selama di kamp Al-Qaeda di Afghanistan dan di Irak.

Lahirnya ISIS

Diangkatnya Al-Masri sebagai pemimpin AQI memberi perubahan yang signifikan dalam sejarah perlawanan ISIS. Prestasi terpentingnya, adalah pernyataan sikap tegas Al-Masri untuk mendukung gerakan perlawanan yang diberi nama Islamic State of Iraq (ISI). Maka pada  15 Oktober 2006, tepat di bulan Ramadan 1427 H, Al-Masri mendeklarasikan keterlibtan AQI di ISI. Negara Islam Irak ini memliki wilayah kekuasaan di provinsi Ninewah, Anbar, dan Salah al-Din, serta beberapa area seperti Babil, Wasit, Diyala, Baghdad, serta Kirkuk.

Saat itu ISI dipimpin oleh Abu Umar al-Baghdadi, yang merupakan warga asli Irak.  Al-Baghdadi dipilih dan diangkat sebagai pimpinan ISI oleh Majelis Syuro Mujahidin. Bai‘at Al-Masri kepada Abu Umar al-Baghdadi langsung menempatkan AQI secara hirarkis di bawah ISI. Posisi ISI yang cukup potensial menyebabkan Abu Umar al-Baghdadi beserta organisasinya, AQI, berkongsi ke ISIS.

Abu Umar al-Baghdadi dan Al-Masri menjabat sebagai pimpinan ISI hanya selama 4 tahun. Kaduanya terbunuh dalam agensi operasi JSOC yang dilakukan AS di Tharthar pada 18 April 2010. Setelah itu Majelis Syuro ISI, 9 orang dari 11 anggota, menunjuk  Ibrahim Awwad Ali al-Badri al-Samarrai, alias Abu Bakar al-Hashimi al-Husaini al-Qurashi al-Baghdadi, alias Abu al-Du‘a, alias Hamed Dawud Mohammed Kholil al-Zawri, yang mempunyai julukan Abu Bakar al-Baghdadi sebagai pemimpin ISI.

Al-Baghdadi berhasil mengoperasikan ISI di Suriah melalui perbatasan Provinsi Hasaka. Di antara mereka yang terlibat dalam operasi ini adalah Abu Mohammed al-Jolani. Selanjutnya pada tahun 2013, Abu Mohammed al-Jolani diangkat sebagai pejabat tinggi Jabhat al-Nusra yang resmi dibentuk pada awal April 2013. Kekuatan ISI yang dipimpin oleh al-Baghadadi dan al-Nusra yang dipimpin oleh al-Jolani berhasil masuk ke seluruh Suriah, hingga ISI mulai menguasai Raqqa.

Setelah ISIS menguasai sebagian daerah Suriah, pada 8 April 2013, al-Baghdadi mendeklarasikan kesatuan gerakan jihadis lintasregional antara ISI dan al-Nusra. Kolaborasi keduanyalah yang selanjutnya membentuk kesatuan yang disebut dengan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS).

Ahmad Fairozi
Ahmad Fairozihttps://www.penasantri.id/
Mahasiswa UNUSIA Jakarta, Alumni PP. Annuqayah daerah Lubangsa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru