31.2 C
Jakarta

FPI, Teroris, dan Kebertautan Kaum Radikal

Artikel Trending

Milenial IslamFPI, Teroris, dan Kebertautan Kaum Radikal
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Terorisme belum, dan tidak pernah, memberi sinyal kemusnahan. Berselang sehari dari penyerangan mendadak oleh kelompok Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) yang menewaskan 19 personel rezim Suriah dan pejuang milisi sekutu Suriah di provinsi Hama, Suriah tengah pada Rabu (3/2) waktu setempat, sebanyak 19 orang terduga terduga teroris di Makassar, Sulawesi Selatan, ditangkap lalu dibawa ke Jakarta. Para kaum radikal tersebut, menurut keterangan Polda Sulsel, adalah anggota FPI.

Tentu, kita juga masih ingat berita mengejutkan beberapa waktu lalu. Sebanyak 23 teroris, yang dua di antaranya adalah Zulkarnaen dan Arif Sunarso, aktor Bom Bali 1, diangkut dari Lampung ke Jakarta. Jika mereka dari Jemaah Islamiyah (JI), yang terbaru berasal dari kelompok teroris Jemaah Ansharud Daulah (JAD). “Merupakan kelompok JAD berafiliasi ISIS,” kata Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono di Bandara Soetta, Tangerang, Banten, pada Kamis (4/2) kemarin.

Menariknya, keterlibatan FPI dalam terorisme disikapi masyarakat dengan beragam. Ada yang percaya, ada pula yang menganggap itu dibuat-buat. Bahkan pada video pengakuan slah satu teroris yang tengah viral, tentang keterlibatan Munarman, petinggi FPI, baiatnya kepada ISIS, banyak komentar yang menuduh polisi memaksa si pelaku mengaku demikian. Munarman pun menyangkal tuduhan tersebut dan mengaku tidak mengenal mereka. Padahal, polisi sudah memastikan keterlibatan tersebut.

“Semuanya itu adalah anggota FPI. Ini ancaman hukuman mereka seumur hidup. Sudah diterbangkan semua ke Mabes Polri. Jadi mereka berbaiat ISIS pimpinan Abu Bakar al-Baghdadi di tahun 2015. Tahun 2015 itu ada pembaiatan di Limboto. Pembaiatannya waktu itu sama anggota FPI,” terang Kabid Humas Polda Sulsel Kombes Pol Zulfan, seperti dilansir Detik.

Di Twitter, tagar tentang kasus tersebut trending. Antara FPI dan terorisme kerap kali menjadi pusat pembicaraan. Ini menarik karena desain awalnya, FPI tidak begitu. Mereka yang ahli sweeping dan konfrontatif pada pemerintah secara ideologi tidak sama dengan JAD, JI, dan teroris lainnya. Ternyata, ada benang merah yang membuat FPI terpolarisasi dan menjadi sepelik sekarang. Yaitu, mereka semua adalah kaum radikal. Dalam artian, kaum radikal—terlepas dari apa pun organisasinya—memiliki relasi ideologis.

Relasi Kaum Radikal

Hubungan Kepentingan. Selama ini, ormas seperti FPI tugasnya mengusik rezim. HTI dibubarkan juga karena demikian: mengusik Negara. Para kaum teroris semacam JI, JAT, JAD, dan lainnya, itu mengusik masyarakat dan ideologi NKRI untuk kepentingan politik kekuasaan mereka. Mereka semua disebut kaum radikal karena anti-kompromi dengan lokalitas, baik budaya maupun keberagamaan, atau juga sistem ketatanegaraan. Frontal, dan keinginannya satu: mendirikan sistem sendiri.

BACA JUGA  Serangan Moskow dan Bukti Kekejaman Teroris di Bulan Ramadan

Jadi sekalipun FPI mengaku setia Pancasila sementara JAD tidak, mereka sama-sama riskan karena punya kepentingan lain yang orientasinya adalah komunitas mereka sendiri—mencederai NKRI. Dan kebertautan mereka, kaum radikal, ada dalam agendanya. FPI bukan ekstremis takfiri. Habib Rizieq Shihab tidak sekukuh Abu Bakar Baasyir. Lalu bagaimana mungkin seorang Munarman yang notabene FPI berbaiat dengan ISIS? Apa relasinya?

Jawabannya adalah: relasi kepentingan. Musuh mereka sama, yaitu negara dan pemerintah. Bukan mustahil mereka akan bersatu untuk tujuan itu. Pada akhirnya terjadi usaha menautkan diri dengan kelompok sebelah demi menyatukan kekuasaan melakukan pemberontakan pada rezim. Kelompok teroris, bagaimanapun, sebagaimana ditegaskan Ali Imron, selalu menunggu momentum. Saling mengaitkan satu sama lain merupakan hal yang lumrah. Yang penting, agendanya tercapai.

FPI yang Sudah Bubar

Tetapi FPI sudah bubar, bagaimana mungkin mereka dikaitkan dengan aksi terorisme? Justru itu yang perlu diwaspadai. Kebertautan kaum radikal yang dipengaruhi kepentingan masing-masing berpotensi lebih buruk, yakni bersatunya kekuatan radikal. Mereka menyerang negara dan pemerintah dari segala arah, dari beragam tuduhan, dengan segala isu. Isu yang mereka bawa juga tidak lepas dari isu sensitif; agama. Jadi jurusnya sama semua. Tidak jauh-jauh dari itu.

HTI juga bubar, tetapi aktivisnya masih bergerilya. Sebab, di samping tuntutan ideologis, keterdesakan oleh musuh akan membuat mereka bersatu untuk menghadapinya. Dengan demikian, yang perlu ditakuti bukanlah pergerakan satu kelompok di antara mereka, melainkan kebertautan antarkelompok. Dibubarkan atau tidak, diakui negara atau tidak, tidak pengaruh. Justru yang menadapat represi dari pemerintah akan lebih frontal dalam setiap gerakan radikalnya.

Mau FPI bubar dan terlarang atau tidak, kaum radikal itu satu. Organisasinya saja yang banyak, tapi kepentingannya serumpun. Maka melihat polemik keterlibatan FPI dengan terorisme tidak perlu dengan rasa heran. Orang bisa merangkap dua anggota sekaligus, menjadi jihadis JAD dan menjadi laskar FPI. Medan tempurnya sama: NKRI dan pemerintah. Kebertautan ini, tentu, bukan sesuatu yang baru. Yang terang, di atas kepentingan konfrontasi, kaum radikal adalah saudara.

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru