28 C
Jakarta

FPI; Laskar Ekstremis yang Wajib Dibasmi

Artikel Trending

Milenial IslamFPI; Laskar Ekstremis yang Wajib Dibasmi
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Rekam jejak FPI melakukan sweeping, yang tentu meresahkan, mungkin jadi argumentasi penguat, ketika sekarang Ormas terlarang tersebut jadi teroris. Ia adalah laskar ekstremis. Meski FPI menegaskan terima Pancasila, itu akan bulus belaka. Nahi munkar, jargon besarnya, adalah bahasa lain dari eksklusivisme—ideologi para teroris. Namun, FPI lebih sentimentil. Bukan ideologi yang melegitimasi jiwa teror mereka, melainkan ‘rasa sakit hati’ dan rasa ‘ketidakadilan’.

Zulaimi Agus, laskar FPI yang tertangkap di Bekasi, bertekad lakukan teror demi keadilan. Bambang Setiono berencana meledakkan bom molotov di SPBU di Jakarta sebagai tuntutan pembebasan Habib Rizieq. Ahmad Junaidi berencana meledakkan bom molotov di toko-toko orang Tiongkok yang ia anggap komunis. Husein Hasni, sang ketua laskar, jadi perakit bom. Husein tengah membuat bom yang nanti akan ia bagikan ke seluruh DPC dan DPW FPI di seluruh Indonesia. Targetnya adalah TNI-Polri.

Apakah melalui keempatnya, kemudian bisa kita buat generalisasi bahwa semua anggota FPI adalah laskar ekstremis? Tentu. FPI itu ibarat sekumpulan tawon; suka berkerumun dan punya sengat. Sang raja tawon dipenjara, maka mereka semua akan bersama-sama menyengat polisi. Sikap ekstrem sudah ada dalam diri mereka. Pemenjaraan Habib Rizieq adalah pembenaran paling kuat atas segala tindakan brutal yang akan mereka lakukan.

Apakah nanti teror FPI akan sama dengan teror JI, dan secara umum, apakah ada potensi FPI akan jadi organisasi teroris seperti afiliasi Al-Qaeda dan ISIS?

Tidak. FPI akan tetap menjadi FPI, sebagaimana Habib Rizieq tidak pernah berubah dari dulu meski sepak terjangnya memancing perpecahan umat. Melalui apa yang terjadi pada FPI hari ini, yakni berusaha menebar teror, menjadi kuat bukti bahwa legitimasi terorisme bukanlah ideologi semata. FPI tidak kecewa dengan sistem pemerintahan; demokrasi, sebagaimana teroris JI misalnya.

Mereka menerima konsensus NKRI, tetapi mereka jadi teroris lantaran sakit hati dan merasa terzalimi. Karenanya, aksi laskar ekstremis tersebut masuk ke dalam kategori terorisme inisiatif diri (lone wolf terrorism). Bagaimana bisa?

Laskar Ekstremis yang Sakit Hati

Ramon Spaaij, sosiolog dari Victoria University, Melborne, Australia, sebagaimana dikutip Denny JA, meneliti corak lone wolf terrorism di 15 negara dalam The Enigma of Lone Wolf Terrorism: An Assessment. Denny kemudian merangkumnya menjadi tujuh ciri generasi baru lone wolf terrorism, yang empat di antaranya sesuai dengan ciri-ciri FPI. Keempatnya yaitu terinspirasi kelompok teroris, residu jaringan online, gangguan psikologis dan permusuhan tingkat tinggi.

Dalam karya lain bersama Mark S. Hamm, The Age of Lone Wolf Terrorism, Spaaij juga menemukan bahwa masalah pribadi dan politik menjadi sebab kulminasi emosional dan kemudian melahirkan ide-ide teror yang apologis. Di tengah maraknya aksi-aksi teror oleh JI dan JAD, laskar ekstremis FPI terinspirasi untuk melakukan hal yang sama sebagai peluapan amarah. Psikologi mereka terganggu, tidak bisa berpikir sehat kecuali hasrat balas dendam dan menanggap rezim sebagai musuh utama.

BACA JUGA  Paslon yang Didukung Abu Bakar Ba'asyir Membahayakan Indonesia?

Terlepas terakomodasinya khilafah Islamiyah dalam AD/ART FPI, ideologi tak menyokong banyak, dan kesakithatian tadi yang menyetir segalanya. Meski tergolong lone wolf terrorism, pembasmian benih-benih teroris FPI adalah langkah yang harus segera pemerintah ambil. Apa yang kita saksikan di Condet dan Bekasi hanya dua dari ratusan titik kumpulan laskar ekstremis sakit hati. Selama Habib Rizieq mendekam di penjara, dan polisi dirasa represif, mereka akan semakin semangat dengan inisiatifnya sendiri.

FPI DPC-DPW se-Indonesia pasti melihat ancaman di hadapan mereka. Jiwa-jiwa ekstremis mereka sudah bangun, terpolarisasi dengan teroris militan seperti JI dan JAD. Sebab, keadilan bagi mereka adalah bebasnya Habib Rizieq. Pancasila dan NKRI bukanlah pegangan primordial. Bagi mereka, karena negara sudah terlihat kacau, maka sekalian saja akan dibuat porak-poranda. TNI, Polri, dan jajaran pemerintah, semua dalam incaran. Boleh jadi, ketimbang teroris asli, laskar ekstremis itu lebih brutal.

Teroris Kalah Brutal

Premisnya adalah bahwa kekerasan, bagi FPI, itu bukan perkara anyar. Kalau dulu mereka terkenal sebagai tukang sweeping, itu karena keadaannya masih kompromistis. Beda dengan sekarang ketika Imam Besar mereka mendekam di balik jeruji. Apa pun bisa mereka perbuat, yang terpenting agenda utamanya terwujud: balas dendam kepada rezim. Mereka bertendensi lebih brutal karena serangannya bisa menyasar siapa pun—termasuk sesama Muslim hanya karena mereka anggap antek rezim.

Mari kita flashback. Apa yang terjadi hari-hari ini andai Husein Hasni tidak diringkus Densus 88? Mengebom saat sidang Habib Rizieq? Siapa yang akan jadi korban? Kalau mereka mengebom SPBU, berapa banyak orang tak bersalah jadi korban? Kalau mereka mengebom etnis China, apa kata dunia tentang konflik rasial tersebut? Andai Densus 88 lambat menangkap mereka, maka keadannya jauh lebih mengerikan daripada teror semacam JI dan JAD.

Demi Habib Rizieq, mereka bisa jadi lebih brutal daripada teroris Bom Bali. Lalu ketika Husein Hasni tertangkap apakah kekhawatiran tersebut tidak lagi perlu? Justru sebaliknya, penjagaan semakin diperketat. Jaringan FPI relatif solid. Laskar Pembela Islam (LPI) adalah sekumpulan laskar ekstremis yang, jangankan teror bom, mereka bahkan sering bilang siap perang andai Habib Rizieq menginstruksikan perang.

Apakah itu belum cukup meyakinkan Anda, bahwa FPI memang laskar ekstremis yang wajib dibasmi sebersih mungkin?

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru