25.4 C
Jakarta

Fathu Makkah dan Maknanya Bagi Kehidupan Kontemporer

Artikel Trending

Asas-asas IslamSirah NabawiyahFathu Makkah dan Maknanya Bagi Kehidupan Kontemporer
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Peristiwa Fathu Makkah merupakan peristiwa pembebasan kota Makkah yang terjadi pada tahun 630M tepatnya pada 10 Ramadhan tahun 8 H. Faktor terjadinya Fathu Makkah karena adanya pelanggaran perjanjian Hudaibiyah. Namun dibalik sejarah ini banyak umat Islam yang belum mengetahui dan pembacaannya hanya sebatas sejarah tanpa memikirkan lebih dalam tentang pesan dan maknanya terhadap kehidupan kontemporer. Maka dari itu, penting bagi kita untuk mengetahui lebih dalam tentang pesan dan makna dibalik peristiwa fathu Makkah.

Sejarah Fathu Makkah

Dalam salah satu pasal perjanjian Hudaibiyah telah disebutkan bahwa orang-orang dibebaskan untuk bergabung dengan kelompok Nabi Muhammad Saw atau golongan Quraisy. Oleh karena itu Bani Khuza’ah memilih bergabung kepada Muhammad saw.[1] Dikisahkan setelah menandatangani perjanjian Hudaibiyah, bani Khuza’ah bersekutu dengan Rasulullah, sedangkan bani Bakr memilih bersekutu dengan golongan Quraisy.

Sebenarnya Kedua suku tersebut pada masa jahiliyah telah sering terlibat dalam perselisihan dan pertumpahan darah. Barulah pada saat adanya perjanjian Hudaibiyah ini perselisihan antara keduanya mereda dikarenakan kedua suku tersebut menggabungkan diri kepada kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian. Akan tetapi ternyata masih terdapat kedengkian di pihak Bani Bakr, sehingga mereka memiliki keinginan untuk menlancarkan serangan terhadap bani Khuza’ah dengan meminta bantuan kepada para pembesar Quraisy.[2]

Kedengkian dari pihak Bani Bakr berujung kepada penyerangan terhadap Bani Khuza’ah yang berlokasi di dekat sebuah mata air yang bernama al-Watir daerah Makkah. Penyerangan tersebut menewaskan lebih dari dua puluh orang yang dibunuh secara membabi buta. Mereka orang-orang yang selamat menyelamatkan diri dan mengadukan penyerangan tersebut kepada Budail bin Waraqa di Makkah. Kemudian, diutuslah tetua dari Bani Khuza’ah yang berada di Makkah dan beberapa pasukan untuk mengadukan penyerangan tersebut kepada Rasulullah yang sedang berada di Madinah. [3]

Setelah mendengar laporan-laporan yang begitu jelas langsung dari orang-orang yang bersangkutan, kemudian Nabi Muhammad Saw mengambil keputusan yang tegas, karena perbuatan – perbuatan seperti itu tidak akan berhenti jika para penjahat-penjahat Quraisy yang berpusat di Mekah belum ditumpas habis.

Kaum Quraisy tidak perlu diberi jangka waktu lagi. Agar tidak terjadi kembali,maka kota Mekah harus dibuka dan ditaklukkan dengan jalan kekerasan karena beliau telah lama memahami bahwa seluruh kaum Quraisy belum dapat tunduk kepada pimpinan beliau selama kota Mekah belum bersih dari penjahat-penjahat yang suka mengacaukan keamanan kedua belah pihak. Putusan ini kemudian diambil oleh Nabi Muhammad SAW. Demikianlah asal mula terjadinya perang Fathu Makkah, membuka kota Mekah.[4]

Peristiwa ini berakhir dengan kemenangan umat Islam tanpa pertumpahan darah yang percuma kecuali orang-orang yang melawan dan memerangi mereka. Jumlah korban dari kaum musyrikin adalah 12 sampai 13 orang. Melalui peristiwa ini juga, kota Mekkah menjadi cikal bakal kota Islam. selain itu, melalui peristiwa ini berhala-berhala yang berada di sekitar Ka’bah dibersihkan dan dihancurkan.

BACA JUGA  Memasukkan Hikmah dan Iman, Mengapa Perlu Membelah Dada Nabi?

Pesan dibalik peristiwa Fathu Makkah

Dibalik peristiwa fathu Makkah terdapat banyak hal yang bisa diambil pelajaran, diantaranya ialah :

Pertama, penyerangan umat Islam bukan disebabkan oleh hawa nafsu semata karena memiliki kekuatan yang besar, tetapi umat islam menyerang Makkah karena memperjuangkan kehormatan umat Islam atas pelanggaran perjanjian Hudaibiyah yang dilakukan oleh kaum Quraisy. Tentu saja umat islam tidak bisa tinggal diam atas peristiwa ini. kemudian dengan niat karena Allah SWT dan untuk umat muslim, mereka membalas perbuatan kaum Quraisy.

Kedua, adanya strategi saat melakukan penyerangan. Hal ini mengajarkan bahwa segala sesuatu yang dilakukan butuh strategi agar bisa berjalan sesuai dengan yang diharapkan dan dengan hasil maksimal. Jangan sampai hanya modal nekat saja tanpa adanya strategi.

Ketiga, walaupun Rasulullaah SAW menghendaki kemenangan, hal ini tidak menjadikan umat Islam berbuat kerusakan dan pertumpahan darah. Hal ini mengajarkan bahwa betapa penting akhlak yang luhur dalam segala situasi dan kondisi, bahkan dalam keadaan perang sekalipun, bahwa diri ini tidak boleh dikuasai oleh kemarahan dan kedengkian. Akhlak yang luhur merupakan keniscayaan bagi seorang muslim.

Keempat, pentingnya untuk saling memaafkan. Hal ini ditunjukkan oleh Rasulullaah SAW yang memaafkan musuhnya. Memaafkan yang paling tinggi derajatnya adalah ketika kita bisa memaafkan seseorang padahal mampu membalasnya.

Kelima, meski memiliki hati yang sangat lembut, hal ini tidak lantas menghilangkan ketegasan Rasulullaah SAW. Rasulullaah SAW bersikap tegas ketika hal itu diperlakukan. Dengan ini Rasulullaah SAW mengajarkan kita untuk menyesuaikan sikap kita dengan keadaan. Adalakanya keadaan mengharuskan kita untuk bersikap lembut dan adakalanya juga kita dituntut untuk bersikap tegas. Kita sudah seharusnya paham kapan untuk bersikap lembut dan kapan untuk bersikap tegas.

Makna Fathu Makkah Bagi Kehidupan Kontemporer

Salah satu ayat yang berhubungan dengan peristiwa ini yaitu Qs. Ali-Imran: 159. Karena ayat ini berhubungan dengan peristiwa fathu Makkah kita dapat mengambil makna untuk diterapkan dikehidupan sekarang, diantaranya : Pertama, semangat untuk mendakwahkan Islam yaitu dengan kelembutan agar orang yang diajak tersentuh hatinya, bukan dengan kekerasan yang bisa membuat oran tersebut manjauh dan berpaling dari kita. Kedua bermusyawarah dengan kedua belah pihak yang bermasalah merupakan jalan yang dianjurkan untuk menyelesaikan masalah, bukan asal main hakim sendiri. Ketiga, menanamkan sikap lapang dada dan memaafkan kesalahan orang lain. Keempat, ketika kita mempunyai sebuah keinginan, maka hendaknya kita berusaha semaksimal mungkin dan setelah itu menyerahkannya kepada Allah.

Hadiana Trendi Azami, Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga

[1] Dr. Mahdi Rizqullah Ahmad, Biografi Rasulullah, (Jakarta: Qisthi Press. 2005): 698

[2] Fauzi Ibrahim, Muhammad saw (Makhluk paling Mulia), (Yogyakarta: Citra Risalah, 2008): 325

[3] Mahfud Ikhwan, Fathul Mekah, (Pustaka Insan Madani, Yogyakarta, 2008): 14

[4] Moenawar Chalil, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW Jilid 4, (Gema Insani Press, Jakarta, 2001): 209- 215.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru