26.3 C
Jakarta

Era Baru Pemimpin Moderat

Artikel Trending

Milenial IslamEra Baru Pemimpin Moderat
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Kini, kita tengah menyelenggarakan momentum besar di tahun mendatang, momentum ini terdapat dua agenda penting yang tak dapat kita pungkiri. Pertama, merayakan tahun baru sebagai proses untuk memeriahkan negara. Kedua, Pilkada Serentak yang telah diagendakan pada tanggal 23 September 2020. Pesta demokrasi tersebut setidaknya untuk menutup krisis pemimpin moderat di Indonesia.

Perayaan tahun baru merupakan agenda pertama sebagai wujud soliditas masyarakat untuk ikut antusias memperkuat kebhinekaan kita. Sedangkan, kedua adalah polemik kepemimpinan. Di Indonesia, menjelang agenda demokrasi mendatang masyarakat harus berperan dan berpartisipasi untuk memilih siapa pemimpin yang layak untuk menentukan peradaban bangsa dan negara.

Masalah pemimpin dan kepemimpinan perlu pemahaman dan kajian yang mendalam bagi masyarakat di negara demokrasi terbesar kelima di dunia ini. Demokrasi adalah sistem keterbukaan yang dipilih langsung oleh rakyat dan untuk rakyat. Dan setiap umat yang ada di muka bumi ini memiliki hak sama untuk berdemokrasi sebagai regenerasi pemimpin.

Demokrasi sebagai instrument penting lahirnya pemimpin yang dipilih melalu mekanisme kedaulatan rakyat (wasya wirhum bil amri). Pemilihan ini tentu atas dasar prinsil jujur, adil, dan terbuka untuk umum. Memilih pemimpin dengan sistem tersebut menunjukkan negara kita telah melakukan transformasi ke arah yang lebih modern.

Allah SWT telah berfirman dalam kitab suci al-Qur’an surat (al-Baqarah [1] 30) terkait tugas umat manusia untuk memimpin negeri ini, “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat, sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. Mereka berkata, apakah engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-mu dan menyucikan nama-mu. Dia berfirman, sungguh, aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”

Dalil ini memberikan isyarat tentang makna khalifah (pimimpin) dari sisi struktural. Di Indonesia, khalifah identik dengan Presiden sebagai pemegang mandat atau kekuasaan untuk memikul amanah (akuntabilitas), kejujuran (integritas), dan menegakkan keadilan sebagai prinsip dasar dalam menjaga moderatisme (tawassuth).

Karena itu, memimpin dengan cara pandang yang moderat itu menunjukkan misi penting dalam upaya menegakkan keadilan. Oleh sebab itu, keadilan sama dengan menjaga keseimbangan akal dan dalil keagamaan yang mulai terpapar radikalisme. Untuk itu, pemimpin moderat (adil) memiliki kesamaan norma sebagaimana termaktub dalam Pancasila.

Krisis Pemimpin Moderat

Sejauh ini negara memang memiliki pasangan pemimpin yang berjiwa nasionalis-religius, nasionalisme melekat kepada Joko Widodo. Sedangkan, religius melekat kepada kiai Ma’ruf Amin sebagai ulama’ yang tersohor pemahaman keagamaannya yang moderat. Visi keduanya cukup strategis dalam menggaungkan Islam moderat (wasathiyyah) di Indonesia.

Namun, program ini tidak berjalan semulus yang kita bayangkan. Pasalnya, masih banyak ormas-ormas Islam yang terpapar paham radikalisme-ekstremisme. Indikatornya mereka adalah yang mengedepankan jihad sebagai misi perjuangan agama, dan mengganti ideologi negara Pancasila dengan khilafah Islamiyah.

BACA JUGA  Mengembalikan Identitas dan Karakter Bangsa

Kalangan pemimpin yang menduduki ormas Islam yang terpapar radikalisme dewasa ini tergolong menampilkan jalan kekerasan. Agama semata-mata dijadikan instrument atau dalil absah untuk bertindak kekerasan, prilaku seperti demikian tampaknya bukan hanya merusak citra semua agama, khususnya Islam. Akan tetapi, tidak mampu berpikir moderat (tawassuth). Sehingga, setiap persoalan yang dipikirkan tidak ada jalan lain kecuali tanpa dengan kekerasan (ekstremitas).

Memilih Pemimpin

Moderatisme adalah cara pandang kita terhadap keadilan suatu negara yang dipimpin oleh siapa pun tanpa melihat agamanya apa. Pada prinsipnya, setiap orang memiliki hak yang sama untuk menjadi pemimpin di bumi ini. Dan pemimpin itu adalah bagian dari pemerintah yang membuat aturan (ulil amri). Dengan demikian, setiap aturan harus kita taati guna terwujudnya keadilan sosial dalam sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sebagai umat yang merupakan bagian dari peran kepemimpinan, tentu sikap moderat itu melekat pada diri umat manusia dalam memimpin sebuah negara. Baik itu, negara yang mayoritas Islam maupun minoritas sekalipun. Untuk itu, berislam harus menjaga hubungan baik dengan negara sebagai upaya untuk menghidupkan harmonisasi, dan toleransi.

Pandangan ini mengutip sebuah ayat al-Qur’an surat (al-Baqarah [2]: 143). Yang pernah dikemukakan oleh Haris Amir Falah dalam bukunya (Hijrah dari Radikal kepada Moderat: 2019, 37), “Dan demikian pula kami telah menjadikan kamu (umat Islam) umat pertengahan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu”.

Dalam konteks ini, Islam sebagai agama yang rahamatan lil ‘alamin mendorong umatnya untuk menjadi khalifah atau pemimpin di muka bumi ini sebagaimana keterangan surat al-Baqarah [1]: 30. Di sisi lain, Islam juga mendorong umatnya untuk bersikap moderat. Sehingga, moderat itu merupakan kunci atau karakter dari Islam itu sendiri.

Sebuah dalil al-Qur’an yang menghasilkan dua tesis penting dalam ajaran agama Islam. Bahwa, setiap orang ataupun umat manusia memiliki tuntutan untuk memimpin sebuah negara dengan cara bersikap moderat. Adil terhadap semua kelompok tanpa harus membeda-bedakan faktor perbedaan identitas dan sosiologisnya.

Dua tesis ini tercatat dalam sejarah Nabi Muhammad ketika memimpin semenjak dari kota Mekkah hingga hijrah ke Madinah. Di samping itu, Nabi adalah sebagai pemimpin negara dan pemuka agama. Yang merumuskan tentang hak-hak asasi manusia bagi pemeluk-pemeluk agama Islam dan kalangan non-muslim yang ada di Madinah. Secara historis, sejarah membuktikan bahwa setiap umat Islam dituntut mampu menjadi pemimpin yang mampu bersikap adil (moderat/tawassuth).

Gagasan ini tentu bisa jadi sebuah referensi atau khazanah Islam baru bagi masyarakat Indonesia sebelum menghadapi Pilkada Serentak 2020. Melalui pesta demokrasi tersebut harapan baru masyarakat untuk mendapatkan pemimpin yang bersikap moderat bisa terpenuhi. Alhasil, dengan karakter kepemimpinannya tidak ada lagi dinamika radikalisme, ekstremisme, dan terorisme di negara kita tercinta. Semoga bermanfaat.

Hasin Abdullah
Hasin Abdullahhttp://www.gagasahukum.hasinabdullah.com
Peneliti UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru