33 C
Jakarta

Efek Buruk Terorisme: Hancurkan Kerukunan Antarumat dan Mencoreng Muruah Islam

Artikel Trending

Milenial IslamEfek Buruk Terorisme: Hancurkan Kerukunan Antarumat dan Mencoreng Muruah Islam
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Dua hari lalu, Minggu (23/6), Republik Dagestan, Rusia, dikejutkan dengan serangkaian serangan teroris yang menargetkan tempat ibadah dan pos keamanan. Peristiwa tersebut menewaskan 15 orang, termasuk seorang pendeta dan enam polisi, juga melukai 12 lainnya. Pengingat pahit akan bahaya laten terorisme pun menyasar Islam dan umatnya. Muruah agama tercoreng dan kerukunan umat terancam.

Tentu, serangan di Dagestan bukan insiden terisolasi. Tiga bulan sebelumnya, sebuah serangan teroris di konser dekat Moskow menewaskan 145 orang, menjadikannya serangan teroris terburuk di Rusia dalam beberapa tahun terakhir. Rangkaian kejadian itu menunjukkan bahwa kelompok teroris terus berusaha untuk menyebarkan ketakutan dan memecah-belah masyarakat.

Sasaran serangan di Dagestan, yang meliputi sinagoge, gereja, dan pos pemeriksaan keamanan, menunjukkan niat jahat para teroris untuk memicu permusuhan antarumat beragama. Padahal, kenyataannya, masyarakat Ortodoks Rusia dan Muslim Rusia selama ini hidup berdampingan dengan damai. Kendati belum terungkap siapa kelompok teror yang bertanggung jawab, efek buruknya sudah jelas: Islam kembali dicap buruk.

Bagaimana tidak, serangan kemarin menewaskan Uskup Nikolai Kotelnikov, seorang tokoh dialog antarumat beragama terkemuka di Dagestan. Karenanya, upaya memerangi terorisme harus dilakukan secara sunggung-sungguh dan komprehensif. Penangkapan empat teroris di Dagestan oleh FSB Rusia pada April lalu dapat menjadi titik tolak untuk langkah berikutnya yang lebih keras. Sebab, Islam bukan agama teror. Citranya harus dibersihkan dari terorisme.

Sungguhpun demikian, upaya pencegahan juga harus diiringi dengan langkah-langkah deradikalisasi dan kontra-propaganda untuk memerangi ideologi ekstremis yang menjadi akar terorisme. Dalam konteks Indonesia, memasifkan dialog antarumat dan edukasi toleransi juga menjadi kunci untuk membangun resistansi masyarakat dari ideologi teror. Cukuplah Dagestan sebagai contoh, jangan sampai teror serupa terjadi di tanah air.

Mengapa Terorisme Menargetkan Kerukunan?

Para teroris tahu bahwa masyarakat yang harmonis dan damai adalah ancaman bagi agenda mereka; mendirikan daulah dengan klaim sistem khilafah. Karena itu, mereka menargetkan simbol-simbol persatuan dan kerukunan antarumat. Dalam kasus di Dagestan, serangan terhadap gereja dan sinagoga sengaja didesain untuk menciptakan konflik dan polarisasi. Dengan begitu, para teroris bisa unjuk eksistensi dan menarik simpatisan terorisme.

Yang harus digarisbawahi, ancaman terorisme di Dagestan tidak dapat dipisahkan dari konteks yang lebih luas: terorisme global yaitu ISIS. ISIS, yang telah kehilangan banyak wilayahnya di Timur Tengah, tampaknya mengalihkan fokusnya ke tempat-tempat lain, termasuk Rusia. Dalam konteks Indonesia, ancaman teror datang dari Jama’ah Ansharud Daulah (JAD) dengan motifnya sendiri, misalnya, balas dendam atas nama Palestina.

Maka, untuk memberantas terorisme dan meminimalisir efek buruknya di tanah air, perlu tindakan pencegahan yang efektif dan penanganan yang tegas. Pemerintah dan aparat harus lebih jeli lagi mengidentifikasi dan mengatasi ancaman teror sebelum teroris beraksi. Masyarakat juga harus mawas diri dari upaya memecah-belah mereka. Umat punya dua misi utama, yaitu menjaga kerukunan antarumat dan mengembalikan muruah Islam.

BACA JUGA  Kurikulum Pendidikan Khilafah, Mencemaskan dan Merusak Anak Bangsa

Di sinilah kesadaran kolektif diperlukan, bahwa terorisme adalah ancaman serius yang tidak hanya merusak keamanan dan menghancurkan kerukunan, tetapi juga mencoreng agama. Serangan di Dagestan menunjukkan betapa pentingnya waspada dan bersatu menghadapi ancaman tersebut. Kerukunan dan perdamaian harus terus diperjuangkan dan dipertahankan, demi masa depan Indonesia yang majemuk.

Lantas, mengapa peristiwa di Dagestan harus diantisipasi juga di Indonesia? Jawabannya: pluralitas. Pola serangan teroris sama: mereka menargetkan negeri plural yang damai, lalu memporak-perandakan kerukunan di dalamnya. Indonesia, seperti diketahui bersama, adalah negara dengan mayoritas Muslim yang hidup berdampingan secara rukun. Jelas, jika tidak bertindak tegas, negara ini akan jadi sasaran empuk terorisme.

Mengembalikan Muruah Islam

Islam adalah agama yang mengajarkan perdamaian, dan Nabi Saw. diutus sebagai rahmat untuk semesta. Piagam Madinah, sebagai contoh, adalah salah satu dokumen hsitoris awal Islam yang menegaskan prinsip-prinsip hidup berdampingan secara rukun dan saling respek ihwal hak setiap individu dalam masyarakat yang plural. Nabi tidak diutus sebagai pelaknat atau peneror, dan Islam tidak datang untuk menebar terorisme.

Artinya, Islam datang dengan misi mulia dan muruah yang tinggi: menyebarkan keadilan dan persatuan, juga keseteraan umat manusia. Dengan demikian, memperjuangkan perdamaian dan anti-terorisme, memperkuat kerukunan, dan mengembalikan muruah Islam tidak sekadar pilihan belaka, melainkan tanggung jawab keislaman itu sendiri. Ajaran Islam mengutamakan keadilan dan kemanusiaan, bukan kekerasan apalagi terorisme.

Seiring dengan maraknya teror yang segelintir umat Muslim terlibat sebagai pelaku, muruah Islam pun tercoreng. Tidak hanya itu, umat pun terpecah-belah, sama sekali bertentangan dengan apa yang Islam ajarkan tentang persatuan, seperti dalam surah Ali Imran [3]: 103 dan Al-Hajj [22]: 78. Para teroris memutarbalikkan ajaran Islam untuk membenarkan tindakan kekerasan, dan secara sadar memperburuk citra Islam itu sendiri.

Di situlah, umat Muslim memiliki peran krusial untuk mengembalikan muruah Islam sebagai agama yang ramah, inklusif, dan melarang perpecahan. Dengan cara tersebut, terorisme akan dapat diberantas dan efek buruknya juga bisa dicegah. Dan yang terpenting, Islam akan kembali menjadi agama yang disegani—tanpa ada lagi islamofobia yang selama ini tumbuh subur di negara minoritas Muslim dan merugikan seluruh umat Islam.

Mengembalikan muruah Islam jelas banyak caranya. Tetapi, jika harus bertolak dari cara paling dini, maka pengentasan Wahabisme menjadi satu-satunya cara yang bisa dilakukan. Faktanya, dari kaum Wahabilah semua kebencian ditanam, dipupuk, dikembangkan, hingga akhirnya menjadi aksi teror. Maka, selain regulasi penanganan terorisme yang sudah ada sejauh ini, memusnahkan Wahabi dapat menjadi cara mencegah efek buruk terorisme. Tujuannya, agar kerukunan antarumat tercipta dan Islam tidak lagi tercoreng muruahnya.

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru