32.7 C
Jakarta

Diva dan Harapan (Bagian VIII)

Artikel Trending

KhazanahOpiniDiva dan Harapan (Bagian VIII)
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Assalamualaikum, Ukhti Diva
Kuucapkan terima kasih atas ta’arufnya. Surat Ukhti sudah aku baca, bahkan aku pahami kata demi kata.
Begitu bangganya kita bisa kenal dan semoga nanti bisa menjadi bagian dari penerus para nabi menyebarkan ilmu Allah.
Menulis memang menjadi bagian aktivitasku. Di pesantren ini aku belajar dunia kepenulisan, sekalipun tidak seberapa prestasi yang telah aku gapai. Menjadi suatu kebanggaan bila santri, baik putra maupun putri, ikut menjaga dan melestarikan budaya tulis-menulis di pesantren ini.
Mohon maaf jika surat ini mengganggu aktivitas Ukhti.
Al-Faqir bi Aunillah,
Fairuz Zakyal Ibad

Selembar kertas dilipat rapi. Fairuz celengak-celengok kanan-kiri. Apakah ada orang atau tidak, terutama Kang Bashar yang sering usil?

“Aman,” Fairuz membatin.

Lipatan kertas itu diselipkan dalam saku baju, sehingga tak ada seorang pun yang melihatnya. Baru Fairuz bergegas ke kantor pesantren dan meletakkan surat itu di meja pengurus keamanan. Tak lama diperiksa, rasanya malu isi surat itu dibaca orang selain Diva.

“Bagus.” Pengurus itu berkata ketus.

Tidak banyak ngomong Fairuz langsung balik ke biliknya. Kaget, tiba-tiba baru sampai bilik, Kang Bashar sudah duduk di sana.

“Dari mana, Kang?” tanya Kang Bashar sontak.

“Hmm, dari bilik temen-teman.” Fairuz pura-pura cari buku di rak.

Kang Bashar tidak banyak tanya lagi. Biasanya dia mencerocos dengan pertanyaan yang tidak penting.

“Kang Bashar punya kitab Tafsir al-Qur’an al-Azim?” Fairuz mengalihkan pembahasan.

“Karangan Ibnu Katsir?”

“Benar.”

“Biasanya di perpustakaan. Kalo di rumah sih ada.”

“Baca buku di perpustakaan, yuk!” Fairuz mengajak Kang Bashar yang dari tadi sibuk membaca buku Sang Pemimpi-nya Andrea Hirata.

Kang Bashar tidak merespons. Sepertinya dia sedang keasyikan membaca.

“Kang, halooo!” Fairuz mendesak.

“Iya, iya.”

“Baca buku perpustakaan, Kang!”

“Fairuz ganggu aja. Asyik tau cerita Ikal menjadi sang pemimpi.” Kang Bashar menceritakan sekilas isi novel yang dibacanya tanpa diminta.

“Ayolah. Katanya teman yang baik.”

“Awas lo ya kalo nanti di perpustakaan keburu balik ke sini.” Kang Bashar sedikit kesel.

Fairuz cekikikan.

Mereka berdua melangkah ke perpustakaan. Buku tafsir Ibnu Katsir terbayang-bayang dipikirannya. Begitu luasnya kitab itu seperti yang diceritakan sang guru di sekolah.

Baru sampai di depan pintu perpustakaan kitab itu terlihat samar-samar. Kaki Fairuz bergegas begitu kencang menuju rak buku itu. Mencoba membuka surah an-Naba’ terlihat bentangan tafsir dan lautan ilmu yang luas. Buku itu menghidangkan penafsiran secara terperinci dan diwarnai dengan penafsiran Al-Qur’an dengan Al-Qur’an, Al-Qur’an dengan hadis Nabi Muhammad SAW., Al-Qur’an dengan pendapat para sahabat, bahkan pandangan ulama dan penulis sendiri. Para pakar menyebutkan, buku semacam itu termasuk tafsir bil ma’tsur.

Pada rak yang sama berderet buku tafsir karangan ath-Thabari berjudul Jami’ al-Bayan an Ta’wil Ayi al-Qur’an. Buku ini lumayan tebal dibandingkan karangan Ibnu Katsir. Pada bagian lain buku ini termasuk tafsir yang tertua dengan sumber bi ar-riwayah, penafsirannya dengan Al-Qur’an, hadis, dan gagasan para sahabat. Bahkan, tafsir ini termasuk tafsir terbaik nomor wahid, baru Tafsir Ibnu Katsir.

BACA JUGA  Pemilu 2024: Menyelamatkan Demokrasi dari Ancaman Radikalisme

Buku Jami’ al-Bayan dikategorikan tafsir yang muncul pada zaman klasik. Demikian buku tafsir al-Kasysyaf yang ditulis oleh az-Zamakhsyari dengan sumber penafsiran yang berbeda, yaitu bi ar-ra’yi. Tafsir al-Kasysyaf ini termasuk tafsir bercorak Mu’tazily, bahkan mengkritik keras pemikiran Sunni. Anehnya, tafsir ini digemari di pesantren yang notabene menganut aliran Sunni.

Menyenangkan sekali membaca buku di dalam perpustakaan. Selain koleksi bacaannya yang bervariasi, suasananya adem dan tidak bising. Membaca buku seakan berada di tengah hutan yang sunyi sehingga tidak terganggu.

Kang Bashar tidak bersuara dari tadi. Mulai nyampek di perpustakaan sampai detik ini dia terdiam dan kelihatan fokus. Fairuz tidak mengganggunya. Membiarkan dia larut dalam cerita yang dibaca.

Baru saja membaca bagian dari Tafsir Ibnu Katsir, diikuti tafsir al-Kasysyaf, perasaan iri menulis tafsir setebal dan seluas itu tertanam kuat dalam sanubari. Pas di rak bagian bawah kitab itu berdiri dan berjajar buku tebal dan berjilid-jilid pula berjudul Mafatih al-Ghaib karangan Fahruddin ar-Razi. Tafsirnya tentunya dikemas dengan sumber penafsiran bi ar-ra’yi, karena mayoritas kemasan penafsiran tidak banyak menggunakan sumber Al-Qur’an, hadis, dan gagasan sahabat. Pada bagian lain, tafsir ini dikenal dengan corak filsafat.

Fairuz membaca karangan ar-Razi seperti berada di tengah-tengah kebun yang terhidang aneka macam buah-buahan. Bila tidak puas dengan membaca buku karangan ath-Thabari dan az-Zamakhsyari, Fairuz langsung mengalihkan bacaannya dengan membuka karangan ar-Razi. Buku ini ditulis ar-Razi pada zaman klasik pula.

Fairuz membatin, “Betapa tekun para ulama terdahulu. Pada masa itu belum ada laptop yang dapat mempermudah menulis karangan, tapi semangat yang mendorong para ulama untuk terus berkarya, sehingga lahir dari tangannya kitab yang tebal dan terbentang aneka ilmu pengetahuan.”

Fairuz menepuk pinggang Kang Bashar. Masih saja ia tidak mengubris. “Bentar,” tepis Kang Bashar singkat.

“Balik bilik dulu yuk! Aku udah laper. Nanti kita ke sini lagi.” Fairuz menggoda.

“Bentar, bentar.”

“Stop.” Fairuz menutup buku yang sedang dibaca Kang Bashar.

Kang Bashar sedikit kesel. “Makan dulu, baru nanti balik ke sini lagi.”

“Oke. Aku lagi asyik membaca. Andrea Hirata memang hebat, Kang. Novelnya bagus banget. Aku termotivasi hidup dengan mimpi.”

Mereka keluar dari perpustakaan. Fairuz mengingat kata bijak Andrea Hirata, “Bermimpi dan berdoalah karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu itu.”

“Mantul. Mantap betul.”

* Tulisan ini diambil dari buku novel “Mengintip Senja Berdua” yang ditulis oleh Khalilullah

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru