• Editorial
  • Khazanah
  • Asas-asas Islam
  • Islam dan Timur Tengah
  • Milenial Islam
  • Submit Artikel
pencarian
Logo
Logo
Logo
31.5 C
Jakarta
Logo
Facebook
Twitter
Youtube
type here...
  • Home
  • Editorial
  • CNRCT
  • Agenda
  • Khazanah
    • Inspiratif
    • Ekonomi Syariah
    • Literasi
    • Opini
    • Perspektif
    • Resensi Buku
    • Resonansi
    • Suara Pembaca
    • Telaah
  • Asas-asas Islam
    • Akhlak
    • Al-Qur’an
    • Fikih Islam
    • Hadist
    • Ibadah
    • Sirah Nabawiyah
    • Syariah
    • Tafsir
    • Tasawuf
  • Akhbar
    • Internasional
    • Nasional
    • Daerah
  • Islam dan Timur Tengah
    • Islam dan Kebangsaan
    • Ulasan Timur Tengah
  • Milenial Islam
  • Submit Artikel
Artikel Terbaru

Kita: Melawan Dakwah Madeni dengan Dakwah Rohani

Israel Mulai Latihan Militer di Sepanjang Perbatasan Yordania

Pemerintah adalah Orangtua Kita, Maka Hormatilah!

DPR RI Minta KemenPAN-RB Tindak Tegas ASN yang Terafiliasi Teroris

Waktu Mustajab, Berdoalah Saat Berbuka Puasa

Logo
Logo
  • Home
  • Editorial
  • CNRCT
  • Agenda
  • Khazanah
    • Inspiratif
    • Ekonomi Syariah
    • Literasi
    • Opini
    • Perspektif
    • Resensi Buku
    • Resonansi
    • Suara Pembaca
    • Telaah
  • Asas-asas Islam
    • Akhlak
    • Al-Qur’an
    • Fikih Islam
    • Hadist
    • Ibadah
    • Sirah Nabawiyah
    • Syariah
    • Tafsir
    • Tasawuf
  • Akhbar
    • Internasional
    • Nasional
    • Daerah
  • Islam dan Timur Tengah
    • Islam dan Kebangsaan
    • Ulasan Timur Tengah
  • Milenial Islam
  • Submit Artikel
Sign in
Selamat Datang! Masuk ke akun Anda
Forgot your password? Get help
Create an account
Presiden Soekarno, Waliyul Amri Dhoruri Bi-Syaukah
Create an account
Welcome! Register for an account
Sebuah kata sandi akan dikirimkan ke email Anda.
Presiden Soekarno, Waliyul Amri Dhoruri Bi-Syaukah
Password recovery
Memulihkan kata sandi anda
Sebuah kata sandi akan dikirimkan ke email Anda.
Milenial Islam

Din Syamsuddin, Radikalisme dan Blunder Kontra-Narasi Buzzer

By Ahmad Khoiri
15/02/2021
3
4671
Share
Facebook
Twitter
Pinterest
WhatsApp

    Artikel Trending

    Fadhilah Sholat Tarawih

    28/05/2017

    Imsak, Ini Dalilnya dalam Al-Quran dan Hadist

    06/06/2017

    Makna Rahmat dalam Al-Qur’an Al-Karim

    31/05/2017

    Ternyata, Front Pembela Islam (FPI) Otak dari Semua Pelaku Terorisme

    07/04/2021

    Laskar FPI Mengaku Disuruh Habib Beli Bahan Peledak Pakai Duit Infaq

    08/04/2021

    Pengaruh Makna Ketika Lafadh رمضان Dalam Niat Puasa Dibaca “Na & Ni”

    28/05/2017

    Tips Puasa Sehat di Tengah Pandemi

    18/04/2021

    Parade Kezaliman Ormas Radikal di Bulan Ramadan

    19/04/2021
    Din Syamsuddin
    Din Syamsuddin bersama Presiden Jokowi

    Din Syamsuddin, mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, dituduh radikal. Ia dilaporkan ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) oleh Gerakan Antiradikalisme Alumni Institut Teknologi Bandung (GAR ITB). Banyak tokoh merespons pelaporan tersebut sebagai perkara yang tidak jelas—memancing kemarahan masyarakat. Azyumardi Azra, Guru Besar UIN Jakarta mengatakan, itu absurd. Jimly Asshiddiqie, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) menganggap, itu kerjaan buzzer.

    Situs resmi Muhammadiyah bahkan menanggapi pelaporan tersebut. Artinya, secara keseluruhan, Muhammadiyah tidak terima. Sebagai orang yang pernah menjadi Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerja Sama Antaragama dan Peradaban, yang sering mempresentasikan tentang moderasi Islam (wasathiyah), Din Syamsuddin tidak laik dituduh sehina itu. Menko Polhukam Mahfud MD, melalui Twitter, menegaskan kemoderatan Din. Bahwa ia kritis, iya. Bahwa ia radikal, tidak. Katanya.

    Kalua kita flashback, sorotan narasi radikal untuk Din menguat setelah ia menjadi salah satu petinggi KAMI, bersama para oposan pemerintah lainnya. Sejak itu, kiprahnya untuk moderasi beragama seolah dihapus, dan dirinya disetarakan dengan orang-orang HTI, FPI, atau dalam bahasa yang lumrah dituduh ‘kadrun’. Pencetus istilah stigmatis tersebut adalah buzzer. Karenanya, polemik tentang Din justru menjadi blunder untuk mereka sendiri. Mereka meresahkan. Begitu komentar publik.

    Din Syamsuddin adalah satu kasus. Buzzer, atau disebut juga relawan rezim, atau sebagian orang lebih sadis lagi menyebutnya anjing rezim, yang notabene influencer, memiliki pengaruh yang cukup besar. Kendati pun niat mereka membela NKRI, kontra-narasi ala mereka telah kotor. GAR ITB itu belum tentu buzzer, dan bukan tidak mungkin niat utama mereka adalah membungkam sikap kritis Din. Namun, langkah represifnya salah sasaran. Dan mereka terpengaruh siapa? Jelas, buzzer.

    Din Syamsuddin Radikal?

    Tidak. Di negeri ini, menurut satire sementara pengamat, setelah olokan cebong-kampret tidak laku lagi, ada dua olokan lain yang tidak kalah noraknya, yakni kadrun dan radikal. Tetapi pengamatan tersebut tidak terlalu benar, karena mengabaikan fakta, bahwa kelompok radikalis-ekstremis itu memang ada. Memang, sasaran labelisasi radikal kerap kali berlebihan. Selain Din Syamsuddin, mantan Menteri KKP Susi Pudjiastuti pernah mendapat tuduhan sebagai kadrun lantaran kritis kepada pemerintah.

    Menuduh Susi sebagai kadrun adalah labelisasi absurd. Menuduh Din sebagai radikal juga begitu, berlebihan. Ketika pemerintah, misalnya melalui Menko Polhukam Mahfud MD, menegaskan bahwa Din tidak bisa terproses hukum karena memang dirinya tidak radikal, maka mudah untuk menebak bahwa tindakan buzzer sudah menancap dalam di hati masyarakat, termasuk GAR ITB, melampaui keperluan pemerintah sendiri. Artinya tidak ada instruksi tetapi mereka jalan sendiri.

    Dengan kata lain, Din Syamsuddin terkena efek blunder kontra-narasi buzzer yang terlampau jauh menjelma menjadi stigma, menjadi kebencian, yang berjalan otomatis sekalipun tidak ada instruksi dari ‘yang berkepentingan’. Mereka menjadi relawan yang sekali ada narasi yang tak sejalan mereka, langsung mereka serang habis-habisan. Bukti dari tesis tersebut adalah serangan yang menimpa Alissa Wahid, putri Gus Dur, ketika menanggapi Abu Janda beberapa waktu yang lalu.

    BACA JUGA  Mengerangkeng Dai-dai Perusak

    Apakah seorang Alissa Wahid kurang cinta NKRI? Apakah ia anti-Pancasila? Atau, apakah seorang Abu Janda lebih nasionalis daripada Alissa? Sama sekali tidak. Ia, seperti Din Syamsuddin, hanya terkena efek blunder kontra-narasi buzzer yang agitatif tadi. Bahwa radikalisme ada, itu fakta. Tetapi kontra-narasi yang mereka lakukan seringkali kadung menjadi stigma personal yang rigid—seolah pisau yang menebas siapa saja. Label radikal pada diri Din bukan tidak adalah blunder tersebut.

    Buzzer Harus Ditertibkan!

    Ada kecenderungan untuk menggenaralisir narasi, bahwa siapa pun yang berbeda pendapat dengan pemerintah berarti ia radikal dan kadrun. Narasi tersebut, kita akui atau tidak, adalah produk buzzer yang bukan hanya blunder untuk mereka, melainkan juga kepada pemerintah dan program kontra-narasi itu sendiri. Karenanya, satu-satunya cara mengatasi hal itu adalah membersihkan mereka, buzzer, menertibkan mereka, membuang mereka dari muka publik—menutup panggung mereka.

    BACA JUGA  Syekh Ali Jaber, Raffi Ahmad, dan Bagaimana Kita

    Itu semua bukan tanpa alasan. Bagaimanapun kontra-narasi harus tetap jalan. Kita harus tetap mengonter gerakan radikalis-ekstremis. JAD, JAT, JI, HTI, FPI dkk memang perlu kita tanggapi dengan narasi yang mencerahkan. Meluruskan wawasan kebangsaan dan keberagamaan terhadap masyarakat yang berpotensi terprovokasi mereka merupakan keniscayaan. Masalahnya, program tersebut harus berjalan baik tanpa adanya stigma yang merupakan efek domino kontra-narasi buzzer.

    Karenanya, perlu kita bedakan dua hal, dua mata pisau kontra-narasi. Pertama, kontra-narasi ideologi radikal-ekstrem. Ini wajib kita tempuh sebagai ikhtiar menjaga keutuhan bangsa. Jika tidak, terorisme akan terjadi di mana-mana dan perpecahan NKRI menjadi ancaman. Kedua, kontra-narasi buzzer. Jenis ini sebenarnya merupakan pemanfaatan influencer untuk kepentingan politik praktis: ‘membela rezim secara membabi-buta’. Yang terakhir ini butuh diskusi yang lebih rinci. Tetapi, tidak di sini.

    Membela NKRI dengan membela penguasa, dalam hal ini pemerintah, itu seirisan, dan sah-sah saja. Ketika kita mengonter radikalisme-terorisme, itu artinya secara implisit kita juga tengah membela rezim, karena mendelegitimasi rezim adalah salah satu pintu masuk para radikalis-ekstremis itu sendiri. Namun perlu penegasan, kontra-narasi itu tidak fanatis sampai pada level menyerang membabi-buta, melebar pada pemberantasan ‘kekritisan’. Yang harus kita serang itu ‘radikal’, bukan ‘kritis’.

    Kritis belum tentu radikal. Pemerintah sendiri, rezim Jokowi maksudnya, sudah menegaskan, masyarakat harus aktif mengkritisi pemerintah. Artinya kritis bukan perkara terlarang. Masalahnya, para buzzer bertindak di luar batas kontra-narasi, yang kemudian menjadi blunder pada semuanya. Melihat fakta tersebut, menertibkan buzzer menjadi kewajiban. Di sini tidak akan menyebutkan nama personalnya. Tetapi jika tidak tertib, masalahnya akan runyam.

    Alih-alih radikalisme-ekstremisme musnah, justru pemerintah akan kehilangan kepercayaan dan kontra-narasi yang harus menjadi medan perjuangan menjaga keutuhan bangsa justru akan melompong—sama sekali tidak ada hasilnya. Kasus Din Syamsuddin, radikalisme dan blunder kontra-narasi harus menjadi cerminan, bahwa menjaga keutuhan bangsa tidak sesadis yang para buzzer lakukan. Kita tidak bisa membungkam sikap ‘kritis’, kendati radikalisme tetap adalah musuh bersama.
    Wallahu A’lam bi ash-Shawab…
    • Tags
    • Buzzer
    • Din Syamsuddin
    • Radikalisme
    Share
    Facebook
    Twitter
    Pinterest
    WhatsApp
      Ahmad Khoiri

      Mengenal Harakatuna

      PROFIL HARAKATUNA
      Berita sebelumyaBom Mobil di Dekat Istana Presiden Somalia Tewaskan 3 Orang Warga
      Berita berikutnyaGotong Royong Virtual; Jurus Melawan Radikalisme di Dunia Maya

      Artikel Terkait

      Kita: Melawan Dakwah Madeni dengan Dakwah Rohani

      21/04/2021

      Ramadhan; Momentum Parade Kezaliman Para Khilafahers

      20/04/2021

      Parade Kezaliman Ormas Radikal di Bulan Ramadan

      19/04/2021

      3 KOMENTAR

      1. Avatar Parundingan Pulungan 18/02/2021 At 10:39

        Din Damsuddin, sangat kritik kepada Pemerintah itu harus dilakukan saat ini, karena Negara kita sangat sangat mengecewakan, Utang Luar Negeri Hampir 6000 triliun, Jl.Tol membebani BUMN dan masyarakat pengguna terlalu mahal, Upaya penanggulangan Covid 19 selama tahun 2020 gagal, sudah dikorbankan Revopusing Anggaran, Ekonomi, pelaksanaan beribadah, silaturrahmi budaya, penguburan covid tidak dengan pardhu kifayah, pendidikan, masuk lagi 2021 vaksin, yang pada dasarnya sekalipun di vaksin masih tetap dapat terpapar virus corona19, hanya mengurangi, tak ada kepastian, dimana ahli ahli evidemologi, ahli paru,pernapasan, vorus, TKA cina jalan terus masuk di Hutan hutan PLTA , digembor gemborkan, isu ujaran kebencian, intoleran, Radikalisme, itu semua hanya untuk memecah belah bangsa, kita harus bersatu membangun tidak akan ada radikalisme, ujaran kebencian, rakyat indonesia sejak sebelum merdeka sangat toleran, akan tetapi jika ada rencana lain atau kita wajib condong ke Cina itu salah besar, Islam tak akan setuju karena Cina paham komunis.harus terang dan benderang.

        Balas
        • Harakatuna Harakatuna 24/02/2021 At 06:13

          Terimakasih masukannya.

          Balas

      LEAVE A REPLY Batal balasan

      Please enter your comment!
      Please enter your name here
      You have entered an incorrect email address!
      Please enter your email address here

      spot_img

      Artikel Terbaru

      Kita: Melawan Dakwah Madeni dengan Dakwah Rohani

      21/04/2021

      Israel Mulai Latihan Militer di Sepanjang Perbatasan Yordania

      21/04/2021

      Pemerintah adalah Orangtua Kita, Maka Hormatilah!

      21/04/2021

      DPR RI Minta KemenPAN-RB Tindak Tegas ASN yang Terafiliasi Teroris

      21/04/2021

      Waktu Mustajab, Berdoalah Saat Berbuka Puasa

      21/04/2021

      Kapolres Madiun Bersama Dai Kamtibmas Perangi Radikalisme

      21/04/2021

      Jihad Total Melawan Terorisme dan Manipulator Agama

      21/04/2021

      Ramadhan; Momentum Parade Kezaliman Para Khilafahers

      20/04/2021
      • Pedoman Media Siber
      • Redaksi
      Logo