32.8 C
Jakarta

Dari Indonesia Emas ke Indonesia Cemas: Ancaman Radikalisme Wahabi dan Khilafah

Artikel Trending

KhazanahPerspektifDari Indonesia Emas ke Indonesia Cemas: Ancaman Radikalisme Wahabi dan Khilafah
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Indonesia Emas menjadi sesuatu yang diidam-idamkan tak hanya oleh pemerintah, tapi juga oleh seluruh rakyat Indonesia. Pemerintah mencanangkan cita-cita tersebut, seperti jelas tertuang dalam Perpres, pada tahun 2045. Itu bertepatan dengan 100 tahun kemerdekaan Indonesia, dihitung sejak kemerdekaan RI tahun 1945.

Mengutip Prof. Mahfud MD dalam Kompas (14/6), secara umum Indonesia Emas yang dicita-citakan itu merupakan suatu kondisi ketika rakyat Indonesia memiliki kemerdekaan, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur secara nyata. Tak ayal, Indonesia Emas menjadi kosakata atau terminologi yang sering muncul di media sosial. Apalagi saat masa kampanye. Banyak paslon sibuk mengaitkan gagasannya dengan Indonesia Emas 2045.

Sesuatu yang mesti dinikmati, lebih-lebih didukung, ketika memang para paslon berkomitmen untuk sungguh-sungguh membawa Indonesia ke masa depan emas yang gemilang di tahun 2045. Indonesia Emas 2045 adalah visi yang boleh dibilang cukup ambisius, meskipun tetap akan dibuat realistis dengan mengharapkan transformasi besar dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.

Cita-cita tersebut jika melihat konteks masalah yang sering kali terjadi di Indonesia berhadapan langsung dengan tantangan atau masalah-masalah besar dan mendasar seperti misalnya masalah korupsi, ketimpangan sosial, perubahan iklim, dan dinamika geopolitik global. Sehingga, kerja sama antara pemerintah, sektor swasta, masyarakat, dan komunitas internasional sangat penting untuk menghadapi tantangan tersebut.

Akan tetapi, dalam konteks kehidupan Indonesia, ada masalah laten yang seperti susah sekali diatasi oleh pemerintah Indonesia. Ketidaktegasan pemerintah mungkin menjadi salah satu faktor mengapa masalah laten ini tidak kunjung menemukan solusi konkritnya. Yakni, soal radikalisme agama. Saya kira, menarik sekali untuk memahami pernyataan dari Ketua PNIB tentang cita-cita Indonesia Emas yang justru akan menjadi Indonesia Cemas jika pemerintah tidak tegas melarang gerakan-gerakan Wahabi, khilafah juga dalam hal ini, politisasi agama.

Indonesia Emas bisa berubah menjadi Indonesia Cemas jika masih ada paham-paham asing yang ingin mengganti ideologi Pancasila dan menolak kebhinekaan. Kecemasan masyarakat cukup beralasan ketika di sekitar masih kita temui aksi intoleransi, anti keberagaman dan konflik SARA dalam kemasan politik identitas,” jelas Gus Wal selaku ketua umum organisasi Pejuang Nusantara Indonesia Bersatu (PNIB), dikutip dari Detik (11/6).

Indonesia Cemas 2045: Bahaya Gerakan Wahabisme-Khilafah

Ada kekhawatiran yang setidaknya bisa kita pahami bersama. Pernyataan Ketua PNIB tersebut mencerminkan adanya kekhawatiran terhadap potensi ancaman yang ditimbulkan, khususnya oleh gerakan-gerakan ekstremisme beragama, dan umumnya politisasi agama, terhadap persatuan dan stabilitas nasional di Indonesia.

Gerakan Wahabi dan pengusungan ide khilafah, misalnya, kita semua tahu seringkali membawa pandangan dan gerakan keagamaan sangat konservatif-fundamentalis sekaligus ekstremis yang cukup mengganggu kohesi sosial dan mengancam prinsip-prinsip dasar negara Indonesia, yakni Pancasila. Fakta ini sudah menjamur di mana-mana. Kekhawatiran ini juga bisa kita pahami akan potensi munculnya konflik dan kekerasan berbasis agama yang dapat merusak tatanan sosial, keamanan, kesatuan, dan persatuan nasional.

Mengutip postingan akun Instagram @sayyid_muhammad_17 pada 26 Mei 2024 lalu, yang menyuguhkan konten cukup menarik terkait fakta Mufti terhadap sosok Abdul Wahab, sesepuh dan pendiri gerakan Wahabi. Dituliskan dalam postingannya, bahwa Ahmad bin Zaini Dahlan, seorang Mufti Mazhab Syafi’i, menyebut dalam kitabnya Ad-Durarus Saniyyah Fir Roddi ‘Alal Wahabiyah. Keterangan itu berbunyi: “Wahabiyah merupakan golongan umat Islam pertama yang mengkafirkan umat 600 tahun sebelum mereka dan Muhammad bin Abdul Wahab telah berkata: Aku membawa kepada kamu semua agama yang baru dan manusia selain pengikutku adalah kafir-musyrik.”

Lebih mengerikan lagi di postingan slide ke-4, tentang keterangan yang disebutkan oleh Muhammad bin Abdullah bin Hamid an-Najdi (1225 H), seorang Mufti mazhab Hanbali, dalam kitabnya As-Suhubul Wabila ‘Ala Dhoroihil Hanabilah. Keterangan itu berbunyi: “Apabila ulama menjelaskan hujjah kepada Muhammad bin Abdul Wahhab dan dia tidak mampu menjawabnya serta tidak mampu membunuhnya, maka dia akan menghantar seseorang untuk membunuh ulama tersebut karena beranggapan bahwa barang siapa yang tidak sependapat dengannya, adalah kafir dan halal darahnya untuk dibunuh.”

BACA JUGA  Meneguhkan Jihad Algoritmatik Berbasis Moderasi Beragama di Tengah Gaung “All Eyes On Rafah”

Kita semua tentu sudah tahu, banyak kasus bom bunuh diri terjadi di Indonesia yang itu menunjukkan bukti dari dua keterangan dari mufti besar yang dipostingkan oleh pemilik akun Instagram @sayyid_muhammad_17 terkait bahaya paham dan gerakan Wahabi. Pengkafiran terhadap kelompok agama lain, tuduhan sesat terhadap amaliah Islam yang lain, bahkan eksploitasi masjid, pendidikan dan generasi muda Indonesia untuk diracuni pikiran oleh paham-paham Wahabi-ekstremis adalah fakta-fakta bahaya gerakan Wahabi di medan lapangan kehidupan bangsa Indonesia.

Pemerintah Harus Bertindak!

Pemerintah Indonesia harus tegas dalam menanggapi dan menghadapi persoalan ini. Ketua PNIB juga sangat mengkhawatirkan akan bahaya disintegrasi bagi bangsa Indonesia jika gerakan-gerakan Wahabi masih saja dibiarkan hidup dan memprovokasi masyarakat. Ia sangat mengharapkan ketegasan pemerintah benar-benar dilakukan, sambil menyebut sejumlah fakta terkait.

Pendakwah Wahabi, organisasi baru terafiliasi khilafah masih bebas melakukan perekrutan anggota dengan iming-iming materi. Mereka melakukannya dengan sistemik dan masif dan tiba saatnya sudah membesar, kita baru menyadarinya sebagai sebuah ancaman disintegrasi bangsa. Sekolah dan lembaga pendidikan yang didanai tokoh-tokoh Wahabi masih banyak yang beroperasi. Di Jombang salah satunya, sedang dibangun boarding school yang dibiayai Wahabi dengan target menjadi yang terbesar se-Asia Tenggara. Di Jawa Barat demikian pula, mereka bermodal besar untuk menanamkan pengaruhnya kepada generasi pelajar melalui dunia pendidikan. Ini menjadi kecemasan kita semua dan keemasan bagi mereka jika tidak dilarang,” kata Ketua PNIB, Gus Wal, dikutip pula dari Detik (11/6).

Ini sejalan dengan pernyataan sosok akademisi terkenal Indonesia, Prof. Azyumardi Azra menyebut dalam pengantarnya pada buku berjudul Bayang-bayang Terorisme: Protet Geneologi dan Ideologi Terorisme di Indonesia (2020) milik Yudi Zulfahri, bahwa “…sel-sel terorisme masih terdapat di mana-mana, bergerak di bawah tanah; juga di Indonesia. Dan sel-sel itu bisa dipastikan terus berusaha merekrut anak-anak muda untuk menjadi apa yang mereka sebut sebagai ‘pengantin’, atau bahkan ‘syahid’ atau ‘martir’ dengan meledakkan diri mereka sendiri dan orang-orang di sekitar mereka.” (h. v)

Gus Wal juga menyebut, bahwa paham khilafah memang secara hukum sudah dilarang di Indonesia karena bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, akan tetapi pemerintah dilihatnya masih membiarkan antek-antek khilafah memprovokasi masyarakat, yang biasa dilakukan dengan mendompleng pada isu-isu nasional maupun internasional. Oleh karena itu, Gus Wal mengharuskan para aparat bertindak tegas untuk menghentikan aksi-aksi mereka sebelum banyak korban terpengaruh oleh orasi dan provokasi-provokasi yang mereka selenggarakan.

Akhirnya kita bisa memahami bahwa pernyataan Ketua PNIB tersebut sangat menekankan perlunya tindakan proaktif dan tegas dari pemerintah untuk mencegah berkembangnya paham-paham Wahabi-ekstremis dan pengusungan ide khilafah, yang dalam konteks ini jelas dapat mengganggu cita-cita Indonesia Emas 2045 di masa depan. Pemerintah mesti membereskan masalah ini secara sungguh-sungguh terlebih dulu demi masa depan bangsa.

Oleh karenanya, apabila tidak ditangani secara serius, paham dan gerakan Wahabi-khilafah di kemudian hari lambat laun akan merusak tatanan sosial-politik Indonesia yang dapat mengancam perdamaian dan stabilitas bangsa sekaligus berpotensi menghambat pencapaian cita-cita Indonesia Emas 2045.

Untuk itu, diperlukan upaya terpadu dari pemerintah, masyarakat, dan seluruh pemangku kepentingan untuk melawan ideologi ekstremis ini, sembari memperkuat nilai-nilai Pancasila dan mempromosikan nilai-nilai toleransi beragama serta nilai-nilai keberagaman.

Ahmad Miftahudin Thohari
Ahmad Miftahudin Thohari
Peminat kajian filsafat, kebudayaan dan sosiologi. Aktif di komunitas Dianoia.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru