27.6 C
Jakarta

COVID-19: Siskamling Online Melawan Narasi Ekstremis

Artikel Trending

KhazanahPerspektifCOVID-19: Siskamling Online Melawan Narasi Ekstremis
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Sistem keamanan lingkungan alias siskamling atau ronda adalah kata yang asing di telinga masyarakat perkotaan dan generasi milenial. Ditambah lagi dengan pandemi COVID-19 yang telah memaksa kita untuk tetap tinggal di rumah dan tidak keluar untuk urusan-urusan sepele. Padahal sejatinya kultur siskamling dalam masyarakat kita adalah salah satu solusi menghadapi ancaman kriminalitas di sekitar lingkungan masyarakat. Artinya siskamling bila dipikir lebih jauh juga tidak tepat dikategorikan sebagai hal yang sepele.

Namun bagaimanapun, memudarnya budaya siskamling selain dipengaruhi dinamika masyarakat perkotaan juga kini dipengaruhi COVID-19 yang menuntut kita dan berbagai aktivitas hijrah dari dunia nyata ke dunia maya. Dalam ruang dunia maya itu kita tak lagi berhadapan dengan kejahatan seperti pencurian motor atau perampokan rumah, kita secara tak sadar terbuka untuk berhadapan dengan ancaman rahasia jaringan ekstremis-teroris.

Ancaman dari jaringan ekstremis-teroris di dunia maya ini memang tidak layaknya ancaman teror di dunia nyata yang dampaknya bisa menghilangkan nyawa atau ancaman yang menyasar keamanan individu. Namun demikian ancaman-ancaman jaringan teroris di dunia maya cukup berbahaya dan justru secara luas menyerang masyarakat kita secara keseluruhan.

Misalnya ceramah-ceramah terpidana mati ideolog Jama’ah Ansarut Daulah yang berafiliasi dengan Islamic State Aman Abdurrahman mengenai siapa itu kafir, thagut, kemurnian agama dengan menolak thagut, dan kewajiban untuk memusuhinya. Semuanya merujuk pada definisi-definisi negara Indonesia, sistem yang berlaku, dan masyarakatnya secara keseluruhan yang dituduh tunduk pada hukum thagut dan beriman secara palsu. Hebatnya ceramah tersebut masih dapat diakses bebas di kanal Youtube hingga hari ini. Atau juga termasuk narasi anti etnis atau kelompok tertentu di Indonesia.

Contoh lain ialah penyebaran artikel singkat, video terjemahan, video berbahasa Indonesia, nasyid atau lagu, dan poster-poster yang menarik dan disebarkan dalam media-media sosial. Seluruhnya dapat diakses dengan sangat bebas misalnya melalui kanal Telegram. Untuk menemukannya kita hanya perlu mencari dengan kata kunci yang tepat seperti “tauhid”, “suriah” dan “daulah” yang merupakan kata kunci yang bersifat netral dan mungkin dicari oleh banyak jenis latar belakang orang berbeda.

Mulai dari orang yang baru akan mempelajari agama melalui internet atau orang dengan kepedulian pada isu kemanusiaan di Timur Tengah. Inilah sasaran warga masyarakat yang dapat terpapar ancaman narasi jaringan teroris di dunia maya.

Memperparah kondisi tersebut algoritme internet mendorong sistem pencarian pada kebiasaan kata kunci yang digunakan, semakin intensif terpapar informasi tersebut maka secara terus menerus informasi serupa akan berdatangan secara otomatis. Dampaknya tentu ialah meluasnya jaringan kelompok teror dan mengundang simpatisan baru yang merasa memiliki pemahaman yang sama. Potensi ini terus membesar seiring dengan migrasi ke dunia maya sebab COVID-19.

Namun mengapa kemunculan jaringan teroris dan simpatisannya di dunia maya tidak menjadi perhatian yang khusus dalam kacamata publik? Jawaban dari pertanyaan tersebut cukuplah sederhana, sebab terorisme selalu diidentikkan dengan penggunaan kekerasan. Padahal, kehadiran jaringan teroris di dunia maya cenderung tampak sebagai aktivitas normal di dunia maya.

Tanpa adanya kesadaran akan ancaman-ancaman non kekerasan tersebut maka jaringan kelompok teror akan semakin bebas menguasai dunia maya yang kini menjadi area migrasi besar-besaran menyusul Covid-19.

Siskamling Dunia Maya

Oleh sebab itu pertama-tama kita mesti bersetuju bahwa dunia maya kini bertransformasi menjadi sejatinya dunia nyata. Disrupsi pandemi mendorong segala aktivitas dunia maya berubah menjadi sebuah realitas baru kehidupan kita. Maka bila kita mendamba-dambakan lingkungan tempat tinggal yang aman dan nyaman maka tak ubahnya dengan internet society yang dituntut untuk juga aman dan nyaman.

BACA JUGA  Menyikapi Radikalisme dan Narasi Keislaman yang Dipolitisasi

Sama halnya dengan siskamling dan ronda yang merupakan inisiatif masyarakat, keamanan dunia maya selain juga merupakan tanggung jawab negara juga merupakan tanggung jawab warga net yang mendiaminya. Lantas bagaimana masyarakat dapat menjawab tantangan jaringan teroris dan narasi-narasinya di dunia maya?

Bila dibandingkan dengan latar belakang konsep siskamling dan ronda yang berusaha mengamankan lingkungan dengan berjaga dan berpatroli, maka agaknya konsep yang sama dapat diadaptasi dan dibudayakan di dunia maya. Selayaknya siskamling dan ronda pada umumnya, seluruh warga kampung dapat ambil bagian dalam ronda sesuai kesiapan dan kemampuan masing-masing. Demikian pula dengan tawaran konsep siskamling di kampung dunia maya, di halaman Facebook masing-masing, di lalu lintas situs dan kanal grup media sosial.

Artinya, siskamling dunia maya dapat dilakukan siapa saja, kapan saja, dan melalui saluran dunia maya apa saja. Kerangka pemikiran ini didasari kemunculan jaringan teroris dalam memanfaatkan dunia maya untuk kepentingannya pada sisi yang berlainan juga menggambarkan bahwa media dunia maya yang sama dapat dimanfaatkan pula untuk menjawab tantangan dari kehadiran kelompok teror tersebut.

Bagaimana praktik siskamling dunia maya yang dapat dilakukan oleh siapa saja? Tentu konsep siskamling dunia maya ini sama sekali bukan tawaran pembentukan suatu situs, instrumen, atau kanal pelaporan resmi. Sebab ide siskamling dunia maya sejatinya bersumber dari siskamling dan ronda pada umumnya yaitu sebuah aksi bersama, untuk kepentingan bersama, dan dengan sumber daya bersama.

Kuncinya ialah “report” atau “laporkan” konten-konten dalam berbagai platform media sosial dan internet. Sehubungan dengan pelaporan itu, bagaimana mengetahui suatu narasi mengarah pada produk-produk dunia maya jaringan teroris dan simpatisannya?

Paling tidak terdapat beberapa kriteria yang dapat menyimpulkan suatu narasi dibangun oleh jaringan teroris, simpatisannya, serta afiliasinya. Pertama narasi yang dibangun merupakan narasi benar versus salah, tidak ada kebenaran dalam keyakinan dan pemahaman yang berbeda dengan kelompoknya alias klaim kebenaran mutlak.

Kedua narasi yang dibangun erat sekali dengan finger pointing seperti menyebut suatu kelompok sebagai thagut, biasanya ini juga diikuti dengan penyebutan bahwa kelompok yang berbeda bertanggung jawab atas berbagai kerusakan yang terjadi. Serta ketiga ada seruan-seruan untuk membenarkan permusuhan terhadap kelompok yang berbeda.

Keempat ialah sesuai dengan jaringan teroris yang berkembang di Indonesia narasi yang muncul seperti mendelegitimasi pemerintah, kelompok keagamaan mainstream, dan nilai-nilai kebangsaan. Dari narasi-narasi di atas kerap kali tidak tersurat secara langsung arah-arah ekstremisme menuju kekerasan.

Namun demikian pada faktanya setelah narasi-narasi tersebut diterima maka dengan mudah seorang akan menaiki tangga radikalisasi menuju narasi-narasi menjurus pada kekerasan yang biasanya dilakukan secara lebih rahasia dan dengan pendekatan personal. Oleh sebab itu penting untuk menghentikan narasi-narasi permulaan tersebut sebelum menyebar secara luas.

Maka konsep ronda dan siskamling ini mesti terus dibudayakan dalam bentuknya yang baru di dunia maya. Dalam perspektif kebudayaan konsep ronda dan siskamling jelas menggambarkan kemampuan masyarakat secara natural dalam menghadapi potensi-potensi ancaman keamanan berbasis ketahanan, kesiapsiagaan, dan kesadaran masyarakat akan pentingnya keselamatan kolektif.

Sebuah konsep yang kearifannya mengakar pada masyarakat Indonesia. Semoga kemajuan teknologi dan perkembangan dunia maya tidak mengurangi sense kewaspadaan kita, dengan siskamling dunia maya yang bergerak dengan gerakan kolektif maka internet society dapat menjadi tempat yang lebih aman bagi kita semua. Mari meronda!

Prakoso Permono
Prakoso Permono
Sarjana Hubungan Internasional dan Magister Kajian Terorisme Universitas Indonesia

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru