32.1 C
Jakarta

Cinta Ibu kepada Anaknya (Bagian XLV)

Artikel Trending

KhazanahOpiniCinta Ibu kepada Anaknya (Bagian XLV)
image_pdfDownload PDF

Pertemuan malam kemarin mencengkram begitu kuat dalam pikiran. Seakan sulit menghapus momen itu, sekalipun segala usaha telah dilakukan.

Shaila, sahabat terbaik yang selalu menghibur saat duka itu aku rasakan dan saat sakit itu aku tak berdaya. Aku masih ingat cara Shaila bersahabat. Dia selalu mengalah saat aku tidak mau kalah. Dia selalu ada saat aku butuh. Dia selalu tahu apa yang aku rasakan, kendati aku berpura-pura menutupi.

Bayangan Shaila membersit dalam pikiran Diva saat seharian uring-uringan di kos. Dari pagi hanya berinteraksi dengan media sosial. Biasanya yang menyenangkan buka YouTube, karena bisa mengakses beragam informasi.

Sore ini Diva pengin ke Jakarta Pusat. Dia diundang untuk ngisi seminar menulis. Popularitas Diva semakin tercium di pelosok Nusantara saat tulisan-tulisannya banyak bertebaran di media online Harakatuna dan menginspirasi banyak orang tidak terperangkap dalam kubangan kelompok garis keras, seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan terorisme.

Setiap ngisi acara Diva selalu berkabar ke Umminya. Paling tidak dia minta doanya, karena dia percaya di balik keberhasilan seorang anak ada sosok perempuan yang hebat yang dipilihkan oleh sosok ayah yang lebih hebat pula. Dia bersyukur terlahir di tengah keluarga yang berpendidikan dan saling menebar kasih sayang.

Maaf pulsa Anda tidak mencukupi untuk melakukan panggilan. Suara operator yang membuat Diva menepuk jidat dan berseru: Duh, pulsanya dah habis.

Mau keluar kos terik panas matahari tak dapat dihindari. Tidak keluar, pulsa kosong. Diva diam sejenak sembari cari cara ngisi dompet pulsa tanpa keluar kos.

Best. Sebuah ide tiba-tiba bertandang dalam benaknya. Dengan menggunakan aplikasi Go-Pulsa dompet pulsa dapat diisi tanpa harus keluar ruangan.

Sip. Serunya kegirangan. Rasanya kerinduan mendengarkan suara Ummi tak terbendung. Sosok ibu selalu menjadi muara rindu bagi anaknya tanpa batas waktu dan ruang.

BACA JUGA  Hardiknas: Momentum Menengok Realitas Program Merdeka Belajar

“Diva, Mi.” Ucap Diva di genggaman ponsel yang terhubung dengan ponsel Ummi.

“Ummi rindu kamu, Nak.” Kalimat Ummi membuat hati Diva meleleh.

Diva belum merespons lagi, Ummi sudah tanya lebih dahulu, “Sehat di sana, Nak?”

“Diva baik-baik, Mi.”

Orangtua, lebih-lebih ibu, memang lebih perhatian daripada anaknya. Karena, cinta ibu kepada anaknya lebih besar dibanding cinta anak kepada ibunya. Sebuah pepatah yang populer berkata: Cinta anak sepanjang galah, cinta ibu sepanjang sumur. Ibu selalu memberi tanpa berharap balasan. Bahagia ibu selalu menanti bahagia anaknya.

“Ummi? Abah? Sehat semua, kan?” Tanyanya kemudian.

“Semuanya sehat. Al-Hamdulillah.”

“Sore ini Diva ada undangan ngisi seminar. Doain Diva, Mi.”

“Doa Ummi dan Abah tanpa Diva minta. Setiap sujud Ummi dalam shalat selalu kusebut nama Diva.”

Tak lama setelah itu panggilan telepon dimatikan. Bayang Ummi masih kuat dalam pikiran, seakan dia berada di depan mata.

Diva semakin sadar sikap orangtuanya yang terkesan possessive atas pilihan masa depan anaknya, karena itu adalah bentuk cinta dan kasih sayang mereka terhadap anaknya. Orangtua tidak mau anaknya terjatuh di tangan lelaki yang salah dan tidak bertanggung jawab, karena yang merasakan sakit amat perih adalah orangtua begitu melihat anaknya sendiri diperlakukan tidak setia oleh lelaki yang dipercaya sebagai imam.

Thank you, my best Abah dan Ummi. Mereka selalu mencintai, sekalipun Diva sering membalasnya dengan benci karena menduga Abah dan Ummi egois, sering tidak mengabulkan permintaan Diva.

* Tulisan ini diambil dari buku novel “Senja Berbalut Rindu” (Dwilogi Novel “Mengintip Senja Berdua”) yang ditulis oleh Khalilullah

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru