32.7 C
Jakarta

Cegah Radikalisme dengan Manajemen Qalbu

Artikel Trending

KhazanahPerspektifCegah Radikalisme dengan Manajemen Qalbu
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

iHarakatuna.com – Era milenial seperti saat ini umat Muslim diminta mengendalikan diri untuk terhindar dari radikalisme. Pengendalian diri yang dimaksud yakni menata qalbu untuk selalu melakukan hal baik sesuai kaidah agama atau dalam lebih spesifik dikenal dengan manajemen qalbu. Mereka yang mampu melakukan manajemen qalbu (hati) dengan menata hati akan terhindar dari sikap radikalisme. Terjadinya radikalisme itu karena hati (qalbu)nya mati, orang bisa menjadi intoleran karena hatinya beku.

Kehidupan di era milenial diharapkan setiap orang harus mampu mengendalikan diri dengan manajemen qalbu supaya tak terpapar radikalisme. Kita berharap terlebih kepada generasi muda secara khusus, sebab milenial paling rentan terpapar radikalisme. Allah SWT memberikan anugerah kepada manusia seonggok hati. Dengan hati manusia dapat merasakan di luar dari panca indra.

Hati mengajarkan orang untuk bertindak-tanduk baik dalam kehidupan, hati pun mengarahkan kehidupan ini untuk menciptakan suasana yang harmonis sebagai makhluk sosial. Hati bagaikan setitik embun yang memberi kesejukan dan menundukkan amarah di kala manusia menggunakan akal pikiran dalam menjawab kegelisahan hidup.

Pentingnya hati, bagi semua anak bangsa diminta menata hati sehingga hidupnya menjadi tenang. Menata hati bukan perkara yang mudah, tetapi jika berhasil melakukannya maka hidupnya akan menjadi tenang, bekerja menjadi ikhlas, dan hidupnya barokah serta indah. Lantaran hati berfungsi sebagai sebuah sistem yang akan menentukan baik buruknya kehidupan.

Dewasa ini dengan kehidupan serba canggih dan teknologi informasi kian maju juga beragam cobaan yang menyelimuti kehidupan kita sehari-hari, tentunya manajemen qalbu (hati) bukan masalah yang mudah. Jika mensyukuri apa yang dianugerahkan Allah swt, pekerjaan dijalankan dengan ikhlas, maka hidup akan tenang. Hati di sini, substansinya adalah sebagai motor, penggerak, dinamisator, evaluator, itu adalah hati kita.

Berdasarkan hal tersebut sangat diharapkan kepada juru dakwah untuk mengajak masyarakat bukan hanya memberikan ilmu (transfer of knowledge) juga menitikberatkan untuk dakwah berjihad melawan nafsu dan radikalisme dengan manajemen qalbu atau bahasa singkatnya transfer of spiritual. Nilai dakwah seperti ini kian dicari oleh masyarakat saat kepuasan hati dan jiwa telah hilang dalam kehidupannya.

Di sinilah penting dakwah yang mampu mengajak para pendengarnya untuk sama-sama menata hati, sebagaimana halnya dakwah yang dilakukan Sunan Bonang. Sebagaimana diketahui saat ini banyak sekali tarekat-tarekat yang membantu manusia dalam membersihkan dan menata hati. Begitu juga dengan para ulama terdahulu pendekatan spiritual yang di kemas dengan beragam cara baik lewat seni dan budaya sudah banyak terabadikan dalam karyanya.

Ngatawi Al-Zastro salah seorang budayawan Indonesia mengatakan di antara strategi yang dipakai oleh Sunan Bonang dalam berdakwah adalah melalui lagu riyadhah, lagu spiritual dengan pendekatan tasawuf. Maka buku-buku yang di tulis oleh Sunan Bonang intinya banyak yang berbicara tentang tasawuf, tentang menata hati. Salah satu buku yang ditulis oleh Sunan Bonang terkait upayanya dalam menata hati masyarakat, yaitu buku Suluk Wuragil.

Suluk Wuragil ini adalah suluk guidance untuk menghidupkan hati manusia supaya kehidupan di dunia bisa tertata dengan baik. Memerinci poin-poin penting yang diajarkan oleh Sunan Bonang dalam bukunya tersebut, bahwa dalam menatara hati ada 4 hal penting yang diisikan dalam suluk Wuragil Sunan Bonang.

Pertama, manusia itu harus sering bermuhasabah, berkaca dengan dirinya sendiri, melakukan intropeksi diri. Zastrow mengajak semua insan untuk sama-sama menjenguk hati masing-masing, meskipun di luar sana kita banyak ngobrol dengan semua kalangan, tapi jangan sampai lupa dengan hati kita.

Kedua, kalau kita ingin melakukan pembaharuan, harus bertanya kepada ahlinya. Dalam hal ini adalah ilmu tasawuf yang berperan penting dalam menata hati. Hal terpenting bahwa dalam bertasawuf juga ada gurunya, ada ahlinya yang akan membimbing kita dalam menata hati. Jadi ketika bertasawuf harus mempunyai guru.

BACA JUGA  Pancasila: Fondasi Bangsa untuk Melawan Ideologi Radikal Pemecah Persatuan

Ketiga, harus melatih diri untuk husnuzan kepada Allah, berbaik sangka kepada Allah dalam segala kondisi. Keempat, manusia harus selalu menjadikan kejujuran sebagai pemandu dalam setiap langkah kita. Selain ke empat poin tersebut, di samping itu mengungkapkan bahwa hal yang paling penting lagi adalah harus menempuh segala usaha dalam upaya menghidupkan dan menata hati kita. Misalnya dengan cara berzikir, membaca Al-Qur’an, dan salat malam (Ngatawi Al-Zastro, 2021).

Memperkuat argumen di atas pentingnya manajemen qalbu, Syaqiq al-Balkhi mengisahkan, suatu ketika Ibrahim bin Adham jalan-jalan di Pasar Bashrah. Sekonyong-konyong, mendekatlah orang-orang. Lalu, mengelilinginya. Mereka bertanya kepadanya, “Apa maksud firman Allah, berdoalah kamu kepada-Ku niscaya Aku akan perkenankan doamu.” (QS Ghafir [40] : 60).

Mereka berkata, “Kami sebenarnya telah berdoa, namun setidaknya hingga hari ini tak kunjung dikabulkan Allah.” Ibrahim berkata, “Karena kalian mati hati. Maka, bagaimana doa kalian akan dikabulkan?” Mereka bertanya lagi, “Mengapa kami dikatakan mati hati?” Ibrahim menjawab, “Terdapat 10 perkara yang menyebabkan mati hati.” Kemudian dia sebutkan satu per satu secara berurutan.

Pertama, kalian mengaku mengetahui Allah sebagai pencipta kalian tetapi kalian tidak menunaikan hak-hak-Nya. Allah berhak ditaati perintah-Nya. Mengapa, perintah-Nya itu kadang-kadang dilaksanakan dan kadang-kadang tidak dilaksanakan? Kedua, kalian membaca kitab Allah, tetapi kalian tidak mengamalkan isinya. Allah memerintahkan agar menyembah Allah semata tanpa menyekutukan-Nya. Mengapa, Allah—langsung atau tidak langsung—kerap disekutukan dengan selain-Nya?

Ketiga, kalian mengaku memusuhi setan, tetapi kalian mengikuti perintahnya. Allah melarang mengikuti langkah-langkah setan. Mengapa langkah-langkah setan itulah yang kerap dijadikan rujukan dalam kehidupan sehari-hari?

Keempat, kalian mengaku mencintai Rasulullah saw, tetapi kalian meninggalkan sunnahnya. Rasulullah saw menjelaskan, orang yang memelihara anak yatim akan mendapat tempat istimewa di surga. Mengapa, tidak sedikit orang yang membiarkan anak yatim tanpa masa depan cerah?

Kelima, kalian mengaku mendambakan surga, tetapi kalian tidak mengerjakan hal-hal yang akan mengantarkan kalian masuk ke dalamnya. Mendirikan salat dengan khusyuk, mengeluarkan zakat, menjaga kemaluan adalah sebagian kecil contohnya. Mengapa, tidak sedikit orang yang melalaikannya?

Keenam, kalian mengaku takut neraka, tetapi kalian tidak menghindari perbuatan dosa/maksiat. Misalnya, Allah melarang keras perbuatan zalim. Mengapa, banyak orang yang merasa dizalimi sesamanya? Ketujuh, kalian mengaku kematian itu niscaya datangnya, tetapi kalian tidak bersiap-siap menghadapinya. Contohnya, Allah menjelaskan di akhirat setiap orang akan dibalas sesuai dengan amalnya masing-masing. Mengapa, banyak orang yang tidak sungguh-sungguh mengerjakan amal saleh semasa hidupnya?

Kedelapan, kalian sibuk mempersoalkan cela, kekurangan, dan kesalahan orang lain sementara kalian abai terhadap cela, kekurangan, dan kesalahan diri kalian sendiri. Allah melarang keras membuka aib orang lain. Mengapa, masih banyak orang tidak menghiraukan larangan tersebut? Kesembilan, kalian mendapatkan rezeki dari Allah, tetapi kalian lupa bersyukur kepada-Nya.

Allah menitipkan harta yang banyak. Mengapa, tidak sedikit orang yang mengklaim harta itu miliknya sendiri? Lalu, mereka tidak mau berbagi dengan orang lain. Kesepuluh, kalian mengebumikan jenazah saudara kalian, tetapi kalian tidak mengambil pelajaran darinya. Allah menyatakan, “Setiap yang bernyawa niscaya bakal merasakan kematian.” Mengapa banyak orang yang seakan-akan tidak memercayainya?

Beranjak dari paparan di atas, pentingnya manajemen qalbu. Semangat yang bisa kita tarik adalah semangat menata hati, kuncinya adalah menata hati. Makanya orang itu bisa radikal karena hatinya mati, orang bisa menjadi intoleran karena hatinya beku. Jadi kalau manajemen qalbu mampu kita menata dengan baik akan melahirkan qalbu hidup, maka hati ini bisa menangkap nur Ilahi dan sikap radikalisme dalam kehidupan sehari-hari mampu kita redam. Sudahkah kita melakukannya?

Wallahul Muwaffiq Ila Aqwamith Thariq

Tgk. Helmi Abu Bakar El-Lamkawi
Tgk. Helmi Abu Bakar El-Lamkawi
Guru Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga dan Dosen IAI Al-Aziziyah Samalanga, Bireuen dan Ketua PC Ansor Pidie Jaya, Aceh.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru